Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Mimpi Jamu Tuan Rumah Di Negeri Sendiri

SENIN, 02 JULI 2018 | 09:20 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SETELAH sekitar sepuluh tahun berkelana di Jerman untuk mempelajari seni-musik, seni-rupa, manajeman, pengobatan alami sambil mencari nafkah sebagai kartunis pada beberapa surat kabar Jerman dan kemudian mengajar pianoforte di beberapa lembaga perguruan tinggi Jerman, saya kembali ke bumi kelahiran saya tercinta, Indonesia.

Prihatin
Saya prihatin atas nasib jamu di negeri sendiri. Jamu sebagai mahakarya kebudayaan kesehatan Nusantara ternyata sama sekali tidak memperoleh tempat pada gua garba pelayanan kesehatan nasional Indonesia.


Segenap sudut pelayanan kesehatan nasional Indonesia dimonopoli kebudayaan pelayanan kesehatan Barat mulai dari perawat, paramedis, dokter, apotek, apotek sampai rumah sakit. Maka saya mulai berupaya agar jamu diposisikan berdiri-sama-tinggi-duduk-sama-rendah dengan obat tradisional Barat yang disebut  obat farmasi.

Saya juga berupaya agar para pengobat tradisional asli Indonesia jangan dilecehkan namun disetarakan dengan para pengobat tradisional Barat yang disebut sebagai dokter. Saya iri terhadap nasib mujur obat dan pengobat tradisional India dan China yang oleh masyarakat bersama pemerintah masing-masing ditempatkan secara terhormat di dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

Orba
Saat itu kebetulan masih masa Orde Baru maka pihak pemerintah menuduh saya adalah seorang ekstremis yang memprovokasi pemberontakan terhadap kebijakan pelayanan kesehatan pemerintah Orba yang alergi kritik.

Saya bungkam akibat diancam apabila berisik maka izin produk jamu akan makin dipersulit oleh pemerintah. Setelah Orde Reformasi menggantikan Orde Baru, saya kembali memperjuangkan jamu melalui jalur kebudayaan dengan berupaya mencalonkan jamu kepada UNESCO untuk diakui sebagai warisan kebudayaan dunia mahakarya bangsa Indonesia.

Ketika melapor ke Menteri Kesehatan yang didampingi tim para ahli terdiri dari para dokter dan apoteker terkemuka. Saya terkejut akibat ada (tidak semua) dokter yang hadir menguatirkan bahwa dengan mengajukan jamu sebagai warisan kebudayaan dunia ke UNESCO berarti saya akan mempermalukan bangsa Indonesia di forum masyarakat kesehatan dunia.

Malu
Akibat dikuatirkan mempermalukan bangsa, saya patah semangat sehingga mengalihkan enerji lahir batin ke kegiatan lain mulai dari pendidikan seni-musik, pembinaan wayang orang sampai mempelajari kemanusiaan dengan berpihak kepada rakyat tergusur yang digusur oleh mereka yang tidak malu melakukan penggusuran.

Namun pada bulan Ramadhan tahun 2018, sahabat saya Gaura Mancacarita yang berjasa memperjuangkan Tari Saman masuk daftar warisan kebudayaan dunia versi UNESCO menelpon saya untuk menanyakan kelanjutan perjuangan mencalonkan jamu masuk UNESCO.

Pada saat itu pula rasa malu menyengat lubuk sanubari saya karena Mas Gaura sebagai warga Indonesia keturunan Australia ternyata lebih peduli terhadap jamu sebagai mahakarya kebudayaan Indonesia. Sementara ada (tidak semua) sesama warga Indonesia tidak tahu malu menggangap jamu mempermalukan bangsa Indonesia di forum internasional.

Terdorong rasa malu terhadap Mas Gaura, segera saya mengajak Ketua Umum Gabungan Jamu, Dwi Ranny Pertiwi Zarman SE, MH dan Wakil Ketua GPJamu Ir. Thomas Hartono menghadap Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Dr. Nadjamuddin Ramly M.Si beserta para staf beliau di markas besar Kemendikbud untuk memohon perkenan agar jamu diakui sebagai warisan kebudayaan Indonesia agar dapat dinominasikan sebagai warisan kebudayaan dunia di UNESCO sama halnya dengan angklung, keris, batik dan lain-lain mahakarya kebudayaan Nusantara.

Tuan Rumah Di Negeri Sendiri
Melalui naskah sederhana yang dimuat RMOL ini, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri memohon doa restu serta dukungan segenap warga bangsa Indonesia agar pemerintah Republik Indonesia berkenan menyetarakan jamu sebagai obat tradisional Indonesia warisan kebudayaan Nusantara dengan obat tradisional Barat warisan kebudayaan kaum penjajah yang pernah ratusan tahun menjajah Nusantara sampai dengan saat Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa, negara dan rakyat Republik Indonesia.

Sudah selayaknya bahkan sewajibnya bahwa jamu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. MERDEKA ![***]


Penulis adalah pembelajar warisan kebudayaan Indonesia sebagai bagian hakiki warisan kebudayaan Dunia

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya