Masyarakat kembali digegerkan kasus pembunuhan sadis. Stefanus, diduga menghabisi nyawa Laura, calon istrinya di sebuah rumah di Petojo Utara, Jakarta Pusat.
Pembunuhan diduga dilakukan pada Kamis (3/5) di rumah Laura, di Jalan Alaydrus Nomor 69, Kelurahan Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Usai membunuh, Stefanus memÂbakar Laura di sebuah tempat di Tangerang, Banten.
Rumah tersebut tak jauh dari Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Pagar deÂpan rumah cukup tinggi,sekitar tiga meter. Namun, dinding-dinding depan diberi sedikit variasi celah.
Hari itu, rumah dalam keadaan terkunci dan digembok dari daÂlam. Tak tampak garis polisi di rumah tersebut.
Di dalam pagar, rumah dilengÂkapi dengan garasi yang muat untuk satu mobil. Teras rumah tampak kotor seperti sudah lama tak terawat. Selain itu, bagian dalam rumah benar-benar sangat tertutup. Pintu dipasangi besi teralis. Demikian juga jendela di sampingnya.
Yanto, salah seorang juru parkir yang berada di dekat rumah tersebut mengatakan, Laura merupakan sosok peremÂpuan yang ramah kepada warga sekitar. "Si perempuan memang baik, ramah. Kalau sama coÂwoknya nggak pernah tahu," kata Yanto.
Dia pun tak mengetahui secara persis mengenai pembunuhan Laura di rumah itu. Yanto baru mengetahui Laura tewas setelah informasi tersebut beredar di media massa. Dia mengaku kaget karena merasa kenal dan mengetahui persis tempat tingÂgal korban.
Lebih lanjut, Yanto mengira Laura dan Stefanus telah meÂnikah. Menurutnya, Stefanus sempat beberapa kali menginap di rumah Laura.
"Saya pikir sudah suami istri atau sudah kawin, kita kan ngÂgak tahu sifat pribadi masing-masing," ujarnya.
Meski Stefanus beberapa kali bermalam di rumah Laura, Yanto menilai, hubungan antara keluarga Laura dengan Stefanus tidak begitu baik. Dia bilang, Stefanus selalu menghindar jika Hartanto, ayah Laura, sedang berada di rumah.
"Kalau sama bapaknya Non Laura sih dia (Stefanus) kurang akrab. Kadang kalau lagi datang ke rumahnya Non Laura, pacarÂnya maen nyelonong aja. Nggak lama kemudian pergi lagi keluar sama Non Laura. Pulangnya kaÂdang malam, kadang besoknya lagi," bebernya.
Laura adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak kandungnya yang pertama telah meÂnikah dan menetap di Australia. Sementara, kakak kandung keduanya, Boni, tinggal bertiga dengan Laura dan Hartanto di rumah tersebut.
Yanto bilang, ayah Laura adalah pengusaha mesin-mesin konveksi di Jalan Gajah Mada, dekat Harmoni, Jakarta Pusat.
"Biasanya, Pak Hartanto beÂrangkat jam sembilan pagi dianÂtar sopirnya, pulang paling telat jam tujuh malam," ujarnya.
Usman Ali Musa, Ketua RW tempat Laura tinggal mengatakan,orangtua Laura sangat kaget saat mengetahui anaknya dibunuh Stefanus. Bahkan, orangtua Laura baru mengetahuianaknya tewas saat polisi menÂdatangi rumahnya pada Jumat (6/5).
Usman mengatakan, awalnya dirinya didatangi polisi. Dia diminta mendampingi polisi unÂtuk melihat lokasi pembunuhanLaura di rumahnya. Namun, Usman mengaku tak tahu tenÂtang keberadaan keluarga Laura di rumahnya. Dia menyebut polisi membawa kunci rumah yang diserahkan oleh Stefanus.
"Sebetulnya kita nggak tahu di rumah itu ada orang apa enggak, soalnya polisi itu bawa kunci. Mungkin itu kunci dari si pelakunya. Pelaku juga sudah ngaku. Polisi bilang ini kejadianÂnya di rumah," ujar Usman.
