Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf/Net
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang perkara suap dan gratifikasi Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf.
Sebelum sidang dimulai, Irwandi dikerubungi pendukungnya. "Kita live Instagram," kata pendukung sambil mengarahkan kamera handÂphone ke Irwandi.
Irwandi diminta menyapa. Ia melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah kamera. Sorot kamera tak terhenti saat Irwandi dipanggil masuk ke ruang Kusuma Atmadja I karena sidang segera dimulai.
"Bukan saya yang minta (siÂaran live). Tapi enggak apa-apa," kata Irwandi tak keberatan. Di ruang sidang, ia kembali melamÂbaikan tangan ke kamera yang menyorot dari berbagai sudut.
Sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan saksi Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, yang kini Pelaksana Tugas Gubernur. Pendukung Irwandi kembali siaran live saat Nova memberikan keterangan.
Kepada Nova, jaksa KPK mengorek soal kegiatan Aceh Marathon hingga pengetahuannya mengenai Fenny Steffy Burase.
Nova mengaku menjadi ketua panitia Aceh Marathon. "Saya diÂtunjuk Pak Gubernur," ujarnya. Penunjukan hanya lewat lisan. Belum ada surat resminya.
Ia baru dilibatkan saat launchÂing Aceh Marathon. "Bulan Mei 2018 di Jakarta," sebutnya. Steffy hadir sebagai tenaga ahli dalam susunan kepanitiaan.
Aceh Marathon akhirnya batal digelar. "Menurut lapoÂran, (penyelenggaranya) tidak memenuhi syarat. Tidak cukup waktu untuk proses pengadaanÂnya," beber Nova.
Jaksa KPK lalu mengonfirmasi soal kepergian Irwandi dan Steffy ke luar negeri. "Pak Gubernur sering ke luar negeri untuk berÂbagai hal," jawab Nova.
Bukan hanya untuk memproÂmosikan Aceh Marathon. Tapi juga kopi Aceh. Namun Nova tak tahu kepentingan Steffy ikut kunjungan itu. Nova juga tahu kepergian Irwandi dan Steffy untuk umrah.
Dalam perkara ini, Irwandi didakwa menerima suap dari dari Bupati Bener Meriah Ahmadi Rp 1,05 miliar. Rasuah diterima leÂwat orang kepercayaannya: Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri.
Ahmadi menyuap Irwandi agar mengalokasi Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 sebesar Rp 108 miliar unÂtuk Kabupaten Bener Meriah. Ia juga ingin dua proyek jalan dikerjakan kontraktor lokal.
Ahmadi bersedia memberikan fee 10 persen kepada Irwandi. Fulus diserahkan bertahap. Uang Rp 120 juta untuk membiÂayai Irwandi dan Steffy umrah. Berikutnya Rp 430 juta diserahkan kepada Saiful dan Hendri. Irwandi menyuruh Saiful mentransfer dana itu ke rekening Steffy.
Saiful lalu meminta Ahmadi menyediakan Rp 1 miliar unÂtuk kegiatan Aceh Marathon. Ahmadi hanya menyerahkan Rp 500 juta. Uang itu dipakai membayar medali dan jersey.
Berikutnya, Irwandi didakwa menerima gratifikasi Rp 8,717 miliar pada masa jabatan guÂbernur periode kedua. Dari Mei 2017 hingga Juli 2018.
Irwandi menerima Rp 4,420 miliar dari dari Mukhlis. Mukhlis membuat rekening atas namanya di Bank Mandiri, lalu menyerahÂkan kartu ATM berikut PIN-nya ke Irwandi.
Kemudian Rp 568 juta dari Saiful melalui rekening Steffy. Adapun Rp 3,728 miliar diterima dari anggota tim sukses Irwandi yang mendapat proyek-proyek Pemerintah Provinsi Aceh.
Dakwaan ketiga masih soal penerimaan gratifikasi. Jumlahnya Rp 32,45 miliar saat Irwandi menjabat gubernur periode pertama 2007-2012.
Uang itu terkait proyek pemÂbangunan dermaga bongkar muat pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Proyek ini dibiayai APBN 2006-2011.
Irwandi menerima setoran "pajak Nanggroe" dari Kepala Nindya Karya Cabang Sumut- Aceh, Heru Sulaksono dan pemiÂlik PT Tuah Sejati, Zainuddin Hamid. Kedua perusahaan memÂbentuk kerja sama operasi (KSO) Nindya Sejati untuk menggarap proyek dermaga Sabang.
Pada 2008, Irwandi menerima setoran Rp 2,9 miliar. Tahun 2009 Rp 6,9 miliar. Tahun 2010 Rp 9,5 miliar. Terakhir Rp 13,03 miliar pada tahun 2011.
"Sejak menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp 32.454.500.000, atau sekitar jumlah itu, terdakwa tidak meÂlaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sampai dengan batas waktu 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi tersebut diterima," kata Jaksa Ali Fikri. ***