Berita

Foto: Net

Hukum

Kriminalisasi Pejuang Anti-Tambang Marak Di Era Jokowi-JK

MINGGU, 06 JANUARI 2019 | 07:50 WIB | LAPORAN:

Dalam evaluasi sektor tambang tahun 2018 yang dirilis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ini, marak tindakan kriminalisasi dan serangan terhadap aktivis dan pejuang anti-tambang.

Koordinator Nasional Jatam, Merah Johansyah menyatakan, seiring dengan mulai meningkatnya daya kritis masyarakat korban di berbagai wilayah di Indonesia, upaya kriminalisasi dan serangan terhadap warga negara yang berjuang mempertahankan ruang hidupnya pun terus meningkat tajam.

"Beragam kekerasan struktural maupun kekerasan fisik pun dilakukan, dan hampir semuanya melibatkan tangan negara," ujar Merah Johansyah, dalam catatannya,


Sepanjang 2014 sampai 2018, Jatam mencatat ada 22 kasus kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang anti-tambang di Indonesia. Korbannya mencapai 85 orang.

"Rata-rata terkait protes penolakan pertambangan batubara, pertambangan emas, dan pertambangan batu gamping untuk kepentingan pabrik semen," paparnya.

Adapun sebaran wilayah kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang anti tambang ini terbanyak di Kalimantan Timur dan Jawa Tengah sebanyak empat kasus, diikuti Bangka Belitung (dua kasus), Maluku (dua kasus). Sementara untuk Jawa Timur, Sumatera Utara (satu kasus), Sumatera Barat, Kalimantan Selatan masing-masing satu kasus, dan beberapa wilayah lainnya.

Pola-pola yang digunakan dalam kasus kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang anti-tambang juga variatif.

Pertama, kriminalisasi langsung kepada warga menggunakan pasal-pasal karet dalam UU ITE dan tuduhan mengada-ada seperti pelecehan terhadap lambang/simbol negara serta tuduhan irasional menyebarkan paham komunisme melalui KUHP.

"Hal ini bisa terlihat dalam kasus Budi Pego, warga Banyuwangi, Jawa Timur yang berjuang menolak tambang emas PT Bumi Suksesindo serta Sawin, Sukma, dan Nanto dalam kasus penolakan PLTU Batubara di Indrmayu Jawa Barat," ulasnya.

Kedua, kriminalisasi kepada para ahli atau akademisi seperti yang terjadi pada Prof Basuki Wasis dan Prof Bambang Hero.

Basuki Wasis memberikan keterangan dalam persidangan kasus pemberian izin usaha pertambangan yang melibatkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Basuki dihadirkan sebagai saksi ahli untuk menghitung kerugian dampak lingkungan pada lokasi pertambangan di Pulau Kabaena.

Sedangkan Bambang Hero digugat perusahaan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) yang dihukum kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bambang diminta menjadi saksi ahli oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Kriminalisasi terhadap dua akademisi ini menunjukkan betapa lemahnya perlindungan hukum terhadap ahli dalam persidangan, sekaligus juga berdampak pada ketakutan bagi ahli untuk memberikan keterangan dalam persidangan. Padahal, memberikan keterangan ahli di persidangan merupakan pelaksanaan kewajiban hukum yang sudah semestinya dilindungi," tegasnya.

Ketiga, serangan langsung secara fisik, seperti yang menimpa Jatam Kaltim. Serangan langsung secara fisik ini menyasar para aktivis dan sekretariat sebagai pusat aktivitas, yang dilakukan kelompok-kelompok preman dan ormas tertentu. Jatam menduga serangan ini atas campur tangan perusahaan tambang dan pemerintah itu sendiri.

"Dalam konteks ini, negara yang semestinya hadir untuk melindungi warga negara justru masa bodoh, dan hal ini terus berlangsung hingga saat ini," ujarnya.[wid]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya