Pembahasan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan 2018 Kota bekasi menjadi perhatian tersendiri legislatif.
Perhatian tertuju terjadinya defisit anggaran senilai kurang lebih Rp 800 miliar.
"Kita mendapatkan secara resmi laporan dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) saat pembahasan APBD 2017, pernah disampaikan (defisit) Rp800 miliar," kata Anggota Banggar DPRD Kota Bekasi Choiruman J Putro seperti dinalsir Kantor Berita RMOLJabar, Minggu (2/9).
Defisit anggaran tersebut, jelas Choiruman, merupakan isu sentral dalam pembahasan kebijakan anggaran RAPBD 2018 sesudah DPRD mendapatkan realita terjadinya Silpa negatif (net defisit) pada APBD 2017.
"Hal ini dinilai oleh DPRD, disebabkan karena lemahnya kontrol terhadap realisasi belanja yang tidak berbasiskan pada penerimaan pendapatan yang melanggar prinsip pengelolaan keuangan daerah," katanya.
Sehingga pada saat disetujuinya RAPBD 2018, tegas Choiruman, DPRD sudah memasukkan asumsi-asumsi penerimaan, mengalkulasi besarnya anggaran yang diperlukan untuk menutup defisit anggaran 2017 serta memperketat dan memangkas rencana belanja.
"Jadi, bila realisasi pendapatan belanja dan pembiayaan berjalan normal seharusnya defisit tetap dapat diatasi. Kecuali ada perkembangan dalam perubahan angka riil saat penetapan APBD 2018, maupun realisasinya yang tidak berjalan sesuai rencana," tutur legislator PKS tersebut.
Pihak TAPD Pemkot Bekasi pun di desak untuk segera menyerahkan pronogsis APBD 2018 untuk menjadi acuan perkiraan penerimaan pendapatan, beban belanja serta pembiayaan di RAPBD Perubahan 2018.
Meski tidak menjelaskan secara rinci, Choiruman mengungkapkan, pihaknya akan mendalami sumber penyebab terjadinya defisit anggaran hingga Rp 800 miliar. Yaitu beban belanja pegawai pasca kenaikan jumlah Tenaga Kerja Kontrak (TKK), kenaikan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), maupun besarnya akumulasi insentif daerah, pengendalian belanja Kartu Sehat yang tanpa prioritas (
unlimited) dan tanpa pemberlakuan pelayanan kesehatan bertingkat.
"Serta belanja yang tidak terkait dengan urusan pemerintahan daerah dalam belanja multi years, penyertaan modal dan sebagainya. Setelah itu baru dapat dipikirkan alternatif solusinya sekaligus mengukur dampak sosial yang ditimbulkannya," pungkasnya.
[jto]