Berita

Ilustrasi/RM

Publika

Kebijakan Genderuwo Oleh Kementerian Sontoloyo

SENIN, 19 NOVEMBER 2018 | 15:11 WIB | OLEH: SYAFRIL SJOFYAN

KEPUTUSAN Kemenko Perekonomian bisa dikatakan sebagai Kebijakan Genderuwo yang menakutkan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bertampang asing 100 persen sebanyak 54 cabang industri yang dipopulerkan dengan nama Paket XVI, sepertinya sebelumnya banyaknya paket paketan ekonomi tersebut tidak dirasakan secara signifikan oleh geliat ekonomi, usaha dikelukan semakin susah, muncul lagi paket 16 yang menakutkan.

Setelah dihajar dari segala jurus oleh banyak kalangan, paket genderuwo bertampang asing 100 persen (boleh dimiliki sepenuhnya oleh pemodal asing), dalam waktu 2 x 24 jam dirubah dari 54 jenis usaha UKM yang akan diserahkan kepada PMA diciutkan menjadi 28.

Paket 16 bertampang asing yang menjadi genderuwo bagi UMKM ekonomi rakyat tersebut, semestinya dan seharusnya tidak perlu ada.

Artinya pemerintah yang diwakili Kemenko Perekonomian benar-benar menjadi sontoloyo jika memberikan bisnis UKM tersebut kepada PMA, contoh usaha bank dan lab. jaringan, jika diserahkan kepada asing untuk menguasai seluruh plasma nuftah/sumber daya hayati secara bebas ini genderuwo yang amat menakutkan, padahal disitu letak kekayaan bangsa kita, sementara Gene Bank di negara manapun diproteksi oleh negara.

Sudahlah Pak Jokowi, jangan dibiarkan keputusan kementerian menjadi genderuwo bagi rakyat yang hanya mampu bergerak di bidang UKM, karena tidak mampu bersaing dengan modal kuat, karena kebijakan ekonomi gelas anggur kata Rizal Ramli, ibarat batang gelas kecil, kredit hanya tercecer sedikit bagi puluhan jutaan UKM. Sekarang dirampas lagi dan diserahkan kepada asing, kok senang banget menakut nakuti rakyat kecil.

Jangankan dikurangi dari 54 menjadi 28 jenis usaha, satupun tidak seharusnya diserahkan, sekedar pak Presiden tahu, sewaktu hantaman krisis moneter 1998, UMKM yang dikelola rakyat secara mandiri yang bertahan dan menjadi benteng pertahanan ekonomi.

Astagfirullah, benteng kok diserahkan kepada asing, inga inga pesan bapak Proklamasi Soekarno. [***]

Penulis adalah pengamat kebijakan publik, aktivis pergerakan 77-78.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya