Ratusan pengemudi transportasi online dari berbagai aplikator kembali turun ke jalan. Kini, giliran pengemudi yang tergabung dalam Gerakan Hantam Aplikator Nakal (Gerhana) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Grab, gedung Lippo Kuningan, Senin (10/9).
Peserta aksi yang berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), Cikarang, dan Karawang ini menyampaikan lima tuntutan. Pertama, menagih janji aplikaÂtor terkait kesejahteran. Kedua, menolak keras aplikator menjadi perusahaan transportasi. Ketiga, menolak keras eksploitasi terhÂadap driver online.
Keempat, menolak keras kartelisasi dan monopoli bisnis transportasi online. Kelima, bila aplikator tidak memenuhi tuntuÂtan, maka pihaknya meminta keÂpada pemerintah agar mengusir Grab dan Gojek dari Indonesia dan membuatkan aplikasi.
Sebelum menggelar aksi di kantor Grab, ratusan peserta aksi berkumpul terlebih dahulu di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Menjelang pukul 10.00 WIB, puluhan mobil roda empat mulai merangsek menuju gedung Lippo Kuningan yang berada di Jalan H.R.Rasuna Said Kav B12 Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan. Sebagian besar kendaran diparkir di Jalan Perbanas.
Akibatnya, jalan yang tidak terlalu lebar itu lumpuh total. Kendaraan umum tidak bisa melewati jalan tersebut. Karena jalan tidak mencukupi, sebagian kendaraan peserta aksi diparkir di Jalan Rasuna Said. Sehingga, lalu lintas menjadi tersendat karenakendaraan tersebut menuÂtupi lajur lambat.
Tak ketinggalan, satu mobil komando terus mengawal di tengah-tengah massa aksi. Di mobil berjenis
pick up itu, penuh dengan sound system berukuran besar dan juga beberapa spanduk besar bertuliskan. "Mobil gua, tenaga gua, dipotong 20 persen, aplikasi rentenir".
Agar aksi terus bersemangat, salah satu orator yang berada di atas mobil komando terus meneriakkan yel-yel ke seluruh peserta aksi yang mayoritas laki-laki ini. "Kami menolak keras dan meminta aplikator menghÂentikan eksploitasi terhadap pengemudi online. Kami adalah mitra, bukan budak aplikator," teriak orator di atas mobil koÂmando, sembari disambut teriaÂkan massa aksi.
Massa juga membentangkan berbagai macam spanduk yang berisi menolak menjadi perusaÂhaan transportasi. Seperti jargon yang lagi booming, "2019 Ganti Aplikator".
Mereka juga memakai pita hiÂjau di lengan kiri dan membawa bendera merah putih untuk terus membakar semangat.
Demo yang berlangsung seÂlama hampir 8 jam itu, tidak berÂjalan sesuai rencana. Alasannya, tuntutan mereka untuk bertemu dengan Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata gagal terwujud.
Menjelang siang, puluhan peserta aksi berupaya menemui Ridzki yang berada di lantai 27 gedung tersebut. Namun, langkah mereka terhenti oleh puluhan petugas kepolisian yang telah berjaga-jaga di depan gedung. Para petugas membawa sebilah rotan selama aksi berlangsung.
Beruntung aksi tersebut tidak berujung kericuhan karena peserta aksi memilih mundur teratur. Karena tidak bisa masuk ke dalam gedung, peserta aksi memilih bergoyang bersama seÂjumlah polisi, termasuk Kapolres Jakarta Selatan Indra Jafar.
Sesekali lagu "Maju Tak Gentar" diputar untuk terus memberÂikan semangat bagi massa yang menggelar aksi sejak pagi.
Beberapa peserta aksi yang kelelahan, memilih duduk santai di bawah pohon.
Apalagi, siang itu sinar matahari begitu terik. Salah peserta aksi, Ian warga Ciledug, Tangerang mengaku kecewa denÂgan kebijakan Grab Indonesia yang menerapkan, prioritas pemberian order kepada pihak-pihak tertentu, khususnya bagi pengemudi yang mengambil mobil di perusahaan tersebut.
