Ketua Umum Partai Nasdem Surya paloh/Net
Klaim Partai Nasdem sebagai partai yang paling banyak meraih kemenangan dalam Pilkada Serentak 2018 dinilai semu.
Hal itu karena kemenangan hanya diukur dari berapa pasangan calon yang didukung partai besutan Surya Paloh.
"Seharusnya kemenangan dilihat dari berapa kader partai yang berhasil memenangkan pilkada. Bukan jumlah dukungan kepada paslon," kata Direktur Eksekutif Segitiga Institute, M Sukron, di Jakarta, Minggu (1/7).
Menurut Sukron, kalau di sejumlah daerah dukungan sebuah partai sifatnya hanya menggenapi syarat dukungan paslon yang didukung partai-partai besar, seharusnya itu tidak perlu diklaim sebagai kemenangan.
"Apalagi dibesar-besarkan. Itu namanya kemenangan semu," imbuhnya.
Menurut Sukron, klaim kemenangan partai dalam pilkada, sebenarnya ada pada seberapa banyak kader partai sendiri yang terpilih sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.
"Karena dari sinilah dapat terlihat keberhasilan kaderisasi kepemimpinan partai tersebut," ujarnya.
Dalam pilkada di 17 provinsi, menurut hasil hitung cepat, Nasdem mendudukan tiga kadernya sebagai gubernur, yakni Viktor Laiskodat (NTT), Herman Deru (Sumsel) dan Ali Mazi (Sultra). Namun, dari tiga politikus tersebut itu hanya Viktor yang benar-benar kader asli Nasdem.
Sementara, Herman Deru diketahui masuk Nasdem saat mendaftar sebagai cagub, dan Ali Mazi adalah bekas kader senior Partai Golkar.
"Kalau begini, di mana letak sukses kaderisasi kepemimpinan partainya?" kata Sukron.
Sebelumny dari pilkada di 17 provinsi, Nasdem mengklaim menang di 11 provinsi. Padahal, dari jumlah kemenangan tersebut, partai sempalan Golkar itu hanya berhasil mendudukan empat kadernya, yakni untuk tiga posisi gubernur dan satu posisi wakil gubernur.
Sementara, masih ada partai lain yang lebih banyak mendudukan kadernya sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Misalnya, PDI Perjuangan yang berhasil mendudukan tujuh kadernya di provinsi, yakni empat posisi gubernur dan tiga wakil gubernur.
[nes]