Berita

Muhammad Najib (kiri)/RMOL

Politik

Merindukan Demokrasi Yang Bermutu

RABU, 07 NOVEMBER 2018 | 14:10 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

TULISAN Bung Fachri di Kompas (7 November 2018) berjudul Habibie dan Demokratisasi di Indonesia sangat menarik dan sangat penting khusunya bagi para politisi yang masih memegang jabatan saat ini, agar memahami secara mendalam apa sebenarnya yang terjadi saat ini, dan bagaimana nasib demokrasi kita ke depan.

Bung Fachri memulai tulisannya dengan mengutip wawancara yang dilakukan oleh Sergio Blitar dan Abraham F. Lowenthal dalam bukunya Democratic Transition Conversation with World Leaders (2015).

Alhamdulillah saya sudah membaca buku ini yang saya peroleh dalam bentuk e-book. Buku ini cukup mewarnai disertasi saya yang membahas masalah reformasi sebagai proses transisi demokrasi di Indonesia.


Banyak hal menarik yang dibahas atau diungkap dalam tulisan Bung Fachri kali ini, khususnya di saat para politisi yang mendominasi panggung politik saat ini, seperti miskin narasi dalam mengungkapkan gagasan-gagasan politiknya, sehingga tidak nampak gagasan besar yang ingin diperjuangkannya. Atau mungkin saja sebagian dari mereka memang tidak memiliki gagasan, apalagi gagasan besar dalam membangun bangsa dan negara ke depan.

Sosok Habibie menjadi semakin penting dan terasa besar jasanya walau hanya berkuasa dalam waktu yang relatif singkat, setelah muncul berbagai sosok yang menggantikannya sebagai Presiden RI.

Habibie adalah sosok demokrat sejati, kalau dilihat dari apa yang ia katakan, apa yang pikirkan, dan apa yang ia lakukan, betul-betul searah dan sebangun. Dengan istilah yang lebih lugas: satu kata dengan perbuatan. Bagi para politisi kebanyakan mungkin saja ia dinilai naif. Bahkan tidak sedikit yang mengolok-olok.

Mungkin alasan inilah yang menyebabkan Soeharto keberatan/ragu untuk menyerahkan tongkat estafeta kepadanya. Dan karena keraguan ini juga yang menyebabkan Habibie tersinggung, sehingga membuatnya berani dan marah terhadap mentornya untuk pertama kali.

Penjelasan Bung Fachri mengenai Habibie yang tidak pernah bermimpi menjadi seorang mentri apalagi presiden, kecuali ingin membangun industri pesawat terbang di Indonesia, menjelaskan peristiwa di atas yang mewarnai saat-saat genting transisi kekuasaan.

Habibie menurut saya bukan saja tidak berminat terhadap dunia politik akan tetapi ia juga tidak memiliki pengalaman yang memadai sebagai aktivis politik, meskipun sempat ditempatkan di beberapa posisi penting di jajaran tinggi Golkar.

Akan tetapi di sisi lain disinilah kelebihannya, ia tidak berpikir membangun dinasti politik, mengumpulkan uang, dan menyalahgunakan jabatannya demi melanggengkan kekuasaan. Mungkin saja Bung Fachri bermaksud menyindir para politisi kebanyakan dengan cara mengangkat masalah ini dalam tulisannya.

Lebih dari itu, para petinggi politik pejuang reformasi yang dulu menentang Orde Baru, mengkritiknya dengan sangat keras dan tajam terhadap penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang diidapnya, saat ini malah seolah berlomba mempraktikkannya, bahkan dengan cara yang ugal-ugalan.

Karena itulah sosok Habibie menjadi istimewa bila dilihat dari sisi besarnya gagasan yang dimilikinya, semangatnya untuk mewujudkan, dan keikhlasannya yang tanpa pamrih. Sayang ia hadir di saat yang tidak tepat dan dalam proses yang tidak tepat pula.

Di satu sisi ia dianggap perpanjangan atau kelanjutan Orde Baru, di sisi lain ia tidak mendapat restu Soeharto. Pesan Soeharto kepada Wiranto untuk melakukan segala hal yang mungkin, bila terjadi sesuatu yang membahayakan negara, sebagaimana ditulis Fachri sebagai indikasi kuat bahwa Soeharto sebenarnya lebih memilih Wiranto.

Marcus Mietzner dari ANU Australia, dalam disertasi doktornya berjudul Military Politics, Islam and the State in Indonesia: From Turbulent Transition to Democratic Consolidation menjelaskan secara ilmiah masalah yang dihadapi Habibie pada waktu itu, sulitnya melihat kawan dan lawan. Mengingat proses transisi yang terjadi penuh kompromi diantara kekuatan politik lama dengan kekuatan politik baru, termasuk militer di dalamnya.

Dengan bahasa yang lebih lugas, bila ia tidak pandai mengendalikan kekuasaan dan berselancar diantara semua kekuatan, maka ia bisa terpelanting setiap saat. Faktanya ia berhasil mengakhiri kekuasaan dengan khunul khatimah.

Mungkin saja di mata para politisi ia dianggap lugu atau politisi yang naif, akan tetapi di mata saya beliau adalah politisi par excellence yang amat langka kita temukan saat ini. [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif CDCC ( Center for Dialogue and Cooperation among Civilization)

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya