Berita

Foto/Net

X-Files

KPK Sita Mobil Camry Anggota Komisi XI DPR

Kasus Suap Usulan Dana Perimbangan Daerah
JUMAT, 27 JULI 2018 | 09:40 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan penyidikan kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah. Kemarin, penyidik lembaga antirasuah itu menggeledah tiga tempat.

Yakni, rumah dinas anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN di kompleks Kalibata, apartemenTenaga Ahli (TA) anggota DPR itu di Kalibata City, dan rumah petinggi PPP di Graha Raya Bintaro Tangerang Selatan.

"Penggeledahan berkaitan den­gan perkembangan penyidikan perkara," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Dari rumah dinas anggota DPR dan tenaga ahlinya, penyidik menyita sejumlah dokumen serta mobil Toyota Camry. Sementara dari rumah pengurus PPP diperoleh dokumen pro­posal permohonan tambahan anggaran daerah.

Febri tak bersedia mengung­kapkan identitas anggota DPR yang rumah dinasnya digeledah. Begitu pemilik rumah di Graha Raya. "Nanti dulu, kita masih kembangkan penyidikannya," dalihnya.

Kasus suap usulan dana per­imbangan keuangan daerah ini dibongkar KPK setelah me­nangkap Amin Santono, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, 4 Mei 2018.

Sehari kemudian, KPK mene­tapkan Amin sebagai tersangka

bersama tiga orang lain­nya. Mereka adalah Yaya Purnomo (Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Eka Kamaluddin (perantara suap) dan Ahmad Ghiast (kontraktor asal Sumedang, Jawa Barat).

Amin, Yaya dan Eka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Ghiast Pasal ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ghiast diduga memberikan suap ratusan juta rupiah kepada Amin dan Yaya melalui peran­tara Eka. Saat penangkapan, KPKmenemukan uang tunai Rp400 juta dan bukti transfer sebesar Rp 100 juta. Uang itu diduga bagian dari 'commitment fee' Rp1,7 miliar jika Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran infrastruktur di APBN Perubahan 2018.

Usai melakukan penangka­pan, KPK menggeledah rumah Yaya. Ditemukan emas 1,9 ki­logram, uang Rp 1.844.500.000, 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar Amerika. Logam mulai dan uang itu kemudian disita.

Keempat tersangka kasus ini kemudian ditahan. Amin di Rutan Cabang KPK. Eka dan Yaya di Rutan KPK di Pomdam Guntur Jaya. Sedangkan Ghaist Rutan Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan.

Dalam penyidikan kasus suap ini, KPK juga memeriksa sejum­lah pejabat pemerintah daerah. Di antaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kampar, Azwan; Kepala Bappeda Kabupaten Tabanan, Ida Bagus Wiratmaja; dan Kepala Bappeda Kabupaten Seram Timur, Anshar Wattimena.

Mereka diduga pernah men­gajukan proposal untuk menda­patkan tambahan anggaran in­frastruktur, melalui anggota DPR maupun Yaya.

"Saksi-saksi diduga menge­tahui hal apa saja yang diajukan tersangka untuk pengurusan ang­garan pengembangan wilayah mereka," kata Febri.

Kilas Balik
Proposal Tambahan Anggaran Diteken Pjs Bupati Sumedang


 Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast didakwa me­nyuap anggota DPR Fraksi Demokrat Amin Santono dan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Pemberian suap agar Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN Perubahan 2018.

"Terdakwa Ahmad Ghiast memberikan uang sejumlah Rp 510 juta kepada Amin Santono selaku anggota Komis XI DPR periode 2014-2019 dan Yaya Purnomo, Kepala Seksi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan,"  Jaksa Penuntut Umum KPK Eva Yustisiana membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ghiast, kontraktor yang biasa menggarap proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang. Ia mendapat informasi dari Iwan Sonjaya, rekannya sesama kon­traktor, mengenai cara mendap­atkan tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN-P 2018. Yakni dengan mengajukan usu­lan lewat Amin. Namun harus memberikan 'fee' 7 persen dari anggaran yang bakal diterima.

Selanjutnya, dibuat proposal permohonan tambahan ang­garan dari APBN-P 2018 ke­pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jumlahnya Rp 25,85 miliar.

Rinciannya, Rp 21,85 miliar untuk proyek pembangunan jalan dan jembatan, serta Rp 4 miliar untuk proyek pengembangan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan pengairan sehingga totalnya Rp 25,85 miliar.

Proposal ditandatangani Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Sumedang Sumarwan Hadisumarto. Dokumen itu dibawa Ghiast untuk disampaikan ke­pada Amin.

Ghiast dan Iwan pergi ke DPR pada 8 April 2018 untuk menemui Amin. Namun Amin tak ada. Iwan lalu mengenalkan Ghiast dengan Eka Kamaludin, teman dekat Amin. Proposal diserahkan lewat Eka.

Pada 24 April 2018, Ghiast menelepon Amin dan memohon agar membantu mengusulkan tambahan anggaran proyek infrastruktur untuk Kabupaten Sumedang. Ghiast bersedia memberikan fee 7 persen. Amin setuju.

Sepekan kemudian, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Eka. Pada 1 Mei 2018, Amin kembali meminta Rp 10 juta untuk biaya 'pengawalan' usulan. Uang ini akan diberikan kepada Yaya, Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Hari itu juga, Ghiast men­transfer Rp10 juta ke rekening Eka. Tiga hari kemudian, 4 Mei 2018, Ghiast kembali mentrans­fer Rp 100 juta ke Eka untuk diserahkan kepada Amin.

Sore harinya, Ghiast menemui Amin dan Eka di restoran di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ghiast menyer­ahkan uang Rp 400 juta kepada Amin. Penyerahan uang ini ter­endus KPK. Ketiga pun ditang­kap. Yaya menyusul dicokok.

Menurut jaksa KPK, perbua­tan Ghiast diancam pidana seba­gaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman­nya minimal 1 tahun penjara, maksimal 5 tahun penjara. Serta denda minimal Rp 50 juta, pal­ing banyak Rp 250 juta. Ghiast tak mengajukan keberatan atas dakwaan ini. ***

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya