Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memburu dua politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Rachmad Sugiyanto dan Handriyati.
Pasangan suami istri itu telah dua kali mangkir menjalanipeÂmeriksaan sebagai saksi perkara suap Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN.
"Bila tidak kunjung datang juga, penyidik mempertimbangÂkan tindakan sesuai hukum acara pidana yang berlaku," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
Penyidik bisa melakukan jemput paksa. Saksi yang terus mangkir juga bisa dijerat pidana. Tuduhannya merintangi penyidiÂkan. "Ada ketentuan di Undang Undang Tipikor yang mengatur tentang upaya menghalangi peÂnyidikan," kata Febri.
Apa hubungan pasangan suaÂmi-istri itu dengan Taufik? Febri hanya menyebutkan, keduanya memiliki pengetahuan mengeÂnai tindak pidana yang diduga dilakukan Wakil Ketua Umum PAN itu.
Berdasarkan penelusuran, pasangan suami-istri itu pernahmencalonkan diri sebagai anggota DPR pada Pemilu 2014 lalu. Keduanya maju dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII (Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara). Sama seperti Taufik.
Taufik menjadi caleg PAN noÂmor urut 1. Rachmad nomor 3. Sedangkan istrinya, Handriyati nomor 6. Dalam dokumen identitas diri yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Handriyati menulis namasuaminya "Antok".
Nama itu ada kesamaan denÂgan orang disebut-sebut sebagai perantara suap kepada Taufik. Nama Antok terungkap dalam sidang perkara Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad.
Dalam kesaksiannya, Yahya menuturkan panjang lebar soal pemberian uang suap untuk orang pusat. Menurutnya, prakÂtik ini sudah berlangsung lama dan jadi rahasia umum.
Pejabat pusat membocorkaninformasi mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK) dan menawarkan kepada daerah. Jika daerah ingin mendapatnya, harus memberikan 'fee' sekian persen dari DAK yang bakal diterima.
Sebelum Yahya menjadi buÂpati, ia pernah menyetor uang Rp 1,5 miliar kepada Fraksi PKB DPR agar Kebumen dapat DAK. "Saya ketemu Cahyono, salah satu tenaga ahli di DPR RI. Setahu saya dari Fraksi PKB. Lalu kami dipertemukan dengan pejabat Departemen Keuangan (Depkeu) di Hotel Le Meridien Jakarta. Diberitahu akan ada dana turun dari pusat. Kami diminta Rp 1,5 miliar," ungkap Yahya.
Kabupaten Kebumen akhirnya mendapat DAK Rp 40 miliar. Yahya juga menyebut, penguÂsaha Khayub Muhammad Lutfi ikut mengusahakan anggaran dari pusat. Alhasil, Kebumen mendapat bantuan pusat menÂcapai Rp 109 miliar.
Yahya dan Khayub kemudian maju dalam calon bupati. Yahya menang. Ia melepas proyek jatahnya kepada Hojin Ansori. Dengan syarat, Hojin mengganti uang yang sudah dikeluarkan Yahya untuk mengurus DAK. Pada Desember 2015, Hojin mengganti Rp 3,03 miliar. Uang dikirim ke rekening PT Tradha, perusahaan milik Yahya.
Setelah jadi bupati, Yahya mencari dana dari pusat untuk memperbaiki jalan rusak di Kebumen. Ia meminta bantuan anggota DPR dari daerah pemiliÂhan Jateng VII: Taufik R Abdullah (PKB), Romahurmuzy (PPP), Bambang Soesatyo (Golkar), Amelia Anggraeni (Nasdem), Taufik Kurniawan (PAN), Darori Wonodipuro (Gerindra) dan Utut Adianto (PDIP).
Namun, hanya Taufik yang bersedia membantu. "Saat itu, Pak Taufik Kurniawan menawarÂkan ada dana proyek jalan DAK Perubahan (2016) senilai Rp 100 miliar. Namun dikatakannya, tidak gratis karena ada bagian untuk kawan-kawannya," ungÂkap Yahya.
Yahya tak langsung menerima tawaran itu. Taufik mendesak, jika Kebumen tak mau, akan dialihkan ke daerah lain. Yahya akhirnya tawaran itu dan meÂnyanggupi memberikan fee 5 persen atau Rp 5 miliar. Hojin disuruh mengumpulkan fee proyek dari kontraktor.
Pemkab Kebumen lalu membuat proposal kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Anggarannya disesuaikan dengantawaran Taufik: Rp 100 miliar. Proposal ini sempat diperlihatkan di persidangan.
Khayub, mantan rival Yahya protes karena tak kebagian jatah proyek DAK. Untuk meredam keributan, Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo mengajak Khayub menemui Yahya di pendopo bupati.
Yahya lalu menawarkan proyek DAK kepada Khayub. Namun ia harus membantu fee penguruÂsannya. Khayub menyanggupi. Proyek DAK akhirnya dibagi tiga: Khayub Rp 30 miliar, Hojin Rp 15 miliar, Muji Hartono alias Ebung Rp15 miliar, sisanya unÂtuk PT Tradha dan pihak lain.
Urusan bagi-bagi proyek beres, Yahya mulai menyerahkan fee untuk Taufik. Penyerahan fee dalam tiga termin. "Pertama sepÂertiga atau sekitar Rp 1,7 miliar. Seminggu kemudian minta lagi Rp 1,5 miliar," ungkap Yahya.
Uang diserahkan Adi Pandoyo kepada orang Taufik di Hotel Gumaya, Semarang. "Kami sudah komunikasi dengan Pak Taufik. Nama, tempat, nomor telepon. Orangnya namanya Antok. Setelah (terima uang) itu dia (Taufik) telepon saya, 'Uang sudah sampai'," tutur Yahya.
Rencananya, termin ketigadiserahkan Rp 1,48 miliar. Namun batal, karena KPK melakukan operasi tangkap tangan di Kebumen. Belakangan, KPK menetapkan Taufik sebagai tersangka suap pengurusan DAK untuk Kabupaten Kebumen. ***