"Di lapangan, pemilik mobil pribadi kalah bersaing sama mereka," ucap Ian.
Ian mencurigai, Grab memÂberikan perlakuan khusus bagi mereka. "Kadang kami nongkrongbareng, tapi mereka yang mengambil kredit khusus dari Grab selalu menerima order berkali-kali," kata dia.
Dengan adanya perbedaantersebut, Ian mengakui pendapatannya menurun drastis. "Dulu bersih bisa dapat Rp 800 ribu per hari. Sekarang Rp 300 ribu susahÂnya minta ampun," ucapnya.
Hal itu ditambah dengan kebijakan khusus di Bandara Soekarno-Hatta yang hanya pengemudi bersticker khusus Grab yang bisa mengambil penumpangdi tempat itu. "Walaupun kami sama-sama Grab, kalau ketahuan mengambil penumpang bisa dikurung selama 5 jam sama petugas bandara," kenangnya.
Padahal saat awal berdiri Grab, kata Ian para pengemudi pribadi sudah dianggap seperti anak kandung. "Sekarang seperti anak tiri," keluhnya.
Sempat Terjadi Kericuhan Kecil
Menjelang sore, situasi semakin panas karena sejumlahpersoalan yang terjadi. Seperti petinggi Grab belum juga mau menemui peserta aksi.
Hal itu ditambah dengan karyawan di Lippo Kuningan yang membawa kendaraan kesulitan keluar dari gedungkarena kendaraan para pendemo yang diparkir menghalangi Jalan keluar. Kombes Indra pun mengimÂbau massa agar menertibkan kendaraan yang mereka bawa agar tak menghalangi akses keluar-masuk.
"Mobil akses satu-satu depan sini, pintu keluarnya di sana, apa kita akan zalim keÂpada mereka? Jadi saya moÂhon beri kesempatan mereka untuk pulang, mobil dipingÂgirkan dulu," pinta Indra.
Massa pun menuruti himÂbauan tersebut. Beberapa orang bergegas memindahkan kendaraan mereka dari Jalan Perbanas agar kendaraan lainbisa keluar dari Lippo Kuningan. Setelah itu, sempatterjadi kericuhan kecil. Pasalnya, ada salah seorang pemotor yang menggeber-geber motor di sekitar lokasi. Massa pendemo terpancing emosinya dan kemudian mengejar hingga Jalan HR Rasuna Said. Saling dorong juga sempat terjadi karena ada yang mengaku dipukul rotan. Beruntung, polisi berÂhasil menghalau aksi itu.
Tak lama kemudian, pukul 17.30, massa membubarkan diri dengan tertib. "Besok Rabu (12/9) kami akan kemÂbali menggelar aks, kali inii di Kantor Gojek," tutup oraÂtor di atas mobil komando.
Juru bicara (Jubir) aksidriver online itu, Dedi Heriyantoni mengatakan, selama ini driver online diperlakukan tak manusiawi. "Perusahaan tak pernah memikirkan kesejahteraan pengemudi," ucal Dedi.
Menurut Dedi, Grab Indonesia melakukan praktik kartelisasi bisnis transportasi online dengan promo-promo yang mencekik saingan. "Kami tak memiliki hak, dan hanya dituntut untuk melakuÂkan kewajiban," tandasnya.
Dedi mengungkapkan, seÂhari-hari banyak pengendara yang mendapat hukuman atas peraturan dari perusahaan yang diterapkan secara sepiÂhak. Selain itu, kata Dedi saat ini para pengemudi daring individu sulit mendapatkan order karena adanya priority bidding atau prioritas pemÂberian order kepada pihak-pihak tertentu.
Padahal, priority biddingjelas-jelas melanggar Undang-Undang Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni UU No 5 Tahun 1995. "Priority bidding ini tidak hanya diberikan keÂpada pengemudi khusus," sebut dia.
Tetapi juga, lanjut dia, diberikan kepada pengemuditaksi konvensional yang memiliki tarif lebih tinggi dariÂpada transportasi daring.
