. Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana bersama enam orang lainya, menjadi pihak terkait dalam pengajuan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu pasal 169 yang mengatur tentang pembatasan masa jabatan wakil presiden.
"Apa dasarnya. Karena kami melihat terkait dengan prinsip kita bernegara," kata Denny di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (30/7).
Denny menegaskan, permohonan mereka untuk menjadi pihak terkait yang menolak, semata-mata hanya dilandasi keinginan untuk menegakkan nilai dasar berkonstitusi serta menyelamatkan masa depan demokrasi.
"Kami tidak ada maksud lain, tidak ada motif politik praktis untuk mendukung atau tidak mendukung pasangan calon presiden dan wakil Presiden," ucapnya.
Berdasarkan penafsirannya, pasal 7 UUD 1945 terkait norma pembatasan masa jabatan wapres yang menjadi embrio dari pasal 169 UU 7/2017 sudah sangat jelas dan clear.
"Itu sudah jelas mengatur bukan hanya presiden, tapi juga wakil presiden, yaitu masa jabatan maksimal dua periode atau paling lama sepuluh tahun," jelas Denny.
Jika mengacu kepada
original intent menegaskan masa jabatan wapres maksimal dua periode tidak terpengaruh apakah berturut-turut ataupun bersela sekalipun.
Oleh karenanya, sambung Denny, berdasarkan argumentasi itu, dia meminta agar MK untuk menolak permohonan pembatalan batas masa jabatan wapres. Apalagi, MK tidak berwenang melakukan pengujian permohonan yang diajukan Partai Perindo dan pihak terkait pendukung Wapres Jusuf Kalla.
"Jika dikabulkan, maka MK akan mengubah pasal 7 UUD 1945 yang merupkan kewenangan MPR," demikin Denny.
Bersama Deny pihak terkait yang menolak, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember (Puskapsi Jember), Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako FH Unand), Pusat Kajian Hukum dan Demokrasi (Puskad FH UNS), DR Jimly Zarevianus (dosen hukum tata negara Universitas Udayana) dan Oce Mardil (dosen hukum Universitas Gajah Mada).
[rus]