Berita

Larangan rokok/Net

Dunia

Rokok: Haram Di Brunei, Dicekik Cukai Di Melbourne

SELASA, 07 AGUSTUS 2018 | 08:49 WIB | OLEH: ILHAM BINTANG

TIDAK ada ampun bagi smokers atau perokok di dua kota ini: Brunei Darussalam dan Melbourne, Australia. Di kota pertama rokok haram, di kota kedua cukai rokok dikenakan tarif selangit.

Perjalanan saya kali ini ke Melbourne menggunakan pesawat Royal Brunei Airlines. Penerbangan merupakan kongsi dengan Garuda Indonesia. Otomatis penerbangan kami Minggu (5/8) siang dari Jakarta harus transit di Bandar Sri Begawan, bandara internasional Brunei.

Catatan pertama, penerbangannya mengasyikkan. Pilot menerbangkan pesawat terutama saat take off dan landing cukup halus, sama dengan ciri Garuda.


Pramugari berhijab dan amat ramah. Membuat  perasaan nyaman selama dalam penerbangan. Menu makanan yang disajikan enak dan berkelas. Penumpang sangat dimanjakan dengan makan  dan minum.

Pesawat yang digunakan dari Brunei  ke Melbourne Boeing 787 Dreamline. Pesawat berbadan lebar menambah kenyamanan tidur selama lebih kurang enam jam perjalanan hingga tiba di Melbourne pukul 04.45 Senin (6/8) subuh tadi.

Dorongan angin tampaknya menjadi faktor utama pesawat tuba lebih cepat  sekitar satu jam. Pesawat canggih ini sayangnya tidak dilengkapi wifi. Seperti pada umumnya pesawat Garuda yang menerbangi rute panjang seperti ke Eropa dan Australia.

Dengan begitu untungnya tidur bisa lebih cepat. Tapi kerugiannya: berita gempa di Lombok baru saya ketahui ketika pesawat mendarat.

Haram


Kembali ke topik. Saya baru tahu merokok ditempat umum haram di Brunei Darussalam. Ketika masuk lounge di bandara Brunei setiba dari Jakarta, saya mencari smoking area. Smoking area biasanya tersedia di hampir seluruh bandara internasional. Smoking area di Dubai dan di Incheon Seoul malah sangat mewah.

Tapi resepsionis yang saya tanya menampakkan wajah keheranan. Dari dia lah saya tahu rokok dilarang bukan cuma karena alasan kesehatan tetapi juga pelarangan dasarnya agama. Ampun. Apa boleh buat.

Tiga jam transit di bandara terpaksa cari-carilah “pekerjaan”. Makan dan pijat refleksi. Makanan dan minuman berlimpah. Pijat refleksi dengan kursi pijat gratis pula.

Declare


Soal rokok ini sama tak nyamannya di Melbourne Australia.

Saya sering menulis soal ini. Rokok di Australia termahal di dunia. Harga sebungkus Marlboro Light 27 dolar Australia, sekitar Rp 300.000. Sebagai perbandingan: Paris (Rp 150 ribu), Tokyo ( Rp 70 ribu), dan New Delhi ( Rp75.000), Singapore (Rp 125.000), Los Angeles (Rp 110 ribu). Jakarta (Rp 25 ribu).

Di Australia rokok bukan hanya mahal, tetapi dijual pun di tempat terbatas. Tidak seperti di semua daerah di Indonesia. Kios rokok bisa jaraknya hanya sepuluh meter.

Di mini market Australia rokok tidak dipajang. Tetapi ditaruh dalam rak tertutup. Di pintu rak ditempel kertas. Seperti kertas pengumuman di kantor. Di situ dicantumkan merek rokok plus harganya.

Setiap ke luar negeri saya selalu bawa rokok satu slof (sepuluh bungkus). Bahkan bisa lebih. Tergantung lamanya perjalanan. Di Australia begitu juga. Apakah itu ke Perth, Sydney, Melbourne, saya selalu bawa rokok Marlboro Light satu slof (sepuluh bungkus).

Padahal, ketentuannya (tertulis dalam arrival card) per penumpang memang hanya boleh bawa 25 batang. Lebih dari biasanya akan berurusan dengan pihak bea cukai. Kebanyakan pembawa rokok tidak melaporkan (declare). Artinya untung-untunganan. Kalau ketahuan, ada risiko. Disita dan kena denda.

Tapi, saya dengar kebanyakan mahasiswa memilih tidak melaporkan (declare). Bagi sebagian mahasiswa, ini jadi lahan bisnis mereka untuk tambahan uang jajan. Bayangkan harga beli di Indonesia Rp 25 ribu. Dijual ke kalangan mereka saja Rp 150 ribu. Untungnya 5 kali lipat. Ada banyak yang kerjasama dengan pramugari.

Saya sendiri memilih selalu mendeclare. Paling suruh lewat jalur pemeriksaan. Di jalur itu paling sering saya alami suruh  jalan aja. Tidak diperiksa.

Sejauh pengalaman, orang bule senang kejujuran.

Cara declare itulah yang saya tempuh selama ini. Aman.

Cara declare itu pula yang menjadi kiat saya waktu tiba Senin (6/8) subuh di Melbourne. Bandara masih sepi. Dapat jalur khusus pula waktu di Imigrasi. Petugasnya juga baik. Kurang dua menit urusan beres. Kartu “arrival card” sempat saya lirik ditandai warna hijau. Aman.

Setelah ambil bagasi,  kami melewati bagian customs. Isteri, anak, dan menantu yang bawa troli koper masing-masing dipersilahkan langsung ke luar.

Tapi  kali ini jurus declare saya mentok. Baru sekali ini. Petugasnya cewek, cantik, tapi kelihatan capek bergadang. Mau detil. Dia minta saya perlihatkan rokok satu slof dikoper yang sudah dilepas-lepas. Satu persatu rokok dikumpulkan. Kemudian satu bungkus dikembalikan.

“Anda cuma boleh bawa sebungkus ini. Yang sembilan Anda harus bayar cukainya. 148 dolar Australia," kata dia.

Saya tidak tahu bagaimana hitungannya. Saya “ngambek”. Saya suruh ambil semua. Saya katakan tidak masuk akal. Rokok saya beli cuma 2,5 dolar Australia. Eh, saya malah suruh bayar cukainya 600 persen.

“Mau tidak? Di city rokok ini Aud 25 per bungkus. Anda cuma  bayar cukainya 15 dolar perbungkus,” tawarnya.

Atas nama pikiran waras, saya tolak tawarannya. Menanggapi penolakan itu, dia tawarkan lagi satu bungkus tadi. Entah kenapa saya tergerak mengambilnya. Seperti saya mendukungnya. Wajahnya terpancar rasa puas. Dia bisa menegakkan aturan. Itulah kepuasan abdi negara. Saya terpikir. Andaikata sikap petugas negara di NKRI seperti petugas cewek Australia itu, mungkin kondisi kita akan lebih baik.

Buat saya memang menyakitkan. Bagi  yang menegakkan aturan dia akan memberi kontribusi besar pada tertibnya penyelenggaraan negaranya. Saya menghormati ide itu jauh lebih pada kegemaran saya merokok. Rokok masih bisa dibeli. [***]

Penulis adalah wartawan senior

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya