Berita

Foto: Net

Bisnis

Apakah Indonesia Hebat Sudah Berhasil Kuasai Saham PTFI 51 Persen?

MINGGU, 15 JULI 2018 | 10:40 WIB | OLEH: YUSRI USMAN

SABAR kawanku ....kita baru dikatakan Indonesia Hebat dan berdaulat kalau bisa mengambil kembali harta nenek moyang kita dengan cerdas, bukan dengan dikadalin oleh orang asing yang tidak beretikad baik.

Masih banyak pihak asing yang masih dan saling menghormati terhadap setiap kontrak ataupun taat terhadap UU dan Peraturan yang berlaku di negara tempat dia berinvestasi.

Asal tahu saja, kemarin itu hanya teken HoA (Head of Agreement) yang tidak mengikat antara PT Inalum Indonesia dengan PT FI. Dan biasanya PTFI baru mau serius membahas soal izin kalau IUPK atau rekomendasi ekspor konsentratnya akan berakhir untuk mohon perpanjangan, kalau tidak karena itu biasanya mereka cuek bebek saja.

Jadi sudah benar seperti yang diingatkan oleh gurubesar hukum dari UI, Prof Hikmahanto Djuwana "jangan efori " dan biasanya tim hukum kita di pasal-pasal detailnya sering kalah, karena ada adagium "the devil is on the detail" (setannya ada di masalah detail), itu fakta dan akibatnya kita rasakan bersama.

Bahkan Prof Hikmahanto sebelumnya pada uni 2015 sudah pernah mengingatkan pemerintah Jokowi agar jangan membahas soal perpanjangan kontrak Freeport sebelum Desember 2019.

Tentu pertanyaannya siapa pembisik presiden yang telah menjerumuskan beliau?

Kami pun dengan Doktor Ahmad Redi, Marwan Batubara dkk dari Koalisi Penyelamat Pengelolaan SDA sesuai konstitusi telah menggugat Permen ESDM nomor 5 dan 6 turunan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017 ke Makamah Agung.

Memang kami lemah dan kalah, tetapi biarlah anak cucu kami mencatat bahwa kami telah berjuang menyelamatkan kekayaan alam kita untuk ke generasi penerus. Itulah yang hanya kami bisa sumbang untuk negeri ini.

Oleh karena itu, wajar pertanyaan banyak pihak kenapa PT FI  sudah menguras harta kekayaan kita selama hampir 50 tahun , akan tetapi kok sulit kita menguasainya hanya 51 persen saja? itu pun katanya kalau PT Inalum berhasil menguasai 51 persen dari hasil beli PI Rio Tinto, mulai itu akan dikonversi menjadi saham terhitung awal tahun 2022 oleh PT FI. Lebih mirisnya lagi adalah hak kontrol kelola 100 persen sepenuhnya tetap oleh PTFI, wajarkah ini???

Hal lain yang perlu diperhatikan apakah ada progress soal pembangunan smelter sampai saat ini? Padahal menurut ketentuan UU 4/2009 tentang Minerba menurut pasal 102, 103, 169 dan 170 pada tahun 2014 sudah harus semuanya dimurnikan di smelter Indonesia.

Tentu pertanyaan kenapa belum bisa?  karena salahnya kita tidak tegas terhadap aturan perundang-undangan yang sudah kita sepakati, sehingga tak salah PTFI meremehkan kita dan tidak takut melanggarnya.

Terkait pembangunan smelter yang seharusnya jadi prioritas utama kita harus dibangun sepertinya jadi terabaikan semakin tidak jelas, dan itu sangat merugikan kepentingan nasional dari nilai tambah ekonomi dan kontrol dari setiap ton konsentrat itu telah menghasilkan berapa banyak emas, tembaga dan perak.

Pembangunan smelter semakin jauh dari harapan ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 13 tanggal 9 Februari 2017 tentang "Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenai Bea Keluar & Tarif Bea Keluar" telah memasang tarif bea 5 sampai dengan 7, 5 persen untuk konsentrat dan mineral mentah. Sementara untuk kulit sapi dan kerbau dikenakan 25 %, apakah adil dan benarkah kebijakan itu???

Padahal kalau mengacu pada PMK nomor 153/PMK .011/2014 yang merupakan perubahan ketiga dari PMK 75/PMK.011/2012 seharusnya kepada ekspor konsentrat dan mineral mentah saat ini sudah dikenai bea 60 persen. Jadi sangat pantas PTFI meremehkan bangsa kita karena semua aturan itu mudah diubah-ubah.

Terakhir yang lebih parah dan mengancam hilirisasi mineral logam berharga, diperoleh bocoran bahwa di dalam draf revisi UU Minerba ternyata pasal 102 dan 103 telah dihapus. Pasal tersebut  yang mewajibkan semua mineral diolah di smelter dalam negeri akan diatur sendiri dalam Peraturan Pemerintah sesuai pasal 181 ayat B. Apakah ini bukan pengkhianatan terhadap rakyat ???

Okelah kalau ada pendapat dengan tidak perpanjang IUPK PTFI pada tahun 2021 maka kita akan mendapat gratis tambang tersebut? maka menurut Kontrak Karya pasal 22 bahwa kita harus membayar aset infrastruktur yang telah diinvestasikan oleh PTFI/Rio Tinto (replacement cost sesuai Permen ESDM 27/2017) sebesar nilai buku 6 miliar dolar AS plus aset pembangkit listrik sekitar Rp 2 triliun. Jadi totalnya kurang lebih sekitar Rp 86 triliun.

Sehingga ada pendapat  bahwa  akuisisi PI Rio Tinto dan Indocooper Investama sebesar 3,8 miliar dolar AS adalah langkah cerdas dan itu sebuah prestasi besar Jokowi.

Wooo.. itu terbalik, yang harus didesak oleh pemerintah dan penegak hukum kita seharusnya adalah kewajiban PTFI membayar kerusakan lingkungan hasil temuan dan perhitungan BPK pada tahun 2016 sebesar Rp 185 triliun.

Wah bodoh banget kita harus keluar uang untuk menguasai saham PT Freeport Indonesia mencapai Rp 55 triliun oleh PT Inalum harus berutang pada empat lembaga keuangan mencapai Rp 77 triliun, karena uang Rp 55 triliun hanya sebatas membeli PI dan saham saja. Belum lagi harus siap modal investasinya 51 % dari 6 miliar dolar AS. Seharusnya kita yang mendapat bayaran dari PTFI sebesar Rp 130 triliun dan sudah dapat saham 51 persen.

Hitungannya karena ada kewajiban PT FI sebesar Rp 185 triliun kepada negara  (kerugian negara hasil audit BPK tahun 2016 ) dikurangi Rp 55 trilun (untuk bayar beli PI Rio Tinto + 5,4 persen saham FCX dari Indocooper Investama).

Jadi apakah  kita masih pantas mengatakan Indonesia hebat dan berdaulat ? Kalau mau terus dikadalin oleh mereka mereka???

Abolbulah (apa boleh buat lah) kata anak Medan, semuanya sudah bersalahan, apakah kita mau membuat kesalahan terus??

Mari kita kawal dan dukung tim negosiasi pemerintah agar kita berdaulat. Karena perjuangannya masih panjang, jangan takabur sama Allah. [***]


Direktur Eksekutif CERI

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya