Kabar hoax (bohong) benar-benar merajalela di awal masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Tidak hanya ‘perang’ antar para pendukung calon presiden (capres), bahkan bencana alam pun tidak luput dari sasaran hoax.
Ironisnya, hoax itu dilakukan secara terbuka seperti kasus 'penganiayaan' mantan salah satu tim sukses salah satu capres, Ratna Sarumpaet.
"Kita harus bisa lebih cermat dalam menerima informasi, sehingga tidak dengan mudah percaya begitu saja. Analoginya seperti orang yang terkena berbagai macam kuman dan bakteri, maka orang itu harus memperkuat daya tahan tubuh. Begitu juga dengan hoax, semakin sering mendapat hoax maka kita juga harus meningkatkan daya tahan dan pikiran terhadap hoax," ujar aktivis media sosial dan blogger, Enda Nasution di Jakarta, Jumat (11/10).
Menurutnya, dengan maraknya
hoax, masyarakat akan sangat dirugikan karena waktu dan energi yang habis untuk membahas sesuatu yang tidak perlu.
"Masyarakat juga kehilangan kepercayaan. Dan yang ditakutkan malah dengan adanya
hoax tersebut justru menimbulkan perpecahan di antara kita,†kata pria berjulukan Bapak Blogger Indonesia ini.
Untuk menghentikan
hoax, lanjut Enda, harus ada dorongan dari diri masing-masing masyarakat. Karena manusia itu secara sadar mengerti bahwa informasi yang beredar terutama di sosial media itu tidak bisa langsung dipercaya 100 persen.
Ia curiga ada kelompok yang ingin memperkeruh keadaan dan mendeskreditkan pemerintah dengan menyebar hoax bencana alam.
"
Hoax-hoax ini kalau dibiarkan akan membuat masyarakat kita menjadi carut marut, ujarnya.
Lebih lanjut Enda mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya berita begitu saja informasi apapun, serta mengedepankan verifikasi dan tidak mudah menyebarkan
hoax. Pasalnya, dengan makin sadar baik tingkat kesadaran literasi digital masyarakat, maka akan tahu terhadap berbagai jenis informasi yang beredar.
"Dengan begitu masyarakat bisa tahu dan makin sensitif terhadap hoax. Misalnya, kalau terlalu tendensius, terlalu sensasionalm atau terlalu too good to be true maka kemungkinan besar itu
hoax. Oleh karena itu biasakan untuk mendapatkan sumber informasi dari beberapa sumber sebelum kita bisa memastikan apakah informasi tersebut benar, akurat dan berdasarkan fakta atau tidak," kata alumni Teknik Sipil ITB ini.
Menurutnya pula, perlu adanya peran pemerintah dan aparat penegak hukum menyikapi hoax yang muncul di media sosial. Pemerintah dan aparat penegak hukum dinilai mempunyai otoritas dan tanggung jawab lebih untuk memberikan verifikasi terhadap
hoax.
"Selain masyarakat itu sendiri yang melakukan klarifikasi sehingga hari-hari kita benar-benar bebas dari hoax atau
hoax free day," imbuhnya.
Enda mengaku mendukung penuh kampanye
Hoax Free Day yang dapat juga dilakukan oleh berbagai komunitas dan gerakan seperti ada Mafindo, Siberkreasi,
#BijakBerSosmed agar masyarakat Indonesia semakin sadar dan paham dalam menerima segala informasi.
[wid]