Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengkritik DPRD DKI Jakarta, lantaran seluÂruh anggotanya belum melaporkan harta kekayaan. Berdasarkan data tingkat kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) persentase kepatuhan DPRD soal LHKPN tercatat masih 0 persen. Jauh di bawah pejabat BUMD sebesar 83,17 persen, serta pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov DKI yang mencapai 66,26 persen.
Menurut Saut, belum adanya anggota dewan yang menyampaikan LHKPN disebabkan oleh tidak adanya paksaan dari KPK, serta ketidaktahuan soal proseÂdur pelaporan. Oleh karenanya KPK akan membentuk tim yang akan mendorong para anggota parlemen DKI untuk menyetorÂkan LHKPN bersama.
Lantas bagaimana tanggapan DPRD DKI terkait masalah ini? Kenapa semua anggotanya belum menyerahkan LHKPN? Dan kapan akan diserahkan? Berikut penuturan Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik kepada Rakyat Merdeka.
Seluruh anggota DPRD DKI diketahui belum menyerahkan LHKPN. Apa tanggapan Anda terkait hal ini? Tanggal 23 Mei akan ada penÂjelasan soal tata cara pengisian LHKPN oleh KPK di DPRD. Jadi mereka akan jelaskan soal itu kepada semua anggota DPRD DKI. Insyaallah kegiatan itu akan diikuti oleh semua anggota DPRD DKI Jakarta.
Memangnya selama ini belum ada sosialisi terkait tata cara pengisian LHKPN di DPRD DKI? Belum, belum pernah ada. Sejak kami menjabat belum perÂnah ada sosialisasi, baru 23 Mei ini. Makanya semua anggota DPRD DKI belum menyerahkan LHKPN. Karena kan enggak gampang juga ngisinya. Jadi beÂsok 23 Mei akan ada penjelasan. Nanti kami lagi cari waktu untuk mengisi secara bersama-sama, dengan dipandu oleh KPK.
Jadi semua anggota DPRD DKI belum menyerahkan LHKPN lantaran tak tahu tata cara pengisiannya toh? Salah satunya itu. Terus karena dulu kan masih perdebatan, angÂgota DPRD ini termasuk pejabat negara apa bukan. Tapi sekarang enggak ada alasan lagi, saya kira wajib ngisilah semua. Walaupun enggak ada sanksi formilnya, tapi kan ada sanksi moral.
Maksud Anda dan kawan-kawan Anda mengganggap DPRD bukan pejabat negara? Ya dulu kan sempat ada perdeÂbatan begitu. Apalagi kan engÂgak ada sanksi, enggak wajib. Kalau sekarang kan mendekati wajib ini. Jadi DPRD DKI buÂkannya enggak mau ngisi. Lalu teman-teman kan bayar pajak juga kan? Jadi berangkat dari situ nanti ngisinya. Tapi nanti tetap akan dipandu oleh KPK.
Anda sendiri dari sejak kapan tak melaporkan LHKPN? Ya sejak awal belum, sejak 2014 kami belum ngisi. Saya juga termasuk. LHKPN saya belum, SPT tahunan yang sudah rutin.
Memang apa susahnya sih ngisi LHKPN itu? Enggak segampang yang dibayangkan juga. Kemarin waktu ketemu dengan KPK dan dijelaskan, ternyata memang agak ribet juga. Misalnya apa saja sih yang harus dimasukkan? Itu kan kami belum tahu. Karena sosialisasinya juga kan kurang, belum ada malah di DPRD DKI ini.
Selama ini tidak diperÂmasalahlan bisa tidak ada sosialisasi begitu? Enggak, karena memang engÂgak ada sanksi itu. Enggak ada yang mewajibkan.
Kapan rencananya akan mengisi LHKPN-nya? Belum tahu, nanti setelah 23 Mei baru ketahuan kapannya. Sebelumnya kan KPK itu baru bertemu dengan pimpinan. Nah, 23 Mei baru bertemu dengan seÂmua anggota DPRD DKI untuk menjelaskan. Tapi targetnya buÂlan ini sudah dilakukan. Karena kan mereka harus siapkan dulu semua dokumennya.
Pemprov DKI kan berenÂcana melepas saham perusaÂhaan bir. Apa tanggapan anda soal rencana tersebut? Ya enggak apa-apa dong. Kalau saya sih setuju ya. Menurut saya DKI lepaslah saham itu. Kalau mau serahkan ke BUMD saja. Dan kalau dilepas itu lumaÂyan kan dapat duit Rp1 triliun. Apalagi Pemprov DKI itu enggak kuat posisinya di perusahaan itu. Karena sahamnya cuma miÂnoritas, cuma sekitar 26 persen. Perusahaannya dikelola oleh pihak lain. Alasan lainnya adalah kalau Pemprov DKI buat kebijakan tentang minuman keras. Pemprov DKI itu kan menolak minuman keras. Tapi masa ikut sebagai produsen? Walaupun engÂgak secara langsung ya. ***