PADA setiap kisah selalu ada pihak yang ditokohkan sebagai tokoh baik mau pun tokoh buruk. Misalnya dalam kisah Ramayana versi India, Rama tokoh baik sementara Rahwana adalah tokoh buruk.
Pada Ramayana versi Srilanka sebaliknya. Di dalam Mahabharata, tokoh baik adalah Pandawa sementara tokoh buruk adalah Kurawa.
Pada Perang Dunia II, pihak yang menang menetapkan bahwa tokoh yang baik adalah sekutu Amerika Serikat-Inggeris-Prancis-Rusia sementara tokoh yang buruk adalah sekutu Jerman-Italia-Jepang. Andai kata Jerman-Italia-Jepang yang menang, langsung AS-Inggeris-Prancis-Rusia menjadi tokoh buruk.
IndonesiaDi panggung pergelaran politik Indonesia Orde Baru tokoh baik-buruk ditentukan oleh resim penguasa. Pada masa Orde Reformasi tokoh baik-buruk ditentukan oleh para pendukung. Si Badu ditetapkan sebagai tokoh baik oleh para pendukungnya sementara lawan si Badu dengan sendirinya sertamerta terpaksa harus menjadi tokoh buruk.
Akibat semangat dukung-mendukung berlebihan timbul gejala pemberhalaan di mana tokoh yang didukung diberhalakan seolah dewata atau malaikat sementara tokoh yang tidak didukung seolah dendawa atau iblis.
Akibat pemberhalaan timbul dogmatisasi bahwa tokoh yang didukung pasti tidak-bisa-tidak hukumnya wajib harus mulia, luhur budi pekerti pendek kata sempurna baik sementara tokoh yang tidak didukung serta merta hukumnya wajib tidak-bisa-tidak niscaya bengis, bedebah, jahat, jahanam, pendek kata sempurna buruk. Pemberhalaan juga terjadi di panggung politik.
ParanoidPemberhalaan tokoh politik mirip pemberhalaan tim sepakbola. Secara dogmatis membabibutatuli para pendukung menjadikan para tokoh yang diberhalakan dilarang keras dikritik. Para anggota tokoh politik fans-club menjadi hipersensitif bahkan paranoid terhadap kritik sehingga tidak segan menghalalkan segala cara demi menolak bahkan membasmi kritik.
Demi hermetis melindungi sang tokoh yang diberhalakan sebagai mahasempurna dari kritik, diciptakanlah beraneka alasan untuk membunuh karakter mereka yang berani mengkritik tokoh yang diberhalakan mulai dari goblok, sontoloyo, pembuat hoax, orator kebencian, pencemar nama baik, pemberontak, radikalis sampai makar.
Mesin WaktuPemberhalaan politik dogmatis rawe-rawe-rantas-malang-malang-putung menimbulkan gejala perilaku hadang-menghadang, cekal-mencekal, bungkam-membungkam sampai lapor-melapor ke polisi demi hermetis dan holistik melindungi sang tokoh yang diberhalakan jangan sampai tersentuh kritik.
Sikap represif merusak sukma demokrasi sehingga suasana Orde Reformasi menjadi kembali sama dan sebangun dengan suasana Orde Baru. Seolah sebuah mesin waktu memutar balik gerak jarum jam sehingga jamanow kembali ke jamanout, masa kini kembali ke masa lalu sebelum Mei 1998.
[***]
Penulis adalah pembelajar gejala psikososiopolitik Nusantara jamanow