Untuk itu Dedi menganÂcam, bila perusahaan aplikasi tak memenuhi tuntutan unÂtuk menyejahterakan para pengemudi dan menjalankan kemitraan yang setara, peÂmerintah sebaiknya menutup perusahaan ini.
Sebab, dengan diusirnya para aplikasi nakal, pihaknya akan meminta pemerintah membangun aplikasi pemeÂsanan transportasi daring yang berazaskan keadilan bagi semua pelaku usaha transportasi. "Khususnya kami, para pengemudi daring individu," kata Dedi.
Latar Belakang
Kesejahteraan Yang Merosot Jadi Pemicu
Polemik soal nasib taksi online belum juga tuntas. Sudah tidak terhitung berapakaÂli, para driver menggelar aksi demontrasi. Mulai, ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Istana Negara hingga ke perusahaan aplikator.
Tuntutan mereka sama, soal kesejahteraan yang semakin minÂim dan juga rencana pemerintah yang akan menjadikan aplikator menjadi perusahaan transportasi berbadan hukum.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen FW mengatakan, demo untuk kesekian kalinya ini akan dilakuÂkan di kantor aplikator yaitu, Gojek dan Grab. "Hari Senin (10/9) dilakukan di kantor Grab Indonesia pukul 09.00 WIB dan Rabu (12/9) di Kantor Gojek Indonesia pukul 09.00 WIB juga," kata Christiansen.
Christiansen mengatakan, aksi demo tersebut dilakukan sebagian besar oleh pengemudi taksi daring sementara ojek daring hanya sebagian kecil saja.
Dia menilai, tuntutan aksi demo dilakukan karena semakin merosotnya taraf hidup dan kesejahteraan para pengemudi taksi daring seluruh Indonesia. "Hal itu ditambah perlakukan sewenang-wenang dari aplikator dalam menetapkan kebijakan," kritiknya.
Juga, kata Christiansen, menÂimbang tidak adanya itikad baik terkait aspirasi pengemudi taksi online individu yang sudah disÂampaikan secara langsung pada hampir semua daerah.
"Kami pengemudi online individu di Jabodetabek dan daerah bersepakat kembali turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi kepada aplikator dengan tema Gerakan Hantam Aplikator Nakal," jelasnnya.
Dia menambahkan, aksi terseÂbut merupakan gabungan dari berbagai organisasi dan komuÂnitas pengemudi taksi daring. Christiansen mengklaim, aksi demo diikuti oleh perwakilan organisasi dan komunitas sekitar seribu orang.
Beberapa tuntutan yang akan diutarakan, yaitu menagih janji aplikator, menolak keras aplikaÂtor menjadi perusahaan transporÂtasi, menolak keras eksploitasi terhadap pengemudi daring, dan menolak keras kartelisasi dan moÂnopoli bisnis transportasi daring.
Begitu juga jika aplikator tidak memenuhi tuntutan tersebut, Christiansen menyatakan, para pengemudi tarnsportasi daring akan meminta kepada pemerÂintah agar mengusir Grab dan Gojek dari Indonesia. Dengan begitu, kata dia, pemerintah bisa segera mencarikan solusi atas permasalahan ini.
"Harapan kami, melalui geraÂkan ini adalah agar terwujud kesejahteraan, kemandirian, dan keadilan sosial bagi driver online individu di seluruh Indonesia," harap dia.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatÂakan, bila demo tersebut mengarah pada persoalan rencana menjadikan aplikator sebagai perusahaan transportasi, masih membutuhkan waktu.
"Masih jauh dan membutuhkan pembahasan lagi," kata Budi.
Budi menambahkan, Kemenhub masih melakukan analisis dan kajian untuk merealisasikan rencana tersebut. Menurutnya, hingga saat ini kajian tersebut beÂlum selesai dari pembahasan segi bisnisnya dan hal tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu.
Di sisi lain, Budi memahami para pengemudi taksi daring memang menuntut persoalan persaingan. "Kami sudah ketemu
Asosiasi Driver Online (ADO) dan asosiasi lainnya. Mereka mau demo juga menyangkut masalah persaingan ketat, jadi mereka mau ke sana (kantor aplikator)," tutur Budi. ***