Sejumlah rumah sakit, termasuk di Jakarta, menghentikan sementara layanan untuk pasien peserta Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS). Pembaruan sertifikat akreditasi terhadap sejumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS, menjadi pemantiknya.
Salah satu rumah sakit yang menghentikan layanan kesehaÂtan bagi peserta BPJS, yakni RS Yadika Pondok Bambu. Namun, tidak semua layanan BPJS dihentikan manajemen rumah sakit yang berada di Jalan Pahlawan Revolusi, Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur ini.
Meski tak semua pelayanan BPJS dihentikan, pada Sabtu, 5 Januari itu, suasana sepi menyelimuti rumah sakit ini. Tidak ada antrean panjang di bagian pendaftaran. Bahkan, pasien atau pengantar yang berada di ruang tunggu, di bagian depan rumah sakit ini, tak sampai lima orang.
Untuk memulai proses pengobatan, seperti di rumah sakit lain, pasien terlebih dahulu mendaftar di loket pendaftaran. Dari pintu utama, loket pendaftaran berada di sebelah kanan. Saat itu, hanya seorang petugas yang berjaga di loket tersebut. Di depan loket, terdapat tiga baris kursi berbahan logam yang bisa meÂnampung puluhan pasien berikut pengantarnya.
Untuk mendapatkan pelayanan,tiap pengunjung yang henÂdak mendaftar, mesti mengambil nomor antrean. Nomor antrean biasanya diambil dari mesin yang diletakkan hanya sekitar tiga meter dari loket pendaftaran. Ukuran mesinnya standar, seperti mesin-mesin nomor antÂrean di rumah sakit lainnya.
Namun, hari itu, mesin untuk mengambil nomor antrean ini mati. Layarnya gelap. Di atasnya tertempel secarik kertas beruÂkuran 20x20 centimeter (Cm). Isinya berupa pengumuman mengenai penghentian layanan BPJS di rumah sakit ini.
Adapun, tulisan di kertas itu yakni: "Diberitahukan kepada seluruh unit-unit RSYadika Pondok Bambu, mulai tanggal 2 Januari 2019 untuk sementara waktu tidak melayani pasien BPJS dikarenakan penundaan perpanjangan PKS.
Berikut rinciannya:
1. UGD Emergency. BPJS tetap dilayani dan bila pasien tersebut memerlukan rawat inap, dirujuk ke rumah sakit lain.
2. Jadwal operasi efektif mulai tanggal 2 Januari 2019 dicanÂcel dan mohon menghubungi pasien-pasien tersebut, sebelum tiba hari H.
3. Pasien rawat inap yang sedang dirawat boleh pulang sesuai saran DPJP.
Selain di loket pendaftaran, suasana hening juga terasa di bagian farmasi, atau apotek khusus peserta BPJS. Letaknya di bagian belakang, di koridor yang sama dengan loket pendaftaran. Tak ada seorang pun pasien maupun pengantar yang mengantre di luar apotek tersebut. Namun, petugas apotek setia berjaga di loket apotek.
Hadi, salah seorang petugas di loket pendaftaran mengatakan, sejak beberapa hari terakhir, rumah sakit ini memang tidak menerima pasien peserta BPJS.
Menurutnya, sudah ada puluÂhan pasien peserta BPJS yang ditolak untuk berobat di rumah sakit tersebut. "Kami sarankan ke rumah sakit lain. Kasihan, tapi mau bagaimana lagi, kan suÂdah dari sananya," ucap Hadi.
Namun, lanjutnya, tak semua pasien peserta BPJSditolak unÂtuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit itu. Kata dia, bagian Unit Gawat Darurat (UGD) masih melayani peserta BPJS.
"Kalau emergency, yang pakai BPJS masih diterima," ucapnya.
Namun, untuk tindakan lebih lanjut, dirujuk ke rumah sakit lain. Selain itu, pihaknya juga masih menerima pasien rawat jalan, tapi dengan pertimbangan dokter.
Kasihan, Ayah Saya Sudah Tua Petugas pendaftaran Rumah Sakit Yadika, Hadi belum bisa memastikan, kapan pasien BPJS bisa kembali diterima di rumah sakit ini. "Belum tahu sampai kapan. Coba datang saja hari Senin, siapa tahu sudah bisa berobat lagi," tuturnya.
Dihentikannya layanan peÂserta BPJS, membuat sejumlah pasien maupun keluarga pasien kecewa. Irma, salah satu pasien BPJS kecewa karena ayahnya yang menderita rematik, ditolak rumah sakit karena memakai BPJS. "Saya sudah capek-capek ke sini, eh sampai sini malah diÂtolak. Disuruh pindah ke rumah sakit lain. Kasihan, ayah saya sudah tua," ujar Irma.
Warga lainnya, Ariana mengatakan, dia mesti pindah ke rumah sakit yang jauh dari rumahnya. Musababnya, rumah Sakit Yadika tidak melayani pasien BPJS. "Ya nggak apa-apa, kalau memang aturannya begitu," ucap Ariana.
Ariana berharap, pasien BPJS di rumah sakit tersebut kembali diterima. Sehingga, dia dan keÂluarganya tak perlu keluar biaya lagi untuk transportasi ke rumah sakit yang jauh.
"Kalau begini terus sedih juga ya, kan rumah kami dekat dari sini," tuturnya.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Kesehatan DKI Khafifah Any menjelaskan, sebanyak 19 ruÂmah sakit di Jakarta kembali melayani pasien yang mengguÂnakan fasilitas BPJS Kesehatan. Kepastian itu diperoleh setelah Kementerian Kesehatan mengeÂluarkan surat rekomendasi pada 4 Januari 2019.
"Surat keluar hari Jumat (4/1), jadi kontrak baru bisa ditandaÂtangani Senin," kata Khafifah.
Rumah Sakit Yadika Pondok Bambu, jadi salah satu dalam daftar 19 rumah sakit tersebut. Sedangkan 18 rumah sakit lainÂnya, yakni: Menteng Mitra Afia, Royal Progres, Duta Indah, Mata Primasana, Mulyasari, Umum Pekerja, Jakarta, Gandaria, PGI Cikini, Yadika Kebayoran Lama, Petukangan, RSUD Kebayoran Lama, RSUD Jatipadang, Pusdikes, Islam Pondok Kopi, RSPON, RSIA Sayyidah Dompet Dhuafa dan Kartika Pulomas.
Khafifah menjelaskan, kontrak kerja sama antara BPJS dengan 19 rumah sakit itu berakhir pada 31 Desember 2018. Akibatnya, Puskesmas tak bisa merujuk pasien pengguna BPJS ke 19 rumah sakit tersebut, kecuali untuk ke UGD.
Katanya lagi, pada 2 Januari, Dinas Kesehatan DKI telah mengirimkan surat permohonan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan. Menurutnya, surat itu baru dijawab dua hari kemuÂdian, dengan terbitnya rekomenÂdasi Menteri Nomor HK.03.01/ MENKES/18/19 tentang perpanÂjangan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Latar Belakang
108 Rumah Sakit Putus Kerja Sama Dengan BPJS di Jabodetabek
BPJS Kesehatan memutus konÂtrak kerja sama dengan 108 rumah sakit. 108 rumah sakit yang berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), diputus kontraknya karena dianggap tidak memenuhi syarat. Belum lagi di daerah lain.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan, alasan pemutusan kerja sama karena sebagian rumahsakit tidak bisa memenuhi syarat. Salah satunya, sertifikat akreditasi.
"Rumah Sakit yang melayani kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu indonesia sehat (KIS) wajib memiliki sertifikat akreditasi," kata Iqbal.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.71 Tahun 2013, tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional yang mewajibkan pada 2019 memiliki sertifikat akreditasi.
Ia menegaskan, pihaknya berupaya untuk mengikuti aturan yang ada. Apalagi, Kementerian Kesehatan telah memperingatÂkan melalui surat, agar BPJS Kesehatan bekerja sama denganrumah sakit yang telah terakreditasi.
Lebih lanjut, kata Iqbal, bagi rumah sakit yang ingin kembali bekerja sama, disarankan untuk melapor ke Kemenkes. Nanti setelah melapor, akan ada rekoÂmendasi untuk kembali bekerja sama agar tidak mengganggu pelayanan. "Rumah sakit akan dibuatkan surat rekomendasi," jelasnya.
Dia juga mengingatkan agar rumah sakit tetap melakukan akreditasi sesuai dengan aturan. Iqbal menyebut, dari 108 rumahsakit, sebanyak 65 tidak mendapÂat rekomendasi dari Kemenkes.
Selain persoalan akreditasi, kata Iqbal, ada juga persoalanseleksi dan kredensialling yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan.
Kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan antara lain: sumber daya maÂnusia (tenaga medis yang komÂpeten), kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Plus, pengaduan atau keluhan-keluhan masyarakat.
Di sisi lain, Iqbal menegaskan, tidak ada klinik yang diputus kerja samanya. "Semuanya adaÂlah rumah sakit," kata Iqbal.
Terpisah, Kemenkes merekomenÂdasikan 169 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk diperpanjang konÂtraknya dengan BPJS Kesehatan. Rekomendasi itu termuat dalam Surat Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/18/2019.
"Dalam hal di kemudian hari terdapat Rumah Sakit yang teÂlah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan belum dilakukan akreditasi, namun berdasarkan kajian dan pertimbangan tertentu diperlukan untuk memenuhi peÂlayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional, kami akan merekomendasikan untuk tetap diperpanjang kontrak kerja sama dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional," tertulis di Surat Menkes tersebut.
Sekjen Kemenkes Oscar Primadi menyatakan, dengan keluarnya surat rekomendasi tersebut, pasien BPJS Kesehatan harus tetap dilayani rumah sakit. Dia juga menyarankan kepada seluruh masyarakat untuk tidak perlu khawatir tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya.
"Itu kan sudah ada surat Menkes. Jadi, seharusnya tidak ada yang tidak melayani pasien BPJS," ujar Oscar. ***