Berita

Foto: Net

Dunia

Kisah Pasukan Penelan Kematian Kembali Dibicarakan

SELASA, 13 NOVEMBER 2018 | 07:30 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Kerajaan Maroko memainkan peranan yang cukup signifikan dalam Perang Dunia Pertama yang berlangsung antara 1914 dan 1918.

Setidaknya, 40 ribu tentara Kerajaan Maroko dikerahkan di garis depan bersama tentara Prancis. Di masa itu, Maroko berada di bawah perlindungan Prancis setelah Perjanjian Fez 1912.  

Peranan Maroko dalam Perang Dunia Pertama yang kerap disebut sebagai perang untuk mengakhiri semua perang (War to End All Wars) ini kembali dibicarakan mengiringi peringatan 100 tahun perjanjian gencatan senjata atau Armistice.

Armistice yang ditandatangani pada 11 November 1918 merupakan salah satu babak penting menuju berakhirnya Perang Dunia Pertama yang secara resmi baru terjadi pada 1919 dengan ditandatanganinya Perjanjian Versailles.

Dua hari menjelang peringatan 100 tahun Armistice, Jumat lalu (9/11) Universitas Muhammad V di rabat menggelar simposium mengenai peranan Maroko dalam perang yang juga disebut sebagai perang besar (Great War) itu.

Seperti dikutip dari SahabatMaroko.com, ilmuwan politik dari Universitas Muhammad V, Hassan Aourid, mengatakan, awalnya Prancis meragukan kemampuan tentara Maroko di medan perang. Mereka menilai tentara Maroko tidak memadai untuk menghadapi keganasan pasukan Jerman.

Namun pandangan ini berubah setelah salah seorang petinggi Angkatan Darat Prancis ketika itu, Jenderal Hubert Lyautey, menempatkan tentara Maroko di garis depan.

Tentara Maroko membuktikan kemampuan mereka menghadapi musuh. Sedemikian besar determinasi tentara Maroko, hingga di kalangan tentara Jerman mereka disebut sebagai “penelan kematian” atau hirondelles de la mort.

Panelis lain dalam simposium itu, T. Jeremy Gunn dari International University  Rabat dan Alexander Wilson dari King’s College London, menjelaskan bahwa walaupun telah berlalu 100 tahun, namun peninggalan Perang Dunia Pertama masih berperan dalam percaturan politik dunia.

Gunn menyoroti paham idealisme Presiden AS Woodrow Wilson yang mendorong perdamaian seluruh dunia dan pembentukan Liga Bangsa Bangsa yang kemudian menjelma menjadi Tata Dunia Baru.

Idealisme Wilson, sebut Gunn, adalah kebalikan dari paham nasionalisme, dan menginspirasi pendirian lembaga-lembaga resolusi konflik.

Berbeda dengan nasionalisme yang merupakan bahan baku utama peperangan, idealisme Wilsonian menawarkan perdamaian dan dialog. [dem]

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

UPDATE

Kebijakan Bahlil Ugal-ugalan Bikin Susah Rakyat

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:27

Bahlil Dampingi Prabowo Bertemu JK di Istana

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:23

Legislator PKB Bingung Bulog DKI Mau Serap Ribuan Ton Beras

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:13

BPH Curhat soal Dana Rp50 Miliar Masih Nyangkut di Kemenag

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:02

Dewan Kebon Sirih Apresiasi Bantuan Modal UMKM Buat Program MBG

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:51

Kompromi Trump Basa-Basi, Dolar AS Masih di Atas Rp16.300

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:50

Pengecer Bisa Jual LPG 3 Kg, Eddy Soeparno: Prabowo Mendengar Aspirasi Masyarakat

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:47

Ferry Juliantono Dorong Alumni Fresh Unpad Buktikan Ilmu ke Rakyat

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:45

UU BUMN Sah, DPR: Penunjukan Direksi Tetap Domain Kementerian BUMN

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:29

Tidak Mau Disalahkan, Bapanas Sebut Kebijakan Impor Daging Ranah Kementan

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:28

Selengkapnya