Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Nasionalisme Sepakbola

SELASA, 17 JULI 2018 | 07:55 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

DALAM perjalanan sejarah peradaban umat manusia terbukti bahwa lambat namun pasti sepakbola merubah makna nasionalisme.

Nasionalisme

Piala Dunia yang semula disebut sebagai Jules Rimet diperebutkan para pesepakbola pertama kali di Uruguay pada tahun 1930.

Nasionalisme mulai hadir di persada Nusantara yang pada saat itu disebut oleh kaum penjajah sebagai Hindia Belanda pada saat sekelompok cendekiawan muda di bawah pimpinan dr. Soetomo mendirikan Boedi Oetomo pada tahun 1908 di Batavia, pulau Jawa. Karena sejak 1930 sampai saat naskah ini saya tulis, tim nasional Indonesia belum pernah lolos babak kualifikasi untuk ikut berlaga di perhelatan Piala Dunia maka memang tidak ada masalah nasionalisme bagi masyarakat Indonesia pada saat menonton laga Piala Dunia.
Nasionalisme mulai hadir di persada Nusantara yang pada saat itu disebut oleh kaum penjajah sebagai Hindia Belanda pada saat sekelompok cendekiawan muda di bawah pimpinan dr. Soetomo mendirikan Boedi Oetomo pada tahun 1908 di Batavia, pulau Jawa. Karena sejak 1930 sampai saat naskah ini saya tulis, tim nasional Indonesia belum pernah lolos babak kualifikasi untuk ikut berlaga di perhelatan Piala Dunia maka memang tidak ada masalah nasionalisme bagi masyarakat Indonesia pada saat menonton laga Piala Dunia.

Secara bebas leluasa tanpa terkendala semangat nasionalisme, para warga Indonesia yang tergila-gila pada sepakbola dapat berpihak ke timnas dari negara mana pun yang bukan Indonesia. Namun aneh bin ajaib, para pencinta bola Indonesia justru selalu berpihak ke timnas Belanda yang sebenarnya telah diwakili VOC menjajah Nusantara selama ratusan tahun.

Ternyata tiada dendam ketika warga Indonesia menonton Piala Dunia selama timnas Indonesia tidak terlibat dalam pertarungan yang ditonton.

Namun dapat dibayangkan bahwa seorang warga Indonesia (yang bukan pengkhianat bangsa) pasti akan berpihak ke timnas Indonesia pada saat menghadapi timnas Belanda. Kecuali akibat bertaruh, warga Indonesia pasti menghujat laskar Merah-Putih-Biru dan sebaliknya warga Belanda akan menghujat laskar Merah-Putih seperti para pendukung Ahok-Djarot menghujat Anies-Sandi dan sebaliknya.

Berubah Makna

Namun pada kenyataan sebenarnya sepakbola telah merubah makna nasionalisme. Terbukti begitu banyak mahabintang sepakbola tidak peduli terhadap apa yang disebut sebagai nasionalisme maka tidak segan pindah kewarganegaraan demi kepentingan karier sepakbola. Seperti misalnya Granit Xhaka melepas warganegara Albania untuk bergabung ke tim nasional Swiss.
Deco lahir di Brasil dan semula memperkuat timnas Samba namun akhirnya hijrah ke Portugal yang justru pernah menjajah Brasil. Rekam jejak Deco sama dengan Pepe (bukan Pele!) yang juga pindah dari Brasil ke Portugal yang bahkan ikut mendukung Portugal menjadi Juara Piala Eropa 2016.

Thiago Motta sempat dua kali mengenakan kostum timnas Brasil namun pada tahun 2011 memutuskan untuk menjadi warganegara Italia demi memperkuat laskar  sepakbola Azzuri.

Diego meninggalkan Brasil agar dapat mendampingi Cristano Ronaldo bertempur untuk Spanyol. Nacer Chadli berkewarganegaraan ganda Belgia sekaligus Marokko yang pernah berlaga untuk Marokko namun kemudian menendang bola hanya untuk Belgia dan telah sukses berlaga di 33 pertandingan dan mencetak tiga gol atas nama Belgia.  

Indonesia
Indonesia memiliki dua hulubalang sepakbola yang semula warga negara asing yaitu Stefano Lilipaly yang meninggalkan Belanda untuk menjadi WNI pada tahun 2011 dan Cristian Gonzales yang melepas paspor Uruguay untuk menjadi WNI pada tahun 2010.

Akibat Indonesia dan Belanda senasib naas tidak lolos babak kualifikasi Piala Dunia 2018 maka demi menghormati Cristian Gonzales yang sudah menjadi WNI, saya menjagokan sang Juara Dunia dua kali (1930 dan 1950), Uruguay untuk Insyaallah menjadi Juara Dunia 2018 .

Sementara konon beberapa warga asing masih antri menempuh proses naturalisasi untuk menjadi WNI agar bisa berjuang sebagai anggota timnas Merah-Putih seperti Sandy Walsh, Esteban Vizcarra, Shohei Matsunaga, Otavia Dutra. MERDEKA![***]


Penulis bangga menjadi warga negara Indonesia maka ingin tetap menjadi warga negara Indonesia


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya