Berita

Lion Air/Net

Dahlan Iskan

Setelah Dikagumi Karena Berkembang Meroket

KAMIS, 01 NOVEMBER 2018 | 05:03 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SAYA ikut penasaran: Apa penyebab jatuhnya pesawat Lion itu. Kok terhempas begitu saja ke laut. Di utara Karawang Senin lalu itu.

Tapi biarlah para ahli yang menganalisa.

Kita sulit menyalahkan pesawat: Pesawatnya baru.


Sulit menyalahkan pengamanan bandara: Tidak ada indikasi teroris. Sulit menyalahkan petugas darat: Tidak ada indikasi kelebihan beban. Kelebihan jumlah penumpang. Atau kelebihan  bagasi.

Sulit menyalahkan pilot: Tidak ada indikasi narkoba. Atau kurang istirahat. Atau bunuh diri karena putus asa.

Mungkin ini sebuah sunatullah manajemen: Ketika sebuah perusahaan berkembang begitu pesatnya. Tumbuh begitu meroketnya.

Semua pengusaha kagum pada Lion. Yang baru dapat ijin operasi tahun 2000.

Dalam 18 tahun begitu hebatnya: Mengalahkan semua perusahaan penerbangan Indonesia. Pun mengalahkan Garuda yang milik negara.

Bahkan sudah mengembangkan diri ke luar negeri: Malaysia, Thailand, dan India. Kabarnya sedang siap-siap bikin Lion di Nigeria.

Sudah pula mengembangkan rute internasional.

Yang juga fenomenal adalah: Pertambahan armada pesawatnya. Begitu fantastisnya: Membeli pesawat seperti membeli sepeda motor.

Tahun 2011 membeli 275 Boeing 737. Hanya dalam satu kontrak. Sampai disaksikan Presiden Amerika, Barack Obama.

Membeli Airbus 320 pun dalam jumlah ratusan. Demikian juga saat membeli pesawat berbaling-baling ATR 70. Jumlahnya serba fantastis.

Lionlah pembeli terbesar kedua Boeing. Perusahaan Indonesia ini.

Seperti tidak mikir uang. Padahal pendapatannya rupiah. Harus bayar dalam dolar. Saya sulit membayangkan betapa besar kenaikan pembayaran Lion: Saat rupiah terus melemah begini.

Dari segi pengembangan bisnis selalu saja mengagumkan.

Padahal, saat Lion memulai, Anda mungkin sudah lupa: Hanya menggunakan lima pesawat sewaan dari Russia: Yakovlev Yak 42D. Saya belum sempat merasakan naik pesawat jenis itu. Lion sudah langsung tancap gas: Masuk era Boeing 737.

Bagaimana di sisi pengembangan manajemennya? Bisakah mengimbanginya?

Pengembangan manajemen sepenuhnya 'masalah pengembangan manusia'.

Manusia sering sulit dibentuk secepat membentuk boneka.

Misalnya, bagaimana cara cepat mengatasi kekurangan pilotnya. Bagaimana dengan kilat menyiapkan tim pemeliharaannya. Bagaimana percepatan sistem pendidikan dan latihannya. Apalagi pesawat yang dibeli selalu baru. Termasuk baru bidang teknologinya. Dan bagaimana mengontrol ketepatan jadwalnya.

Semua bermuara di manusia. Di problem manajemen itu.

Kalau saja Lion perusahaan rokok mungkin tidak terlalu besar resikonya. Tapi Lion itu perusahaan penerbangan: Keselamatan penumpang jadi taruhannya.

Itulah sebabnya di sebuah perusahaan penerbangan susunan direksinya berbeda. Harus ada direktur bidang keselamatan. Memang hak sepenuhnya pemegang saham untuk menunjuk seorang direktur. Tapi di perusahaan penerbangan direktur keselamatan harus disetujui pemerintah. Dalam hal ini dirjen perhubungan udara. Pemegang saham tidak boleh mengangkat sembarang orang. Harus yang memenuhi begitu banyak kreteria. Yang ditetapkan pemerintah.

Pemerintah harus menolak calon direksi yang tidak memenuhi syarat. Izin penerbangan tidak bisa diberikan kalau direktur keselamatannya tidak memenuhi syarat.

Perusahaan penerbangan sama dengan bank. Yang harus punya direktur bidang risiko. Yang komisarisnya harus sepersetujuan OJK.

Semua perusahaan boleh berkembang pesat. Tapi untuk penerbangan perkembangan  tidak sebebas perusahaan lain.

Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat ini: Pelatihan terus menerus diperlukan untuk teknologi cockpit yang juga terus berubah.

Lion ditakdirkan serba fenomenal: Pertumbuhan bisnisnya, keparahan keterlambatan jadwalnya dan kini jumlah kecelakaannya. [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya