SELAMA dua hari (26-27 Oktober) sejumlah tokoh agama diantaranya: Islam,
Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu, berkumpul di Jakarta
untuk membicarakan masalah hutan tropis di Indonesia.
Tiap-tiap kelompok agama memaparkan program dan pengalamannya yang
sangat beragam terkait dengan kepedulian terhadap pentingnya menjaga dan
merawat lingkungan hidup, khususnya yang berhubungan dengan pelestarian
hutan.
Sebagian besar masih menitik beratkan
kegiatannya pada aspek edukasi dan membangun kesadaran pentingnya
kepedulian terhadap lingkungan hidup. Hanya sedikit yang sampai pada
langkah advokasi yang berhubungan dengan hutan tropis seperti yang
dilakukan oleh Muhammadiyah dan NU.
Dibanding
dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang bergerak dalam
masalah ini seperti: Belantara, Bidara, WWF, AMAN, dan Hutan itu
Indonesia (HII) yang juga memberikan pemaparan di tempat yang sama,
ormas-ormas keagamaan nampak tertinggal.
LSM
mampu menyusun program yang diikuti dengan berbagai bentuk aksi
lapangan untuk mencegah meluasnya kerusakan hutan sekaligus bagaimana
mengembalikan hutan beserta habitatnya sebagaimana keadaan nya semula.
Dengan kata lain, bentuk kegiatannya menitik beratkan pada aspek
advokasi.
Walaupun memiliki kelebihan, akan tetapi LSM-LSM ini
juga memiliki kelemahan antara lain: Pertama, sekala gerakan nya kecil.
Kedua, kegiatannya bersifat lokal. Ketiga, usia organisasinya masih
relatif muda. Keempat, penggeraknya bukan tokoh yang dikenal publik.
Di
sisi lain, ormas-ormas keagamaan memiliki kelebihan, di antaranya:
Pertama, Memiliki jaringan organisasi yang luas dan memiliki sekala
nasional dari pusat, provinsi, sampai kabupaten/kota, bahkan sampai ke
desa-desa. Kedua, berusia tua bahkan ada yang berusia lebih dari seratus
tahun. Ketiga, dipimpin oleh tokoh-tokoh berpengaruh dan memiliki nama
besar.
Dalam forum ini muncul gagasan kolaborasi diantara
dua kelompok sebagai upaya meningkatkan kemampuannya dalam menyelamatkan
hutan tropis di Indonesia. Upaya ini mendapatkan dukungan dari sejumlah
tokoh dan lembaga internasional, mengingat besarnya peran hutan tropis
di Indonesia bagi masyarakat global, sehingga sering diibaratkan sebagai
paru-paru dunia.
Di antara tokoh-tokoh
internasional yang hadir antara lain: Bishop Gunnar Stalsett asal
Norwegia dan Dr. Kyoichi Sugino asal Jepang yang kini aktif di Religions for Peace, Dr. Charles Ian McNeil mewakili United Nation for Environmental Program
(UNEF), Fletcher Harper asal New York dan Nana Firman aktifis
perempuan asal Indonesia yang kini bermukim di Los Angeles mewakili Green Faith, Elna Bastiansen mewakili Reinforest Foundation Norway.
Kegiatan
yang dibuka oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan di Rumah Rakyat Kompleks MPR,
DPR, dan DPD yang diinisiasi oleh CDCC dan Siaga Bumi ini dapat
berlangsung lancar berkata dukungan MPR dan Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, serta Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai Ketua CDCC.
Agenda
besar rencana kolaborasi mereka tentu akan lebih dahsyat lagi bila
mendapat dukungan para pengusaha khususnya yang bergerak di lingkungan
dan wilayah perkebunan dan kehutanan untuk membuat Indonesia lebih hijau
ke depan.
[***]