Berita

Maskot Piala Dunia 2018/Net

Adhie M Massardi

PIALA DUNIA 2018

Piala Dunia Rusia, Tanpa Hegemoni Asing dan Aseng

KAMIS, 21 JUNI 2018 | 16:22 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

PIALA DUNIA 2018 yang sedang digelar di Rusia seperti menjawab kegelisahan sebagian (besar) masyarakat kita yang melihat kian besarnya dominasi (hegemoni) Asing dan Aseng di segala bidang kehidupan di negeri ini.

Akan tetapi kelompok pro-Asing dan pro-Aseng, baik yang sedang menikmati kekuasaan di pemerintahan maupun yang hidup nyaman berkat menjadi sekutu bisnis Asing dan Aseng, menganggap masyarakat yang gelisah itu tidak memahami geopolitik dan ekonomi dunia yang tak bisa lepas dari campur tangan Asing dan Aseng.

Menurut standar moral dan pikiran kaum dengan mental inlander, memang tidak masuk akal sebuah negara bisa membebaskan diri dari hegemoni Asing dan Aseng. Karena Amerika Serikat (AS) yang dikonotasikan Asing dalam terminologi politik di Indonesia, yang menguasai mayoritas sumber daya alam (SDA) di negeri ini, adalah negeri adidaya satu-satunya di muka bumi, yang memiliki kekuatan politik & militer tak tertandingi, sehingga bisa dengan enteng mendikte negara mana pun untuk mengikuti kehendaknya.

Kalau membangkang, dengan enteng oleh AS negera tersebut dikatakan sebagai negara sumber terorisme internasional. Lalu dengan atau tanpa persetujuan PBB dan negara lain, dengan kekuatan militernya AS bisa meluluhlantakkan negara tersebut.

Sementara RRC, yang yang disimbolkan dengan ikon “Aseng” adalah negara raksasa yang secara defakto merupakan kekuatan adidaya ekonomi, politik dan militer di belahan dunia Timur.

Sehingga negara mana pun yang ingin membangun dalam suasana politik yang stabil, merasa perlu dukungan investasi, tenaga kerja, dan perlindungan politik negara tirai bambu itu.

“Memangnya Indonesia sudah bisa mandiri dan berdikari dari bantuan Asing dan Aseng? Memangnya tanpa dukungan politik AS dan China pemerintahan Indonesia bisa stabil untuk menjamin pembangunan dan iklim investasi?”

Begitu pandangan kelompok bermental inlander yang menjadi kaki-tangan Asing dan Aseng. Makanya, tidak perlu ditanggapi oleh yang masih berpikir normal dan ingin melihat bangsanya tidak berada dalam penjajahan Asing dan Aseng.

Kita memang butuh dukungan segala macam dari negara-negara di muka bumi. Tapi syaratnya dalam kemitraan yang sejajar. Bukan menjadi antek yang dihegemoni kekuatan asing, dari manapun datangnya. Tapi mungkinkah itu terjadi?

Nah, Piala Dunia 2018 yang sedang digelar di Rusia itu, yang menjadi hiburan nerharga bangsa Indonesia yang sedang dibingungkan oleh tingkah laku para pemimpin (politik)nya itu, merupakan potret paling ideal pergaulan antar-bangsa yang kita cita-citakan.

Lihatlah, di Rusia tidak ada peserta perwakilan AS (Asing) dan Aseng (RRC). Semua negara yang berkompetisi memiliki kesetaraan nyaris dalam segala hal. Semua tim yang memenangi pertandingan tidak ada yang memperolehnya dengan mudah. Dan tim-tim yang kalah tetap tim yang bergengsi dan bermartabat.

Rusia sebagai tuan rumah, tidak merasa menjadi kekuatan yang menentukan. Dan Arab Saudi yang dipermalukan Rusia 5-0 dalam laga pembuka, tadi malam menunjukkan sebagai tim yang tetap bermartabat.

Buktinya Uruguay, juara Piala Dunia dua kali yang diperkuat superstar Luis Suarez, dibuat frustrasi. Kalau saja pada menit ke-23 Luis Suarez tidak memperoleh keberuntungan hingga bisa mencetak (satu-satunya) gol, niscaya laga Uruguay vs Arab Saudi akan berakhir imbang tanpa gol.

Seperti sudah diulas banyak orang, sepakbola memang instrumen pergaulam antar-bangsa paling egaliter, dan di Rusia, hal ini lebih dipertegas lagi. Bukan hanya perbedaan agama dan warna kulit (rasialisme) yang rontok di dunia persepakbolaan, tapi juga dominasi kultur (sepakbola) hilang di Rusia.

Setelah Jepang mengandaskan Kolombia, wakil dari benua sepakbola (Amerika Latin) pada Selasa (19/6), hal yang nyaris sama niscaya akan terjadi pada dini hari nanti, saat Argentina berhadapan dengan Kroasia. Sebagai masyarakat bola yang independen, tentu saja kita berharap Messi dkk memenangi pertandingan ini.

Sebelum Argentina vs Kroasia, kita akan melihat kejutan yang dipertontonkan Australia dalam mempersulit nasib Denmark. Australia menang lawan Denmark (pk 19.00)? Belum tentu. Tapi akan menyulitkan, iya.

Sedangkan Perancis saat menghadapi Peru (22.00) tentu sudah jauh lebih siap dibandingkan ketika pertama berlaga melawan Australia. Tentu saja saya mendukung kemenangan Perancis, negara di Eropa yang memberikan kebebasan lebih kepada semua anak bangsanya, tanpa harus mengobral slogan pluralis, padahal tingkah lakunya fasis…! [***]

Penulis adalah pemilik akun Twitter @AdhieMassardi

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

CM50, Jaringan Global dan Pemimpin Koperasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:45

Telkom Salurkan Bantuan Sanitasi Air Bersih ke 232 Lokasi di Indonesia

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:15

TNI Kawal Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon di Puncak Jaya

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:45

Peran para Bandit Revolusioner

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:19

Pengecer Gas Melon Butuh Kelonggaran Buat Naik Kelas

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:59

DPD Apresiasi Kinerja Nusron Selesaikan Kasus Pagar Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:39

Telkom Beri Solusi Kembangkan Bisnis Lewat Produk Berbasis AI

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:19

Pengangkatan TNI Aktif sebagai Dirut Bulog Lecehkan Supremasi Sipil

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:59

Indonesia Perlu Pikir Ulang Ikut JETP

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:48

KPK Diminta Periksa Bekas Ketua MA di Kasus Harun Masiku

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:35

Selengkapnya