Berita

Rizal Ramli/RMOL

Hukum

Rizal Ramli: Kasus BLBI Jangan Berhenti Di Syafruddin

KAMIS, 05 JULI 2018 | 11:38 WIB | LAPORAN:

. Dua mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/7).

Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli akan menjadi saksi yang dihadirkan jaksa KPK dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim terkait pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pengembangan perkara kaksus ini masih berpusat pada terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).


Sebelum memberikan kesaksian di persidangan, RR sapaan akrab Rizal Ramli mengatakan, kasus ini tidak boleh berhenti di tingkat kepala BPPN.

"Dulu tidak ada ketua BPPN bisa ambil keputusan sendiri, yang stategis, penting, di atas Rp 1 triliun itu ketua KKSK atau Menko Perekonomian yang tanggung jawab," ujar RR.

RR tidak mau menembak langsung siapa di atas Syafruddin Arsyad Temenggung saat itu.

"Saya enggak tahu, tapi harus ada yang tanggung jawab, yang di atas, yang selama ini bersembunyi," tegasnya lagi.

"Jadi menurut kami agak ajaib kasus ini kok hanya berhenti di level ketua BPPN. harusnya sampai level di atas-atas, yang selama ini selalu sembunyi, seolah-olah enggak ada tanggung jawab," tambah RR.

Pada beberapa kesempatan, RR sering mengungkapkan, banyak ahli hukum yang memahami persoalan pidana, tetapi relatif kurang memahami lahirnya suatu kebijakan pemerintah khususnya di sektor ekonomi.

Padahal apabila kebijakan di sektor ekonomi proses dan landasan hukum dan filosofinya salah, selain bisa berdampak luas dan merugikan masyarakat, bisa juga menimbulkan berbagai skandal korupsi.

Kasus SKL BLBI tidak asing bagi RR. Dalam penyelidikan, sudah lebih dari sekali ia dipanggil KPK untuk bersaksi. Dan sudah sering pula Rizal Ramli meminta KPK konsisten dan berkomitmen menuntaskan kasus tersebut tanpa khawatir akan indikasi keterlibatan elite dan tokoh besar di dunia politik.

Syafruddin didakwa merugikan negara Rp 4,5 triliun dalam penerbitan SKL BLBI. Juga memperkaya pemilik saham pengendali BDNI Sjamsul Nursalim melalui penerbitan SKL.

SKL itu dikeluarkan Syafruddin berdasarkan Inpres 8/2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Syafrudin disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [rus]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya