Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Memahami Maraknya Fenomena Caleg Pindah Partai

RABU, 18 JULI 2018 | 15:08 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

PENDAFTARAN caleg oleh partai-partai politik ke KPU menyongsong Pemilu 2019 baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten dan/kota telah menarik perhatian publik dengan besarnya angka caleg yang pindah partai.

Hal ini tampak sebagai fenomena baru bila dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Besarnya angka bakal caleg yang pindah partai, khususnya caleg petahana mengindikasikan adanya persoalan atau fenomena politik kepartaian yang memerlukan penjelasan ilmiah.

Bila mereka yang melakukan hijrah politik dikelompokkan, maka dapat dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, mereka yang berasal dari kalangan artis dan figur publik termasuk di dalamnya olahragawan dan seniman. Kelompok ini difahami sebagai kelompok yang paling "mobile", karena paling rendah keterikatannya secara ideologis terhadap partai tertentu. Bagi artis, partai politik tidak ubahnya seperti klub sepakbola dan perpindahan caleg analog dengan transfer pemain.

Kedua, kelompok profesional, termasuk di dalamnya para pengusaha atau bisnismen. Perpindahan kelompok ini umumnya dilakukan karena kalkulasi rasional. Bila partai baru menjanjikan peluang terpilih lebih besar disebabkan oleh meningkatnya dukungan publik, atau meredupnya cahaya partai lama, bahkan ada partai yang terancam tidak mampu melewati ambang batas parlemen (berdasarkan servei) yang bisa berujung terkuburnya sebuah partai dari pentas politik.

Ketiga, kader tulen partai politik. Hijrahnya kelompok ini disebabkan karena tersingkir di partai sebelumnya, merasa diperlakukan tidak adil, atau karena kecewa atas berbagai kebijakan partai yang dinilai sudah melenceng dan meninggalkan nilai-nilai idealismenya.

Dilihat dari kacamata atau perspektif negatif, situasi ini tentu memprihatinkan. Fenomena ini bisa disimpulkan sebagai semakin memudarnya idealisme para politisi kita, atau dengan kata lain semakin meningkatnya pragmatisme para politisi dalam mengejar kedudukan. Implikasi lebih jauh adalah semakin terabaikannya kepentingan konstituen atau rakyat yang diwakilinya terkalahkan oleh kepentingan pribadi.

Akan tetapi bila dilihat dari kacamata atau perspektif positif, maka fenomena ini bisa juga dipandang sebagai fenomena semakin mencairnya sekat-sekat ideologis yang selama ini memisahkan komunitas politik yang acapkali menjadi sumber konflik.

Sebagaimana lazimnya kategori yang digunakan para ilmuwan politik untuk memetakan kekuatan politik di Indonesia, maka ada dua kelompok besar yang selalu bersaing; yakni nasionalis sekuler dan nasionalis relijius. Pasca Reformasi tahun 1998, terjadi moderasi di dua kelompok ini secara alamiah yang didorong oleh keharusan berkoalisi di pemerintahan, mengingat tidak adanya pemenang mutlak (memperoleh suara lebih dari 50 persen dalam pemilu legislatif) sehingga memaksa adanya koalisi dalam pilpres.

Intensnya interaksi dan kolaborasi mendorong semakin mendekatnya dua kelompok ini secara ideologis. Kelompok nasionalis sekuler semakin religius, sedangkan kelompok nasionalis religius semakin moderat dan terbuka.

Secara teori demokrasi, fenomena ini semakin positif dan semakin kondusif bagi tumbuh dan berkemangnya demokrasi di tanah air. Dengan kata lain, semakin kecil munculnya konflik sosial akibat kontestasi politik. [***]

Penulis adalah Direktur Eksekutif Center for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Ketua Baleg Klaim Tatib DPR Bukan untuk Mencopot Pejabat Negara

Kamis, 06 Februari 2025 | 19:37

Akibat Ulah Bahlil, Prabowo Diejek 'Oke Gas, Oke Gas' di Medsos

Kamis, 06 Februari 2025 | 19:24

Ijeck Bangga Didapuk jadi Anggota Kehormatan KAHMI Sumut

Kamis, 06 Februari 2025 | 19:13

Anggaran Diblokir, Menteri PU Pusing Ditanya Progres IKN

Kamis, 06 Februari 2025 | 19:05

Propolisul: Inovasi Berbasis Propolis Lokal untuk Kesehatan dan Pemberdayaan Ekonomi

Kamis, 06 Februari 2025 | 19:04

Saham BCA Anjlok Usai Isu Kebocoran Data Nasabah

Kamis, 06 Februari 2025 | 18:50

Penyesuaian Tarif Air di Jakarta Tak Bisa Dihindari

Kamis, 06 Februari 2025 | 18:48

Trump Ancam Ratusan Triliun Impor, IHSG Merah di Bawah 7.000

Kamis, 06 Februari 2025 | 18:46

Marak Spanduk ‘Bahlil No, Gas 3 Kg Yes’, Saatnya Prabowo Copot Bahlil!

Kamis, 06 Februari 2025 | 18:31

Satu WNI Tewas dalam Kecelakaan Helikopter di Pahang Malaysia

Kamis, 06 Februari 2025 | 18:20

Selengkapnya