Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq memenuhi panggilan jaksa KPK untuk hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun ia menolak menjadi saksi pada sidang perkara suap istrinya, Eni Maulani.
Al Khadziq sudah tiba pukul 09.50 WIB dan dipersilakan masuk ruang sidang. "Karena saksi dan terdakwa ada hubunÂgan suami istri, maka ditanya dulu kesediaan dari terdakwa. Apakah bersedia?" tanya ketua majelis hakim Yanto kepada Eni.
"Saya keberatan Yang Mulia, karena saksi merupakan suami saya," jawab Eni. Al Khadziq juga merasa belum siap. "Karena adabeban di hati saya. Saya minta untuk tidak diambil keterangan saya hari ini," mohonnya.
Hakim Yanto mengabulkan. "Untuk keterangan saksi ini, kita tunda dulu karena yang bersangkutan telah memberikan keterangan di penyidikan."
Al Khadziq dipersilakan ke luar ruang sidang. Ketua majeÂlis memerintahkan jaksa KPK memanggil saksi berikutnya. Usai mendengarkan keterangan tigasaksi, Al Khadziq dipangÂgil lagi.
Lantaran tak nongol-nongol, majelis hakim meminta penasiÂhat hukum membantu mencari Al Khadziq di tempat parkir.
Hakim Yanto berkelakar karena Al Khadziq ngeloyor meninggalkan istrinya di ruang sidang. "Bisa diragukan nih kesetiaannya. Enggak bilang, enggak pamit. Masa pulang." Pengunjung pun tertawa.
Yang dicari akhirnya nongol. Majelis hakim menawarkan dua opsi kepada Al Khadziq. Pertama, menggunakan hak ingkar jadi saksi. Hak ini diatur dalam KUHP terhadap saksi yang memiliki hubungan perkawinan dengan terdakwa.
Opsi kedua, melepaskan hak itu dan memberikan kesaksian di sidang. "Apabila Saudara menghendaki dan JPU tidak keberatan. Anda bisa berikan keterangan di bawah sumpah atau tanpa disumpah," kata Hakim Yanto.
Al Khadziq memilih mengÂgunakan haknya. Dia beralasan tidak tega kepada istrinya, jika harus memberikan kesaksian yang bisa memberatkan.
"Saya pilih opsi pertama, hak ingkar," putusnya.
Al Khadziq dipersilakan menÂinggalkan ruang sidang lagi. "Untuk sementara Saudara bisa pulang. Namun tidak menutup kemungkinan dipanggil lagi. Ya sudah. Tidak salaman nih dengan istri. Jangan malu-malulah," kata Hakim Yanto. Al Khadziq tersipu.
Pada sidang ini, jaksa mengÂhadirkan Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Nenie Afwani. Ia mengaku diperintah bosnya Samin Tan menyiapÂkan sejumlah dokumen terkait persoalan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).
Perusahaan milik Samin itu dicabut izin pertambangan batuÂbaranya. Penyebabnya melakuÂkan pelanggaran.
Samin meminta bantuan keÂpada Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Marcus Melchias Mekeng untuk melobi Kementerian ESDM. Mekeng memperkenalkan Samin dan Nenie dengan Eni.
"Saya tidak tahu (siapa Mekeng). Saya tahu beliau temanÂnya Pak Samin," ujar Nenie.
Eni membenarkan kesakÂsian Nenie. Ia memang disuruh Mekeng untuk membantu Samin dalam persoalan ini. "Memang diperintah oleh Bapak Mekeng, Ketua Fraksi Partai Golkar."
Setelah Nenie selesai memÂberikan kesaksian, giliran Samin Tan dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham yang diperiksa bersamaan.
Samin membantah pernah memberikan imbalan Rp 5 miliaruntuk melobi Kementerian ESDM. "Yang diserahkan itu doÂkumen, banyak sekali dokumen yang diserahkan," kelitnya.
Jaksa KPKmencecar apakah Samin pernah memberikan ke Eni sebagai "corporate social reÂsponsibility‚" perusahaannnya. Lagi-lagi Samin berkelit, "Tidak pernah sama sekali."
Jaksa kemudian menanyakan percakapan WhatsApp antara Eni dengan Samin Tan. Eni mengucapkan terima kasih Eni kepada Samin atas bantuan Rp4 miliar yang diterima lewat Nenie. "Enggak pernah saya jawab tuh. Enggak ada jawaban dari saya," elak Samin.
Jaksa KPK juga menyinggung pesan WhatsApp Eni pada 5 Juni 2018 berisi permintaan tambaÂhan dana Rp 1 miliar untuk keÂpentingan suaminya Al Khadiz yang ikut Pilkada Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Samin berdalih tak ingat. Tapi mengakui nomor WAitu miliknya. "Mungkin saja saya terima, tapi saya tidak ingat."
Sedangkan Idrus Marham dikorek mengenai permintaan uang kepada bos Blackgold, Johannes B Kotjo untuk Eni. Ia menganggap Eni sebagai adik angkat. Eni juga pernah curhat soal persoalan proyek PLTU Riau 1.
"Eni adik saya, jika ada masalah sering menghubungi saya, termasuk waktu itu meminta sayamembantunya menghubungi Pak Kotjo terkait permintaan untuk meminjam uang," kata Idus.
Idrus turun tangan karena Eni sudah berulang kali menghubunÂgi Kotjo, namun tak direspons. Idrus mengirim pesan WA ke Kotjo, "Maaf bang, dinda buÂtuh bantuan dana kemenangan, sangat berharga sangat berharga bantuan bang Kotjo, Tks sebelÂumnya."
Idrus menjelaskan Eni butuh uang untuk suaminya. "Waktu itu Bu Eni pernah menyamÂpaikan pinjaman uang ke Pak Kotjo. Yang saya tahu waktu itu memang pinjaman uang untuk keperluan pencalonan suami Bu Eni. Saya tidak tahu apakah diberikan uang atau tidak‚" lanjut Idrus.
Dalam perkara ini, Eni didakwa menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo dalam mendapatkan proyek PLTU Riau 1. Kemudian didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dari berbagaipihak. Termasuk Rp 5 miliar dari Samin. ***