Berita

Foto/Net

Properti

Relaksasi Uang Muka Bisa Kerek Kredit Macet

Perlu Tambahan Aturan
SENIN, 02 JULI 2018 | 09:02 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bank Indonesia (BI) membebaskan besaran uang muka atau loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) kepada masing-masing bank. Kebebasan ini memunculkan kekhawatiran pada meningkatnya risiko kredit macet.

 Chief Economist PT Permata Bank Josua Pardede menjelas­kan, relaksasi LTV berpotensi meningkatkan non performing loan (NPL) alias kredit macet, lantaran biaya cicilan rumah se­makin membesar. Sehingga tim­bul kekhawatiran banyak debitor yang akan kesulitan memenuhi tanggung jawabnya dalam mem­bayar cicilan rumah.

"Risiko peningkatan NPL pasti ada. Karenanya perlu ada ketentuan tambahan buat bank-bank yang NPL KPR-nya relatif besar, agar tidak dapat meman­faatkan relakasasi LTV ini," kata Josua kepada Rakyat Merdeka.

Josua pun me-warning per­bankan untuk selalu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan KPR. Karena menurutnya, perbankan harus memperhatikan lebih detail profil nasabah, serta ke­mampuan membayar debitor yang ingin mengajukan KPR. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya NPL.

"Apakah calon debitornya memiliki penghasilan tetap, aset, hingga tabungan di bank. Seka­lipun LTV dilonggarkan, tetap ada syarat khusus yang harus dipenuhi," imbuhnya.

Direktur Eksekutif Indo­nesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menuturkan, pihaknya sudah mengusulkan rumah pertama tanpa uang muka atau DP (down payment)ke BI sejak 2015. Jika disetujui sejak saat itu, tentu momennya akan menjadi lebih baik.

"Inisiatif mengajukan usulan tersebut, karena perhitungan tren suku bunga rendah saat itu. Sehingga akan berdampak bagus bila dibarengi dengan kemuda­han DP. Tapi usulan ini dulu sempat ditertawakan," ucap Ali kepada Rakyat Merdeka.

Meski begitu, sambung Ali, dengan kondisi sekarang, di mana suku bunga BIsudah naik menjadi 5,25 persen alias ada kenaikan 100 basis points (bps), maka otomatis membuat bank bakal menaikkan suku bung­anya, termasuk KPR.

"Rupiah diharapkan agak sta­bil. Tapi daya beli konsumen bila tanpa DP akan semakin ren­dah, karena cicilannya dia akan lebih tinggi lagi," kata Ali.

Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi Sa­tria mengakui, pelonggaran LTV menjadi salah satu insentif yang diperlukan perbankan. Dengan begitu bisnis properti maupun KPR di Tanah Air bisa tumbuh lebih baik lagi.

Budi lalubmenegaskan, prop­erti memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Meski begitu, pelong­garan LTV memang mesti mem­perhatikan beberapa faktor.

"Dengan berbagai relaksasi yang diberikan BI, tidak akan mengurangi tingkat kehati-hatian kami, sehingga kami optimistis target NPL tahun ini sebesar 2,38 persen akan dapat dicapai," katanya.

Sekedar catatan, hingga Maret 2018, rasio NPL gross BTN di level 2,78 persen.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya memutuskan untuk tidak lagi memberlakukan uang muka pada pembelian rumah pertama. Aturan pelonggaran LTV atau financing to tvalue (FTV) untuk KPR akan berlaku mulai 1 Agustus 2018.

BI berharap, kebijakan terse­but dapat kembali memacu pertumbuhan properti di Indo­nesia.

"Saya sampaikan, bahwa un­tuk rumah pertama tentu tidak ada aturan untuk besaran LTV. Besaran itu ditentukan oleh masing-masing bank bisa me­nyesuaikan praktik manajemen risiko yang ada," kata Perry.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menambahkan beberapa alasan pelonggaran kebijakan ini. Menurutnya, saat ini siklus kredit properti masih berada pada fase rendah, namun masih memiliki potensi untuk di ak­selerasi.

"Dengan adanya pelonggaran ini dari hasil diskusi kita dengan Perbanas dan juga asosiasi, ini bisa tingkatkan pertumbuhan kredit properti sebesar 13-14 persen," terang Erwin.

Hanya saja ketentuan menge­nai pelonggaran KPR ini, kata Erwin, tidak bisa dijalankan semua bank. Syaratnya, per­bankan yang bisa menerapkan kebijakan pelonggaran LTV ini adalah, pertama, perbankan yang memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) nett kurang dari 5 persen. Dan kedua, rasio NPL KPR gross kurang dari 5 persen.

"Jadi ini bukan DP nol pers­en," tegas Erwin. *** 

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

CM50, Jaringan Global dan Pemimpin Koperasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:45

Telkom Salurkan Bantuan Sanitasi Air Bersih ke 232 Lokasi di Indonesia

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:15

TNI Kawal Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon di Puncak Jaya

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:45

Peran para Bandit Revolusioner

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:19

Pengecer Gas Melon Butuh Kelonggaran Buat Naik Kelas

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:59

DPD Apresiasi Kinerja Nusron Selesaikan Kasus Pagar Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:39

Telkom Beri Solusi Kembangkan Bisnis Lewat Produk Berbasis AI

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:19

Pengangkatan TNI Aktif sebagai Dirut Bulog Lecehkan Supremasi Sipil

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:59

Indonesia Perlu Pikir Ulang Ikut JETP

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:48

KPK Diminta Periksa Bekas Ketua MA di Kasus Harun Masiku

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:35

Selengkapnya