Kinerja hakim terus disorot masyarakat. Selama Januari-Juni 2018, Komisi Yudisial (KY) menerima 792 laporan terkait perilaku para pemutus keadilan itu. Hasilnya, 30 hakim terlapor direkomendasikan sanksi, dari ringan, sedang hingga berat.
Jumat siang (3/8), suasana ruang pengaduan hakim di Kantor KY di Jalan Kramat Raya Nomor 57, Senen, Jakarta Pusat sepi. Tidak terlihat satu pun masyarakat yang melapor. Dua staf penerima laporan yang berÂjaga memilih melakukan veriÂfikasi pelapor melalui saluran telepon tersedia.
"Hari ini ada 11 laporan yang masuk. 1 lapor langsung, sisanya melalui surat," ujar Abdul Goni, staf penerima laporan pengadÂuan di Kantor KY.
Ruang pengaduan hakim cukÂup mudah dijangkau masyarakat yang ingin melapor perilaku hakim. Sebab, letaknya berada di lantai satu, tak jauh dari meja recepsionis. Sebelum masuk, disediakan sofa untuk tempat menunggu. Sembari menunggu, pelapor bisa membaca koran maupun majalah yang tersedia. Bila tidak banyak orang, pelapor bisa langsung dipanggil petugas untuk mengadukan laporannya.
Di ruang pengaduan, dua staf penerima telah siap menunggu.Mereka akan menyambut denÂgan ramah setiap pelapor yang masuk. Tersedia dua kursi untuk pelapor. Saat melapor, petugas akan menanyakan berkas-berkas yang dibawa oleh pelapor. Seperti putusan hakim hingga bukti lainnya.
"Kami akan memberikan tanda terima bagi pelapor yang datang," ujar Goni kembali.
Setelah laporan pengaduan masuk, kata Goni, selanjutnya dilakukan verifikasi bukti-bukti yang diserahkan pelapor selama satu minggu. "Bila berkas belum lengkap, kami akan menelepon pelapor untuk melengkapi bukti-buktinya," ucapnya.
Bila telah lengkap, setelah itu akan diteliti oleh petugas pengaduan. "Apakah menjadi kewenangan KY atau tidak. Bila menjadi kewenangan lemÂbaga lain, akan kami teruskan ke lembaga tersebut. Pelimpahan ini tentu kami beritahukan ke pelapor," ucapnya.
Namun bila laporan tersebut menjadi kewenangan KY, kata dia, maka akan dimasukkan ke dalam register yang selanjutnya dilakukan analisis oleh tenaga ahli KY, staf pengaduan dan juga pejabat eselon II. "Bila memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti, akan diteruskan ke komiÂsioner KY," urainya.
Selanjutnya, kata Goni, berkas pengaduan tersebut akan dipleÂnokan oleh tujuh komisioner untuk diteliti lebih lanjut. Dalam sidang pleno, lanjutnya, komiÂsioner akan memanggil pelapor, hakim terlapor dan juga saksi-saksi yang ada. "Bila memang tidak ada unsur pelanggaran, kami akan merehabilitasi hakim terlapor," tandasnya.
Tapi bila laporan tersebut terbukti, kata Goni, maka KY akan merekomendasikan sanksi bagi hakim terlapor ke Badan Pengawas (Bawas) MA. Sebab, kata dia, lembaga tersebut yang berwenang untuk memberikan sanksi kepada hakim bersangkuÂtan. "KY hanya bertugas memberikan rekomendasi," imbuhnya.
Namun bila sanksi yang direkomendasikan KY dalam katÂegori berat, menurut Goni, maka lembaganya akan mengusulkandigelarnya sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) berÂsama dengan Mahkamah Agung (MA). "Jadi diterima atau tidak rekomendasi sanksi berat itu tergantunghasil sidang terseÂbut," ucapnya.
Kendati demikian, Goni meÂmastikan seluruh proses tindakÂlanjut pelaporan pengaduan yang ada di KY akan terus dikabarkan ke pelapor. "Paling cepat 60 hari sejak perkara diregister, pengaduan tersebut sudah ada hasilnya," sebut dia.
Sementara, Komisioner KY, Farid Wajdi menjelaskan, seÂlama semester pertama 2018, pihaknya menerima sebanyak 792 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan 659 surat tembuÂsan dari lembaga lain.
"Rinciannya, laporan langÂsung 149 laporan, melalui surat 530 laporan, online 53 laporan, dan informasi 60 laporan," ujar Farid dalam keterangannya.
Artinya, laporan terbanyak melalui surat. Dari laporan terseÂbut, kata Farid, yang memenuhi syarat untuk diregister sebanyak 175 laporan, permohonan peÂmantauan sebanyak 251 laporan. "Sebanyak 320 laporan masih dalam proses verifikasi," sebut dia.
Banyaknya laporan yang masih dalam proses verifikasi, kata Farid, karena menunggu kelengÂkapan persyaratan yang harus dipenuhi pelapor. Pasalnya, banyak masyarakat yang masih belum paham terhadap persyaratan yang harus dilengkapi saat meÂlaporkan hakim yang diduga melanggar KEPPH. "Bahkan, banyak yang tidak didukung dengan bukti pendukung yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Farid, dari laporan yang masuk, hakim yang berada di Peradilan Umum paling banyak dilaporkan denÂgan 569 laporan, Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) 61 laporan, Peradilan Agama 49 laporan, Mahkamah Agung 40 laporan dan Peradilan Hubungan Industrial sebanyak 20 laporan. Sedangkan, hakim yang palingbanyak dilaporkan, berasal dari DKI Jakarta sebanyak 147 laporan, Jawa Timur 91 laporan, Jawa Barat 79 laporan, Sumatera Utara 76 laporan, Jawa Tengah 59 laporan, Sulawesi Selatan 34 laporan, Sumatera Selatan 32 laporan, Riau 29 laporan, Sulawesi Utara 25 laporan).
"Paling sedikit Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 20 laporan," sebutnya.
90 Laporan Digugurkan Karena Teknis Yudisial
Dari seluruh laporan yang masuk ke KY, 61 laporan diteruskan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) karena terkait teknis yudisial. "Namun, ada 90 laporan yang digugurkan karena bukan keÂwenangan KY dan diteruskan ke instansi lain," ucap Komisioner KY Farid Wajdi
KY, kata Farid, juga merekoÂmendasikan sanksi kepada 30 orang hakim karena terbukti melanggar KEPPH. Rinciannya, 20 hakim sanksi ringan, 6 hakim sanksi sedang, dan 4 hakim disÂanksi berat.
"Dari 20 hakim yang mendapÂat sanksi ringan, 6 hakim mendaÂpat teguran lisan, teguran tertulis 6 hakim dan pernyataan tidak puas secara tertulis sebanyak 8 orang," jelasnya.
Untuk sanksi sedang, kata Farid, sebanyak dua hakim mendapat sanksi nonpalu paling lama enam bulan, penundaan kenaikan gaji selama satu tahun 1 hakim, dan penundaan kenaiÂkan pangkat selama satu tahun sebanyak 3 hakim.
Sedangkan untuk hakim yang mendapat sanksi berat, kata Farid, berupa hakim nonpalu selama 2 tahun sebanyak 1 orang karena diduga terlibat kasus perselingkuhan, sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebanyak 3 haÂkim karena nikah siri tanpa izin, perselingkuhan dan bertemu pihak berperkara, serta diduga menerima suap dalam penanganan perkara.
Selanjutnya dari 30 hakim yang direkomendasikan KY untuk diberi sanksi, kata Farid, sebanyak 19 hakim terlapor seluruhnya telah diserahkan ke MA, sisanya sebanyak 11 hakim terlapor, masih dalam proses pengurusan administrasi di KY.
Dari 19 yang telah diserahkan ke MA, kata Farid, sebanyak 4 hakim terlapor dapat ditindaklanjuti berupa 1 hakim terlapor dijatuhi sanksi sedang, 1 hakim terlapor dijatuhi sanksi berat, dan 2 hakim terlapor akan dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
"Sisanya sebanyak 3 hakim terlapor dijawab oleh MA bahwa rekomendasi tidak dapat ditinÂdaklanjuti karena alasan teknis yudisial. Sedangkan 12 hakim terlapor lainnya, belum dijawab oleh MA," pungkasnya.
Latar Belakang
Laporan Soal Hakim Terus Meningkat Dari Tahun Ke Tahun Setiap tahun, laporan soal peÂrilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY) terus meningkat. Selama tahun 2016, terdapat 3.581 lapoÂran pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran kode etik hakim.
Rinciannya, 1.682 pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim dan 1.899 pengaduan melalui surat tembusan dari lemÂbaga peradilan lain. Sehingga, total pengaduan masyarakat yang diterima KY berjumlah 3.581 laporan.
Pada 2017, KY menerima 3019 laporan masyarakat. Rinciannya, sebanyak 1.473 laporan masyarakat dan 1.546 surat tembusan. Sedangkan selama Semester pertama 2018, sudah ada 792 laporan yang masuk.
Komisioner KY Sukma Violetta mengatakan, lembaganya menerima pengaduan hakim bermasalah rata-rata 1.500 samÂpai 1.600 laporan per tahun. Dari jumlah itu, jumlah hakim yang diproses rata-rata 450 sampai 500 orang.
"Kita benar-benar seperti penyidik. Kita cek saksi-saksi, dicari barang bukti dan kemudian dibawa ke komisioner dankomiÂsioner memutuskan apakah terÂbukti atau tidak," ujar Sukma.
Menurut Sukma, dalam menerima setiap laporan, pihaknya memastikan laporan dan pelapor harus jelas. Itu menjadi salah satu syarat dilakukan tindak lanjut. Pihaknya menghindari adanya laporan-laporan bodong. "Setelah lapor, si pelapornya kita tindak lanjuti. Identitas juga harus jelas. Jangan sampai lapoÂran ini bodong," tandasnya.
Sukma menambahkan, lapoÂran terbanyak berkaitan dengan penanganan perkara di pengaÂdilan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Itu dengan berbagai variasinya. Baik dalam hukum acara atau hukum materi, tidak mengÂgunakan undang-undang dan pasal-pasal yang seharusnya," sebut dia.
Selain itu, lanjutnya, pengaduan juga berkaitan dengan perilaku para hakim seperti menÂerima suap, hakim selingkuh dan lainnya. "Selingkuh juga banyak sekarang. Semakin sejahtera semakin banyak itu (laporan)," sindirnya.
Komisioner KY lainnya, Farid Wajdi menambahkan, mulai 2018, KY juga meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim melalui www.pelaporan.komisiÂyudisial.go.id. Pelaporan onÂline diadakan untuk memudahÂkan publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran KEPPH. Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan laporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan lapoÂran, dan menu layanan pelaporan online perilaku hakim yang diÂduga melanggar KEPPH.
Faris menyoroti banyaknya laporan masyarakat yang belum ditindaklanjuti karena kurangÂnya pemahaman masyarakat dalam membuat laporan. Sehingga, kata dia, ini menjadi “pekerjaan rumah†bagi KY dan Penghubung KY di 12 provinsi untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi terkait wewenang dan tugas KY, serta tata cara laporan pengaduan dugaan pelanggaran KEPPH.
"Kami akan terus mengintenÂsifkan edukasi publik dengan memanfaatkan teknologi inÂformasi dan komunikasi, serta pemanfaatan media social," ucapnya. ***