Bupati Labuhanbatu nonaktif Pangonal Harahap menangis usai sidang perdana perkaranya di Pengadilan Tipikor Medan.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum KPK, Pangonal berkumpul dengan keluarganya di bangku pengunjung. Tangis politikus PDIP itu pecah.
Pangonal terisak memeluk istrinya, Siti Awal Siregar. Istri dan keluarganya ikut meneteskan air mata. "Sudah pas (dakwaan) itu," katanya sambil menyeka air mata dengan sapu tangan.
Jaksa mendakwa Pangonal menerima uang Rp 42,28 miliar dan 218.800 dolar Singapura, setara Rp 2,3 miliar. Rasuah itu berkaitan dengan dengan proyek-proyek yang digarap Effendi Sahputra alias Asiong.
Pangonal mengarahkan anakbuahnya agar memenangkan Asiong dalam tender proyek Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. "Patut diduga bahwa penerimaan uang yang seluruhÂnya sejumlah Rp 42.280.000.000 dan uang sejumlah 218.000 dolar Singapura dari Asiong merupaÂkan fee proyek atas pemberian beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018," kata Jaksa Dody Sukmono.
Jaksa merinci pada 2016, Pangonal menerima Rp 12,48 miliar. Tahun 2017 Rp 12,3 miliar. Sedangkan tahun 2018 Rp 17,5 miliar dan 218.800 dolar Singapura.
Perbuatan lancung itu dilakuÂkan bersama dua orang keperÂcayaannya: Thamrin Ritonga (disidangkan terpisah) dan Umar Ritonga (buron). Anak Pangonal, Baikandi Harahap dan adik ipar Abu Yazid Hasibuan, ikut menjaÂdi perantara penerimaan rasuah.
Menurut jaksa, perbuatan Pangonal diancam pidana Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pangonal menyatakan tidak keberatan atas dakwaan itu. "Paham Pak. Kami tidak menÂgajukan eksepsi," katanya menÂjawab pertanyaan hakim soal isi dakwaan jaksa.
Usai sidang, penasihat hukum Pangonal, Herman Kadir memÂbeberkan kliennya menerima uang untuk keperluan kampaÂnye pasangan calon gubernur-wakil gubernur Sumatera Utara pada 2018.
"Dia (Pangonal) kan salah satu tim sukses. Jadi dia mengeÂluarkan uang pribadinya sebesar Rp1,5 miliar untuk membantu tim sukses. Uang itu diakui dari gratifikasi yang diterima dari seÂjumlah proyek. Jadi memang beÂnar itu diakui, jika uang tersebut digunakan untuk memenangkan salah satu calon," ungkapnya.
Sebagian lagi digunakanunÂtuk keperluan partai. "Bangun gedung kantor PDIP (Labuhanbatu)," sebut Herman.
Jaksa Dody Sukmono menÂjelaskan, Pangonal didakwa menerima 'fee' proyek dari Asiong. "Kami akan buktikan di persidangan nanti," katanya.
Pembuktiannya tak akan ruÂmit. Sebab, pada sidang sebeÂlumnya Asiong telah divonis bersalah menyuap Pangonal. Asiong dihukum 3 tahun penÂjara, dan denda Rp 100 juta. Dody menjadi jaksa penuntut umum perkara ini.
Menurut Dody, tim jaksa tingÂgal mengungkap penggunaan uang gratifikasi oleh Pangonal. "Uang Rp 1,5 miliar untuk kamÂpanye calon gubernur akan kami uji di persidangan, kita tidak mengomentari hal itu. Semuanya akan kita uji di persidangan," pungkas Dody. ***