Berita

Foto/Net

Politik

Alhamdulillah, KPU Jaga Martabat Bangsa Dari Bahaya Laten Korupsi

Abaikan Menkumham, Larang Eks Koruptor Nyaleg
MINGGU, 01 JULI 2018 | 08:32 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Meski terganjal pengesahan dari pemerintah yakni Menteri Hu­kum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap mengesahkan larangan bagi bekas napi men­calonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg). Sikap KPU menuai banyak pujian dari netizen.

Sikap ngotot KPU dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) No. 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatan­gani Sabtu tanggal 30 Juni 2018 oleh Ketua KPU, Arief Budiman.

Di PKPU itu, larangan napi menjadi caleg termaktub dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf g dan h. Di sana tertulis secara tersurat bahwa man­tan terpidana korupsi tidak dapat mendaftar sebagai bakal calon anggota legislatif.


Pasal 7 Ayat 1 huruf g berbunyi tidak per­nah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

Huruf h berbunyi bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.

Ketika dikonfirmasi wartawan, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi membenarkan jika pihaknya sudah membuat PKPU menge­nai larangan mantan napi nyaleg. "Ya sudah pasti [diterapkan]," ujar Ubaid.

Bahkan, lanjutnya, KPU sudah mengung­gah PKPU No. 20 tahun 2018 ke jaringan dokumentasi dan informasi hukum (JDIH) di laman kpu.go.id. "Sudah diumumkan di JDIH," tutur Pramono.

Ketua KPU Arief Budiman sebelumnya juga menegaskan jika pihaknya tetap membuat aturan yang melarang mantan napi sebagai caleg sekalipun ada pihak yang menolaknya.

Menurut dia, jika dilihat di beberapa lem­baga, sebetulnya mereka juga punya kewenan­gan sendiri membuat peraturan secara mandiri begitupula dengan KPU.

Arief menegaskan bahwa pihaknya tidak melangkahi kewenangan yang diberikan. Selama ini, kata Arief, KPU telah melak­sanakan tugas dan fungsi sesuai aturan dalam proses penggodokkan PKPU tersebut.

Misalnya, KPU melakukan rapat pleno serta berkonsultasi dengan Komisi IIDPR bersama Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah.

"KPU sebetulnya telah menjalankan prose­dur yang harus ditempuh sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011," tutur Arief.

KPU akan melaksanakan Pemilu 2019 mendatang secara serentak. Pemungutan suara pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, DPD, serta pemilihan presiden-wakil presiden akan dilakukan di waktu yang sama, yakni pada 17 April 2019.

Diketahui, Kementerian Hukum dan HAM sempat menolak untuk mengundangkan PKPU tersebut. Alasan Kemenkumham yakni laran­gan eks koruptor menjadi caleg tidak diatur dalam peraturan yang lebih tinggi, yakni UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Meski demikan, KPU tetap menetapkan PKPU tersebut sebagai pedoman pelaksanaan Pileg 2019. Menurut Pramono, PKPU itu sah diterapkan pada Pileg 2019 meski tidak diun­dangkan oleh Kemenkumham.

"Peraturan MK(Mahkamah Konstitusi) juga berlaku sejak disahkan sendiri oleh MK," katanya.

Sikap konsisten dari KPU tentu saja menda­patkan dukungan serta pujian dari warganet. Di kolom komentar dari cnnindonesia.com misalnya banyak netizen yang memuji.

User dengan nama tuggino mengatakan keputusan KPU yang melarang bekas napi jadi caleg merupakan terobosan yang luar biasa dalam perpolitikan nasional. "Terobosan brilian menuju Indonesia yang lebih baik tanpa ada korupsi,"  ujarnya.

Sanjungan juga diungkapkan oleh user Musafir Optimis. Kata dia, keberanian KPU harus diapresiasi. "Jempol untuk KPU," katanya. User Kumala Peyhig menimpali, kebijakan KPU sangat baik untuk Indonesia ke depan, untuk itu jika ada yang tidak setuju harus disanksi. "Yang ga setuju. Pecat," an­jurnya.

User Fransisco T S Tarigan justru men­yarankan agar KPU melarang bukan hanya napi koruptor saja, tetapi juga seluruh napi. "Sekalian semua terpidana," sarannya.

Tak hanya dikolom komentar saja, di media twitter juga banyak yang mendukung KPU seperti akun @ichwanlbd yang tak segan me­muji Arief Cs. "Mantap. Dukung."  

Tak hanya masyarakat kecil, pengamat psikologi @tamrintomagola juga mem­berikan dukungannya ke KPU yang sudah berani. "Langkah strategis berentas korupsi," katanya.

Dukungan selanjutnya datang dari akun @Abu_Maop. "Sangat setuju dan Terima Kasih. Memang seharusnyalah demikian. Jika eks Koruptor dibolehkan nyaleg, sama artinya melecehkan perasaan dan harapan masyarakat lahirnya pejabat berakhlak baik dan beriman! Selamat & sukses buat @ KPU_ID," pujinya.

Akun @TJPurawidjadja mengatakan rasa syukur atas putusan KPU. "Patut bersyukur. Bahwa dibangsa ini masih ada lembaga yang tegas menjaga martabat bangsa dari bahaya laten korupsi. Alhamdulillah," ucapnya.

Selanjutnya, akun @ferry2156 yakin jika keputusan KPU yang melarang napi nyaleg akan membuat kualitas calon yang lebih baik. "Mantap Indonesia semakin baik," katanya.

Masih memuji, akun @finskk mengatakan jika larangan mantan napi nyaleg untuk pem­belajaran. "Alhamdulillah sekarang sudah makin banyak orang bersih yang peduli negeri walaupun nanti pasti akan banyak koruptor dkk yang menentang,"  duga dia.

Akun @RinjaniJB menganggap putusan KPU sebuah terobosan. Diharapkan meng­hasilkan legislator yang bersih dan bermental anti korupsi. "Mungkin akan banyak yang marah dan mencoba melakukan JR ke MK," imbuhnya.

Sedikit berbeda, akun @sadono_joko justru mengusulkan agar KPU melarang partai poli­tik yang korup. "Sekalian saya usul. Parpol yang terkorup juga gak boleh nyaleg/nyapres aj. Biar ada efek jeranya," sarannya.

Saran juga diungkapkan akun @yunusba­ra71. Baginya, keputusan KPU harus didorong penguatan dasar hukumnya, agar tidsk terjadi buah simalakama.

"Bagus sih tapi UU nya mungkin belum ada, jadinya ya melanggar UU. Karena PKPU kan rujukannya harus UU, gak bisa bikin aturan mendasar sendiri," ungkap akun @ Agus_Hamidd. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya