Pernyataan TGH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) terkait dukungannya kepada Joko Widodo untuk memimpin pemerintahan dua periode tidak bisa disimpulkan bahwa Gubernur NTB yang juga anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu telah mengubah sikap politiknya.
"Disebut berubah itu kan kalau dulu ia memilih A, sekarang dia memilih B. Dulu dia menentang, kini mendukung. Itu baru bisa disebut berubah," kata
analis politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, Kamis (5/7).
Begitu juga jika dulu TGB mendukung Prabowo Subianto dan sekarang memilih Jokowi. Sikap politiknya tak bisa disebut berubah karena Prabowo sendiri belum pasti benar akan berhadapan kembali melawan Jokowi di Pilpres.
"Kalau keduanya nanti sudah dipastikan 'head to head' kembali, maka pantaslah jika ada orang yang berkata: Oh, TGB ternyata memang sudah berubah," kata Said.
TGB juga belum bisa disebut berubah karena selama Jokowi memerintah ia tidak pernah menentang Jokowi dalam arti mengambil peran sebagai 'oposisi'. Meski demikian Said paham ketika sebagian orang menilai TGB kini telah berubah dan bahkan menyebutnya tidak ada bedanya dengan Ali Mochtar Ngabalin yang sudah jelas-jelas mengubah pandangan politiknya.
"Pendapat yang demikian itu saya perhatikan muncul karena masyarakat memiliki cara pandangnya sendiri," imbuhnya.
Said menilai hal itu terjadi karena sebagian masyarakat selama ini kadung menempatkan TGB sebagai 'oposan' Jokowi padahal sebenarnya tidak demikian.
Selama menjabat sebagai Gubernur NTB pada masa pemerintahan sekarang, Said belum menemukan ada pandangan TGB yang bersifat menyerang Jokowi.
"Kalau sekedar berbeda, itu tidak bisa dijadikan ukuran. Sebab Jokowi pun seringkali beda dengan menteri-menterinya, bahkan dengan wakil presiden sekalipun," katanya.
Lagi pula, tambahnya, TGB bukan Anggota Partai Gerindra, PKS, atau PAN yang selama ini sering disebut sebagai kelompok oposisi. Dia adalah anggota Partai Demokrat yang sebetulnya belum cukup syarat dan kriteria untuk digolongkan sebagai 'oposisi'.
Alasan lainnya, TGB selama ini dipandang sebagai tokoh yang berada dalam gerbong ulama pendukung pemenjaraan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dinyatakan melakukan penistaan agama oleh Negara. TGB bahkan ikut serta dalam Aksi 411 dan mendukung Aksi 212.
Dukungan terhadap aksi massa terbesar dan pengelompokkan dirinya sebagai ulama penekan pemerintah agar memenjarakan Ahok itulah yang dijadikan ukuran oleh sebagian masyarakat untuk memosisikan TGB sebagai orang yang anti terhadap Jokowi.
Padahal, masih kata Said, peserta Aksi 411 dan aksi 212 tidak semuanya adalah kelompok penentang Jokowi. Saya punya banyak teman dari PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura yang juga ikut dalam Aksi 411 dan Aksi 212.
"Jadi, menilai TGB telah berubah dengan ukuran dia merupakan alumni dari aksi-aksi tersebut menurut saya sebuah pemetaan yang kurang tepat. Itu simplikasi (penyederhanaan)," tukasnya.
[dem]