REUTERS yang berbasis di London, Inggris, dan NBC yang berbasis di New York, Amerika Serikat, secara bersama-sama mengangkat berita bahwa Presiden Donald Trump sedang meminta aparat hukum di negara Paman Syam untuk mencari landasan yuridis yang bisa digunakan untuk mengekstradisi Fethullah Gulen ke negara asalnya Turki.
Langkah yang diambil Gedung Putih ini menjadi menarik bagi media, karena permintaan ekstradisi Gulen oleh Erdogan sementara ini selalu ditolak Amerika.
Permintaan Erdogan ini dilandasi oleh tuduhan bahwa ulama sepuh yang sudah bermukim di Pennsylvania, Amerika sejak tahun 1999 ini, mendalangi Kudeta yang dilakukan Tentara Turki pada tahun 2016. Sementara ini, Amerika menolak karena permintaan Turki tidak dilengkapi dengan bukti-bukti meyakin.
Media berspikulasi kemungkinan Trump akan membarter Gulen dengan imbalan berkurangnya atau bahkan penghentian tekanan Erdogan kepada Kerajaan Saudi Arabia, yang telah mengakui pembunuhan wartawan senior berkebangsaan Saudi Jamal Khashoggi yang bermukim di Amerika, di Konsulatnya di Istambul.
Erdogan yang kini menjadi seorang pemimpin yang paling populer di Timur Tengah dan Dunia Islam, tambah bersinar bintangnya dan menjadi tumpuan masyarakat internasional untuk penyingkap kasus ini secara tuntas yang terus berusaha di tutup-tutupi oleh penguasa Saudi.
Erdogan yang didukung oleh bukti-bukti kuat yang tak terbantahkan, sudah menyebut bahwa pembunuhan Khashoggi direncanakan, dan diperintah oleh jajaran tertinggi Kerajaan. Akan tetapi ia menambahkan bahwa ia tidak yakin Raja Salman pemimpin de jure Saudi terlibat. Karena itu publik berspikulasi telunjuk Erdogan mengarah ke Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS) yang menjadi pemimpin de facto Kerajaan.
Dekatnya hubungan Trump dan keluarganya dengan MBS, ditambah kepentingan ekonomi dan politik Amerika dengan Kerajaan Saudi Arabia serta Timur Tengah secara keseluruhan, membuatnya ragu untuk bertindak sejak awal, dan selalu berusaha melindungi MBS dari tekanan publik.
Apabila rencana mengekstradisi Gulen berjalan lancar, maka bola panas kematian Khashoggi yang saat ini menggelinding di sisi MBS, akan berpindah akan berpindah ke sisi Erdogan. Sat itu publik akan menilai, apakah kegigihannya selama ini menyingkap kasus Khashoggi dilatarbelakangi motif politik atas persaingan dua negara besar Turki dan Saudi yang berlangsung sejak lama, atau motif kemanusiaan dan penegakkan hukum yang adil?
Lebih jauh lagi, publik akan menilai bagaimana Erdogan memperlakukan lawan politiknya? Sudah menjadi pemahaman umum, kebanyakan pemimpin Timur Tengah tidak lulus dalam ujian seperti ini. Godaan untuk menggunakan kekuasaan secara semena-mena (abuse of power) sering kali tak bisa dihindari.
Semoga Erdogan berbeda dengan kebanyakan pemimpin Timur Tengah, dan ia lulus sebagai pemimpin sejati, sebagaimana diidolakan generasi milenial di Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.
[***]*Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC).