Berita

Foto/Net

Hukum

Parpol Wajib Mengganti 202 Bacaleg Eks Napi Korupsi

Sesuai Pakta Integritas
KAMIS, 02 AGUSTUS 2018 | 10:52 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Badan Pengawas Pemilu menemukan 202 bekas terpidana korupsi masuk daftar bacaleg 2019. Sesuai pakta integritas bersama, partai diminta segera menggantinya.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengaku, dalam pengecekan lanjutan daftar nama bakal caleg diajukan partai, pihaknya menemukan ada 202 bekas napi korupsi yang men­calonkan diri di Pileg 2019. Mereka adalah bakal caleg untuk tingkat provinsi, kabupatendan kota. Rinciannya di 12 provinsi, 97 kabupaten, dan 19 kota.

Saat ini jumlah para bakal ca­leg bekas korupsi itu naik sebesar 3 individu dari hasil pengecekan awal. "Data awal 199 bacaleg, (tapi) kemudian penelitian kem­bali didapat 223 yang diduga mantan terpidana korupsi di 12 provinsi, 37 kabupaten, dan 19 kota. Dari 223 bakal caleg itu dilakukan validasi kembali ke provinsi dan kabupaten, hasil didapat bahwa ada 202 mantan terpidana," ujar Fritz Edward di Jakarta, kemarin.


Dia berharap, nama bakal caleg bekas koruptor itu segera diganti dengan nama baru oleh partai bersangkutan. Partai dim­inta komit dengan pakta disepak­ti pemerintah, DPR, lembaga penyelenggara pemilu.

"Berdasarkan kesepakatan awal dan pakta integritas kami harap parpol mengganti para caleg itu," jelasnya.

Ia menyarankan agar partai mengecek dan memverivika­si kembali Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) para bacalegnya sebelum mengaju­kan nama lagi ke KPU. Maklum saja, kadang surat keterangan kelakuan baik hanya memapar­kan data umum bukan khusus seperti apakah pernah terlibat kasus korupsi atau narkoba.

"Kadang, SKCK itu ada keterangan pernah terpidana saja. Terpidana karena undang-un­dang lainnya, selain korupsi. Nah, itu yang dipastikan lagi, apakah dia tidak pernah korupsi, jadi bandar narkoba, dan kasus lain-lain," tuturnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman belum bisa memastikan apakah bacaleg eks terpidana korupsi yang diajukan parpol itu sudah diganti atau belum.

"Kami belum tahu apakah itu (eks napi koruptor) sudah diganti dengan yang lain atau nggak diganti, atau dibiarkan saja dan dimasukin lagi, kan kita belum tahu. Sekarang kami baru periksa kelengkapan saja, apakah semua dokumen lengkap," jelasnya.

Yang jelas, lanjut Arief, jika parpol tidak mengganti bacaleg eks napi koruptor, KPU akan tetap menetapkan yang bersang­kutan tidak memenuhi syarat (TMS) dan tidak bisa diganti kembali karena masa perbaikan sudah ditutup. "Tetapi (jika) saat ini tidak diperbaiki, ya TMS. Enggak ada (perbaikan lagi). Kansudah dikasih kesempatan buat perbaikan," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, KPU melarang eks koruptor men­jadi caleg dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalegan. Aturan ini ditentang DPR dan pemerintah yang akhirnya memaksa KPU tetap menerima pendaftaran bacaleg eks koruptor, sambil menunggu hasil gugatan atas peraturan itu di MA.

Tapi, hingga masa perbaikanpersyaratan selesai, KPU memu­tuskan tetap mencoret bacaleg eks koruptor karena tidak bisa menunggu putusan MA lagi. Hal itu mengingat tahapan pileg harusterus berjalan. Sesuai PKPU Nomor 5 tentang tahapan, pro­gram dan Jadwal Penyelengaraan Pemilu 2019, pendaftaran caleg dilakukan 4-17 Juli 2018.

Penyampaian hasil verifikasi 19-21 Juli 2018. Perbaikan daftar calon dan syarat calon pada 22-31 Juli 2018. Verifikasi perbaikan daftar calon dan syarat calon pada 1-7 Agustus 2018. Sedangkan penetapan daftar caleg sementara (DCS) dimulai pada 8-12 Agustus. Setelah masa itu, pengajuan penggantian bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota baru dibuka lagi pada 4-10 September. Dan verifikasi peng­ganti DCS lanjutan dilakukan pada 11-13 September.

Terpisah, Direktur Para Insitute Ari Nurcahyo memintamasyarakat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), MA untuk ikut memantau daftar nama caleg yang diajukan partai. Partisipasi publik sangat diperlukan karena pemilu berintegritas dapat terjamin da­lam ruang publik terbuka.

"Publikasi daftar calon-calon ini sangat perlu dilakukan agar KPU tidak bekerja sendirian, ada publik ikut mengawasi. Publik dapat ikut mengoreksi daftar," ujarnya.

Ari berpendapat sangat su­lit memercayai inisiatif dari internal partai untuk bersih-bersih diri. Makanya diperlukan kekuatan dari eksternal. "Sebab pernyataan, sikap dan tindakan parpol bisa berbeda-beda seh­ingga tetap butuh pengawasan bersama,"  tandasnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya