Berita

Foto:Net

Politik

Titiek: Tidak Perlu Gengsi-gengsian Belajar Legacy Soeharto

KAMIS, 10 MEI 2018 | 16:38 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Kepemimpinan Presiden kedua RI Soeharto yang berbasis kepada nilai-nilai Pancasila dan mempercepat tercapainya keunggulan dan kejayaan Indonesia di antara bangsa-bangsa lain sejatinya menjadi teladan dan guru terbaik bangsa ini menatap masa depan lebih optimistis.

Demikian benang merah dari pandangan beberapa tokoh yang pernah menjadi pelaku sejarah perjalanan Soeharto dalam memberi kontribusi untuk negeri. Utamanya mereka yang kini mengabdikan dedikasinya untuk kemajuan dunia pendidikan melalui Universitas Trilogi, Jakarta.

Diantaranya, Prof  Haryono Suyono (mantan Menko Kesra), Dr. (HC) Subiakto Tjakrawerdaya (mantan Menteri Koperasi dan UKM), Dr Wisnu Suhardono (mantan Anggota MPR RI dan Bendahara Yappindo) serta tokoh sentral dari perjalanan Bapak Pembangunan yang tidak lain putrinya Siti Hediati Hariyadi lias Titiek Soeharto.


Simbol kepemimpinan Pancasila itu dipersembahkan dalam karya patung yang dibuat seniman Yusman berbentuk karya seni rupa tiga dimensi berbentuk wajah Jenderal Besar HM. Soeharto yang ditempatkan di lobi utama Universitas Trilogi.

Titiek Soeharto didampingi Haryono Suyono dan Subiakto Tjakrawerdaya langsung membuka selubung yang menutup patung Pak Harto sebagai tanda peresmian, yang ditempatkan di lobi utama Universitas Trilogi, Jakarta, Rabu kemarin (9/5).

Subiakto Tjakrawerdaya selaku Ketua Yappindo (yayasan yang menaungi Universitas Trilogi) mengatakan peresmian patung Pak Harto bertambah penting karena pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan yang cukup berat, yakni angka kemiskinan yang masih besar, ketimpangan sosial, pengangguran, pertumbuhan ekonomi melambat, tantangan revolusi industri 4.0 agar mampu berkompetisi global dan berdaya saing.

"Adalah menjadi tugas dan kewajiban kita bersama untuk makin percaya dan setia kepada Pancasila serta terus mengamalkannya secara murni dan konsekuen menjawab berbagai tantangan yang makin rumit, luas dan beragam ini," ujar mantan anggota MPR RI ini dalam keterangan yang diterima redaksi.

Tidak hendak membela Soeharto, mantan pembantu presiden dalam Kabinet Pembangunan III ini mengingatkan fakta-fakta success story "The Smiling General" yang juga sejatinya perlu dipahami generasi kekinian.

"Soeharto dalam usia 28 tahun berhasil memimpin pasukan merebut Jogjakarta dari Belanda, dikenal sebagai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret, memimpin operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat (1961), penumpasan pengkhianatan G30S/PKI (1965) dan hingga terbitlah Supersemar menjadi awal kepemimpinannya sebagai Presiden RI hingga 32 tahun, mendapatkan pengakuan internasional dengan lima piagam penghargaan, salah satu dari Badan Pangan PBB yakni FAO karena Indonesia sukses swasembada beras, hingga akhir Pelita VI (1997), saat itu Indonesia meraih masa kejayaannya hingga melalui TAP MPR, telah menetapkan Pak Harto sebagai "Bapak Pembangunan"," urai Subiakto.

Sedangkan Haryono Suyono yang kala itu menjadi pembantu Soeharto sebagai Menko Kesra/Kepala BKKBN juga mengingatkan program KB yang diakui PBB sebagai program kesuksesan pemerintahan order baru.

"Lalu apa yang sudah dipersiapkan pemerintah dengan pengembangan SDM terampil saat Indonesia mendapatkan bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada tahun 2020-2030 jika tanpa perencanaan yang terarah, terukur dan sustain," ujar mantan Ketua Yayasan Damandiri ini.

Sementara itu Titiek Soeharto, mewakili keluarga, menginginkan karya dan prestasi Pak Harto bisa menjadi inspirasi seluruh civitas akademika Universitas Trilogi dapat meneruskan perjuangan Pak Harto dalam menjawab tantangan zaman dan memberi solusi perbaikan bangsa ini menjadi lebih baik dan sejahtera untuk tumpah darah Indonesia. Bukan sekelompok golongan saja.

"Saya berharap seluruh mahasiswa dan pengelola Universitas Trilogi memegang teguh semangat dan komitmen seperti yang ditegaskan beliau bahwa pendidikan nasional tidak semata-mata hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi harus juga menjadikan manusia berwatak Pancasila," jelas Srikandi Golkar yang diproyeksikan partainya mengisi formasi Pimpinan MPR.

Ketua Dewan Pembina Yappindo ini juga mewanti-wanti kepada lulusan dan alumni Universitas Trilogi mewarisi semangat kepemimpinan Pak Harto, seperti semangat Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang nantinya mampu menghadirkan kualitas kepemimpinan Pancasila yang cerdas sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan zaman namun tetap santun dan rendah hati.

"Rakyat bisa merasakan keadaan sekarang dengan saat Pak Harto membimbing negeri ini. Saat sekarang daya beli masyarakat melemah karena harga pangan terus merangkak naik, impor komoditas pangan dikencengin, rupiah makin terpuruk, utang membumbung tinggi, pengangguran makin luas dan melebar, justru pekerja asing diberi karpet merah. Yang terjadi akibatnya angka kemiskinan makin tinggi dan rakyat bukan menjadi tuan di negerinya sendiri," urai Titiek.

Tentu sesama anak bangsa juga harus fair jika kebijakan yang sudah dilakukan Pemerintahan Pak Harto lewat Trilogi Pembangunan sebagai kompasnya pengejawantahan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat waktu itu untuk kebaikan bangsa ini juga perlu ditiru, dijalankan kembali oleh elite negeri agar rakyat tidak semakin menderita.

"Sebetulnya bangsa ini tidak perlu membuat formula-formula baru untuk mengelola negeri ini. Tinggal nyontek saja apa-apa yang baik, terbukti dan teruji dilakukan zaman Pak Harto. Tak perlu gengsi-gensian. Lha wong untuk kebaikan, enggak perlu gengsi. Kalau hanya karena enggk suka Pak Harto, cukup diganti saja namanya," ucap Legislator Senayan Dapil DI Yogyakarta ini.

Titiek menyebut Vietnam yang terpuruk akibat perang tidak berkesudahan, kini telah bangkit. Bahkan mereka belajar pertanian dari Indonesia waktu zaman Pak Harto, kini malah berswasembada beras. Sedangkan Indonesia malah impor beras Vietnam.

"Apa kita tidak malu. Banyak hal achievement era Pak Harto yang bisa diambil lagi. Seperti akan dihidupkannya GBHN, sistem kenegaraan yang perlu dikaji dan dikonsolidasikan, Bulog dikembalikan fungsinya kembali sebagai stabilisator pangan nasional, bukan disuruh mencari untung sebagai BUMN," jelasnya.

Maka ini menjadi catatan kritis kepada pengelola republik. Masukan dari Universitas Trilogi diperlukan untuk menawarkan solusi-solusi dari aspek akademik. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya