Berita

Foto: Dok

Politik

Matahari Pancasila Di Langit Jakarta

Menonton Sinetron Politik Indonesia (bag.3)
MINGGU, 02 DESEMBER 2018 | 18:52 WIB | OLEH: ZAINAL BINTANG

PERHELATAN reuni “PA 212 hari ini, Minggu tanggal 2 Desember 2018, berlangsung dengan khidmat, aman dan damai. Sebuah peristiwa politik yang menolak artikulasi politik.

Siapakah yang mendapatkan kemenangan dari acara tersebut, jawabannya adalah Pancasila! Tanpa kesepakatan batiniah yang dialiri oleh nilai sakral Pancasila di dalam perasaan masing-masing stakeholder adalah sangat mustahil untuk menyaksikan acara di Monas dapat berjalan dengan damai.
Menurut informasi panitia dan laporan pandangan mata reporter media,  jumlah peserta mencapai delapan sampai sepuluh juta orang dari berbagai kota besar di luar Jakarta bahkan dari luar pulau Jawa.


Perhelatan masif itu berlangsung khidmat dan berjalan aman dan damai. Gelombang masa yang tumpah ke Jakarta dan bermuara di Monas telah berlangsung dua hari  sebelum puncak  acara. Mereka menetap di mesjid �" mesjid terdekat dan mendapat sambutan hangat dari warga ibukota di sekitar titik kumpul itu.

Matahari pagi di langit Jakarta di atas Monas bersinar menyebar senyum  ramah. Pancasila seakan melambai bersama siraman sinar matahari pagi menyapa peserta reuni yang sejak  puluhan jam sebelumnya  tidak pernah berhenti melantunkan doa dan shalawat nabi yang khusyuk, syahdu dan  penuh khidmat  disertai aroma religiusitas yang memukau.

Seperti diketahui perbedaan pilihan politik menjelang Pemilu 2019 yang sangat tajam menjadi sumber konflik horisontal dua kubu kontestan. Semangat keinginan berkuasa  sangat dominan. Nyaris meminggirkan  tata krama dan landasan etika berbangsa dan bernegara.

Lapangan Monas, yang dulu bernama Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) pernah menorehkan sejarah penting  di awal �" awal kemerdekaan. Hanya kurang lebih satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan di Lapangan Ikada berlangsung rapat raksasa  pada 19 September 1945. Bung  Karno  selaku  proklamator  dan presiden menyampaikan pidato singkat yang dihadiri ribuan pemuda pejuang dan rakyat bertujuan membulatkan tekad mengawal dan mengisi kemerdekaan.

Apa yang terjadi hari ini di Monas, yang dulu dikenal sebagai lapangan Gambir,  harus dimaknai sebagai langkah substansial menegaskan kesepakatan batin bangsa yang mengikatkan seluruh jiwa dan raga ke dalam nilai intrinsik yang terkandung di dalam kelima sila Pancasila.

Ancaman perpecahan yang setiap hari dikobarkan melalui berbagai forum politik merebak ke ruang publik menimbulkan keresahan.

Jelas ini adalah  sebuah tindakan pengerdilan nilai luhur bangsa yang secara sadar atau tidak (mungkin juga memang ada yang secara sadar) adalah perbuatan petualang politik yang berkedok Pancasila. Mereka berperilaku seakan - akan sangat Pancasilais.

Melakukan propaganda berkedok moralitas yang pada hakekatnya anti moralitas karena yang diciptakannya adalah serangkaian kegoncangan demi kegoncangan yang mencemaskan dan pada gilirannya akan melahirkan semangat yang sangt skeptis terhadap kesaktian Pancasila.
 
Tindakan inilah  sebenarnya yang patut disebut sebagai terror, atau radikalisme  terselubung dengan berlindung dibalik anjuran �" anjuran moralitas yang di dalam praktiknya adalah anti moralitas.
 
Jika kita bersepakat maka sesungguhnya ancama nyata terhadap keutuhan bangsa ini justru terdapat di dalam anjuran dan seruan persatuan yang dikhotbahkan siang malam melalui jalur demokrasi palsu yang dibungkus rapi  dengan  regulasi �" regulasi demokrastis yang artifisial.

Maka apa yang terjadi hari ini di Monas, sesungguhnya harus dilihat sebagai peringatan besar dan peringatan keras kepada seluruh rakyat. Mereka  jangan mau terperangkap di dalam propaganda demokrasi semu yang sesungguhnya terbungkus rapi di dalam kemasan tipu muslihat; sebuah rencana pembunuhan tanpa jejak oleh tangan tidak terlihat. Pembunuhan terhadap ketangguhan  persatuan bangsa dengan cara melumpuhkan Pancasila sebagai perekat utama persatuan dan kesatuan itu.

Bangsa besar ini hanya dapat dikalahkan jika Pancasila dipisahkan dari dirinya. Dan upaya panjang untuk melumpuhkan Pancasila sebenarnya sangat jelas dapat kita temukan dan baca di dalam berbagai jejak sejarah hitam upaya bangsa asing bersama kompradornya.
 
Bangsa asing itu bersama kaki tangannya di dalam negeri yang notabene adalah anak negeri ini juga - mau merebut negeri yang sangat kaya raya ini sebagai sumber potensi penjamin kelangsung hidup masyarakat dunia untuk jangka panjang dalam bentuk sumber daya alam yang berlimpah (pertanian, tambang dan hasil laut).
Lihatlah, jika kita renungkan sesungguhnya upaya pelemahan secara  sistemik terhadap bangsa ini sudah lama berlangsung.

Sejumlah pergolakan dalam negeri yang tercatat dalam sejarah dapat jadi bukti. Pada saat yang sama di dalam bukti sejarah itu juga kita dapat menemukan fakta bahwa adalah karena Pancasila maka negara dan bangsa ini masih dapat survive  sampai hari ini.

Oleh karena itu, perhelatan reuni “PA212” hari ini harusnya dapat disepakati sebagai sebuah upaya semua elemen bangsa untuk menyatakan diri ;  tidak akan pernah mau menyerah kepada segala daya upaya pihak asing atau kaki tangannya untuk mebelokkan Pancasila.

Jangan hendaknya ada yang berfikir ini gerakan umat Islam semata. Faktanya, semua elemen bangsa dan lintas agama ikut serta dalam perhelatan akbar yang sangat fantastis dan masif  itu. Yang jelas ini adalah parade kekuatan rakyat - yang merasa untuk itu mereka - tidak butuh  menggunakan gedung mereka yang mentereng di Senayan.

Perhelatan yang dibuat secara spontan dengan persiapan waktu yang sangat pendek itu , pada akhirnya  dapat terlaksana tanpa turut campurnya tangan negara, dalam arti faslitias dan pendanaan.

Satu �" satunya keterlibaan  negara yang nyata dan patut diacungi jempol adalah kolaborasi aparat keamanan TNI dan Polri telah berjasa memberikan rasa aman dan kenyamanan sampai selesai  pesta rakyat yang dikelola sendiri oleh rakyat itu secara swadaya dan bersemangat. Netralitas TNI �" Polri adalah sebuah kabar gembira yang konstruktif  berkontribusi besar terhadap demokrasi.

Melalui peristiwa kolosal di Monas hari ini, diharapkan dapat menjadi titik awal untuk  menata kembali pentingnya nilai luhur Pancasila menjadi acuan semua pihak di dalam berkompetisi politik.  Gunanya adalah untuk  mendorong porses demokratisasi ke depan agar dapat  melahirkan sebuah perhelatan Pemilu yang menggembirakan, menyatukan dan saling menguatkan. Semua pihak harus menyadari hal ini. Indonesia sedang bergegas! [***]

Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya

Populer

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Alvin Lim Protes Izin Galangan Kapal Panji Gumilang

Sabtu, 11 Mei 2024 | 15:56

KPK Juga Usut Dugaan Korupsi di Telkom Terkait Pengadaan Perangkat Keras Samsung Galaxy

Rabu, 15 Mei 2024 | 13:09

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Bey Machmudin Ogah Dipinang Demokrat Maju Pilgub Jabar

Rabu, 15 Mei 2024 | 02:41

UPDATE

Rupiah Tertekan ke Level Rp15.985 per Dolar AS

Jumat, 17 Mei 2024 | 12:08

Makan Siang Gratis Didorong Jadi Social Movement

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:44

Adik Kim Jong Un Bantah Ada Transaksi Senjata dengan Rusia

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:40

Kementerian Baru Harus Akomodir Kebutuhan Anak Muda

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:30

Penertiban NIK Jangan Sampai Ganggu Hak Nyoblos Warga

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:29

Kapal Pembawa Pasokan Senjata Israel Dilarang Berlabuh di Spanyol

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:24

Prabowo Mesti Coret Nadiem Makarim dari Daftar Menteri

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:20

Rumah Mewah Bak Istana Tersangka Korupsi Timah Disita

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:18

Stafsus BKPM Soroti Ketidakadilan Kerja Sama Antarnegara

Jumat, 17 Mei 2024 | 11:03

Tokoh Masyarakat Jagokan Dailami Maju Pilgub Jakarta

Jumat, 17 Mei 2024 | 10:51

Selengkapnya