Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Gan Lisa Mei Lie, bos money changer Lumbung Berkat Makmur. Lisa diperiksa sebagai saksi kasus suap pembahasan anggaran proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"(Saksi) diperiksa untuk mengecek aliran-aliran dana yang bersumber dari tersangka maupun pihak pemberi," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Tersangka Fayakhun Andriadi, bekas anggota Komisi I DPR diduga menerima suap terkait pembahasan anggaran proyek Bakamla 927.756 dolar Amerika atau sekitar Rp 12,2 miliar. Jumlah itu merupakan 1 persen dari nilai anggaran proyek Bakamla yang dibahas Rp 1,22 triliun.
Pemeriksaan terhadap Lisa berkaitan dengan penukaran dolar di perusahaannya untuk keperluan pemberian suap itu.
"Angka pastinya sedang dikÂroscek. Berapa jumlahnya serta siapa saja yang berperan menÂjadi kurir penukaran uang," kata Febri. Sebelumnya, Lisa pernah diperiksa dalam kasus yang sama pada 28 Februari 2018.
Di persidangan kasus suap ini terungkap, Fayakhun meÂminta duit suap bentuk dolar Amerika. Kepada Erwin Arif, Managing Director Rohde & Schwarz Indonesia (vendor proyek Bakamla), Fayakhun meminta dikirim lebih dulu 300 ribu dolar Amerika.
"Apa bisa dipecah: uang cash di sini 300 ribu, sisanya di JP Morgan?" tanya Fayakhun keÂpada Erwin dalam percakapan WhatsApp (WA) tanggal 4 Mei 2016.
Uang suap untuk Fayakhun disediakan Fahmi Darmawansyah, pemilik dan pengendali PT Merial Esa dan PT Melati Technofo Indonesia. Kedua perusahaan itu bakal menggarap proyek drone dan satellite moniÂtoring Bakamla.
Uang 300 ribu dolar Amerika kemudian ditransfer ke rekenÂing di Guangzhou, China dalam dua tahap. Sisanya dikirim ke rekening di JP Morgan.
Di persidangan, jaksa KPK mengonfirmasi permintaan uang itu kepada Erwin. "Iya benar," jawab Erwin. Erwin sempat mengonfirmasi kepada Fayakhun mengenai rekening di luar negeri yang akan menerima transfer dana. "Account masih on," kata Fayakhun.
Fayakhun meminta bukti jika dana sudah ditransfer. "Tolong diberi salinan perintah transÂfernya ya bor untuk beri tahu account manager saya," kata Fayakhun dalam percakapan WA dengan Erwin.
Fahmi Darmawansyah juga dihadirkan di persidangan untuk mengungkap pengiriman duit suap ke rekening di luar negeri. "Pengirimannya itu benar tidak direalisasikan ke Fayakhun?" tanya jaksa KPK.
"Saudara Dami waktu itu bilang sudah dikirim," sebut Fahmi. Dami yang dimaksud adalah Muhammad Adami Okta, keÂponakan Fahmi yang menjadi staf operasional di PT Merial Esa.
Jaksa KPK lalu meminta konÂfirmasi dari Adami. "Kami transÂfer kurang lebih hampir 1 juta dolar (Amerika)," aku Adami. "Ada bukti transfernya."
Adami mengaku sudah menÂtransfer uang sebagaimana perÂmintaan Fayakhun yang disamÂpaikan lewat Erwin. "Pada saat itu kami transfer kurang lebih hampir 1 juta dolar," tandasnya. "Ada bukti transfernya."
Bukti transfer dana ke luar negeri itu sempat diperlihatkan di persidangan. Di antaranya ke rekening 400-928582 JP Morgan Chase Bank, N.A, New York dengan kode transaksi swift code CHASUS33.ABA 021-000-021.
Kemudian, ke rekening 9890360 atas nama Forestry Green Investments Ltd di JP Morgan International Bank Limited, Brussels (JPMGBEBB).
Kilas Balik
Bos MTI Gelontorkan Rp 24 Miliar Untuk Golkan Anggaran Di Senayan
Bos PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dan PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah mengaku menggelontorkan duit Rp 24 miliar untuk menggolkan pembahasan anggaran proyek satellite monitoring dan drone Bakamla di DPR.
Pengakuan itu disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 7 April 2017. Uang itu diserahkan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsy, Staf Khusus Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo.
Awalnya, Fahmi menerima laporan dari M Adami Okta, keponakannya bahwa Ali Fahmi meminta uang muka 6 persen dari nilai proyek. Rencananya, proyek satelit monitoring akan dianggarkan Rp 400 miliar. Sedangkan proyek drone Rp 600 miliar.
Nilai 6 persen dari proyek satellite Monitoring adalah Rp 24 miliar. Sedangkan 6 persen dari proyek drone adalah Rp 36 milÂiar. "Uang itu saya serahkan ke Ali, katanya untuk orang lain. Mungkin di DPR," kata Fahmi Darmawansyah.
Kepada siapa saja dana itu bakal diserahkan, Fahmi Darmawansyah mengaku tak tahu. Saat itu, Ali Fahmi meminta Fahmi Darmawansyah menuÂrut saja.
Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani menanyakan lebih detail siapa orang DPR yang diduga menÂerima uang tersebut. Fahmi Dharmawansyah akhirnya meÂnyebutkan nama.
"Kalau dari Ali Fahmi nyebuÂtin ada nama Doni itu Anggota (Komisi) XI DPR. Nasdem atau apa gitu saya lupa partainya," ungkapnya.
Jaksa Kiki lalu membacaÂkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Fahmi Darmawansyah pada 18 Januari 2017. Di situ, Fahmi memberikan keterangan, uang yang diberikan kepada Ali untuk mengurus proyek satelit monitoring melalui Litbang PDI Perjuangan Eva Sundari.
"Lalu anggota DPR Komisi I Fayakhun, Komisi XI Bertus Merlas, Doni Imam Priambodo, dari Bappenas, dan pegawai Kementerian Keuangan yang lupa namanya, serta Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. Betul Saudara bilang begitu?" tanya jaksa.
Fahmi Darmawansyah memÂbenarkan BAP tersebut. Namun, ia tak tahu berapa rincian uang yang diterima oleh nama-nama yang ia sebut dalam BAP.
Meski sudah mengeluarkan uang banyak, menurut Fahmi Darmawansyah, hanya anggaran proyek satellite Monitoring yang disetujui. Sedangkan anggaran drone masih dibintangi alias ditunda.
Di luar uang untuk menggolkan pembahasan anggaran, Fahmi Darmawansyah masih mengeluarkan untuk jatah Bakamla. Besarnya 7 persen dari nilai proyek.
Uang itu dibagikan kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Novel Hasan, dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretaris Utama Bakamla Tri Nanda Wicaksono. ***