Universitas Gajah Mada (UGM) pekan ini menjadi sorotan setelah mencbaut izin seminar kebangsaan. Seminar kebangsaan itu sejatinya digelar pada Jumat (12/10) di Fakultas Peternakan UGM. Seminar rencananya akan diisi oleh dua eks menteri kabinet, yakni Sudirman Said dan Ferry Mursyidan Baldan.
Seminar itu sebelumnya sudah memiliki izin dari rektorat. Namun, ketua panitia Jibril Abdul Azis megklaim bahwa secara tiba-tiba, izin dicabut dengan alasan keamanan. Bukan hanya itu, kabar yang beredar bahkan ada ancaman Drop Out atau DO.
Dewan Pakar ICMI Pusat Anton T Digdoyo menilai bahwa larangan semacam itu mengada-ada.
"UGM tidak pernah ada masalah dengan kajian ilmiah. UGM tidak pernah ada masalah dengan kajian ilmiah. Apalagi hingga ada ancaman DO," kata Anton dalam keterangan kepada redaksi (Sabtu, 13/10).
Anton justru mempertanyakan, bahwa apakah mungkin ada tuduhan seminar itu membawa misi kampanye terselubung.
"Kajian ilmiah itu bukan kampanye. Dan kampus punya hak otoritas penuh dalam hal kebebasan akademis, termasuk masalah politik bebas dikaji di dalam kampus," jelasnya.
Anton yang juga merupakan mantan Sekretaris Pribadi Presiden Soeharto itu justru mengingatkan bahwa rektor tidak boleh mengatakan bahwa calon petahana Joko Widodo bebas masuk ke kampus mana saja. Dia menilai bahwa hal semacam itu adalah pemahaman yang keliru.
"Petahana begitu menjadi capres juga wajib tunduk pada UU Pemilu dan aturan-aturan lain tentang pemilu," jelasnya.
Karena itu, sambungnya, idealnya, presiden yang kembali maju sebagai calon presiden harus non aktif.
"Karena non aktif maka petaha harus membedakan kegiatan kampanye dan kenegaraan," sambungnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa kegiatan kenegaraan diatur protokoler sekretariat negara. Sementara itu, kegiatan kampanye diatur oleh konstituen dan bukan Sekneg.
"Itulah amanat UUD 1945 tentang supremasi hukum, kepastian hukum dan kesamaan perlakuan hukum tanpa kecuali," sambung Anton.
"Equality before the law," demikian Anton.
[mel]