Usman dan sejumlah polisi itu kemudian masuk ke rumah Laura. Dia menemui keluarga Laura, yaitu ayah dan kakaknya. Polisi kemudian memberikan penjelasan soal kejadian pemÂbunuhan tersebut. Ayah Laura kaget saat mengetahui pembunuÂhan itu. Dia menyatakan, Laura tak pulang ke rumah selama 3 hari.
"Ya reaksi orangtua kaget juga kalau dilihat, karena dia bilang anak perempuannya ngÂgak pulang-pulang sudah tiga hari. Rabu pagi (2/5) mobil ada, berarti anak saya masih ada. Dari Rabu malam sampai Jumat dia nggak pulang-pulang," tutur Usman.
Selain itu, Usman menerangÂkan, polisi masuk ke kamar Laura. Polisi menemukan bercak darah dan sarung tangan di deÂpan kamar tersebut.
"Polisi datang Jumat malam, polisi langsung mengarah ke kamarnya (Laura). Polisi menÂemukan ada bercak darah, ada sarung tangan di depan kamar (masih belum diketahui sarung tangan dipakai oleh pelaku atau tidak) dianggap barang bukti. Dibawa enggaknya kan saya nggak tau soalnya belum olah TKP," imbuhnya.
Terkait kepribadian Laura, Usman menyebut, peremÂpuan tersebut sosok tertutup. Demikian halnya dengan keluargabesarnya.
"Laura dan keluarganya meÂmang jarang berkomunikasi denÂgan lingkungan sekitar. Kalau nggak salah, rumahnya juga jarang ditempati, orangtuanya kadang-kadang ada, kadang-kadang nggak. Saya juga nggak tau mereka tinggal di mana lagi," terangnya.
Kehilangan Sosok Ayah, Pelaku Pendiam & Penakut
Stefanus yang diduga sebaÂgai pelaku pembunuhan terhÂadap Laura, diketahui sebagai sosok penakut dan tertutup. Hal tersebut dikatakan paman pelaku bernama Angkoeh.
Angkoeh mengatakan, tak menyangka keponakannya yang kini berusia 25 tahun, melakuÂkan tindakan sekeji itu terhadap kekasihnya sendiri. Pasalnya, selama yang dia kenal, Stefanus merupakan sosok pria yang penakut sejak kecil.
Angkoeh mengaku tak percaya keponakannya tega membunuh calon istrinya sendiri. "Saya sama sekali tidak menyangka. Karena anak itu (Stefanus) penakut. Jangankan membunuh ya, lihat tikus saja takut," ucap Angkoeh.
Selain penakut, Angkoeh menambahkan, keponakannya juga dikenal sebagai anak yang tertuÂtup. Selama ini Stefanus jarang atau bahkan hampir tidak pernah berbicara tentang masalah yang tengah dialaminya.
Angkoeh menduga, sifat tertutup dan pendiam yang dimiliki keponÂakannya itu lantaran kehilangan figur seorang ayah. Ayahnya, kata Angkoeh, telah meninggaldunia sejak Stefanus masih kecil.
"Memang pendiam dan terÂtutup, mungkin karena kehilanÂgan sosok ayahnya yang sudah meninggal sejak kecil. Dia juga tidak pernah bicara kalau ada masalah," ucap Angkoeh.
Latar Belakang
Mayat Laura Dibakar Di Pinggir Pantai Stefanus Tersinggung Diungkit Biaya Pernikahan Cekcok jadi penyebab tindaÂkan sadis yang diduga dilakukan Stefanus terhadap calon istrinya, Laura. Stefanus menusuk, kemuÂdian membakar mayat Laura.
Aksi pembunuhan yang diÂlakukan Stefanus cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, sebeÂlum peristiwa terjadi, pasanÂgan yang akan menikah pada Agustus 2018 itu, sempat tampil mesra danberfoto prewedding.
Pelaku nekat membunuh calon istrinya lantaran masalah sepele. Polisi menyebut, biaya pernikaÂhan Stefanus dan Laura ditangÂgung oleh pihak perempuan. Biaya pernikahan itu mencapai ratusan juta.
"Biaya pernikahan mereka itu ditanggung pihak perempuan Rp 200 juta sekian. Itu diangkat terus, bikin tersinggung Stefanus," kata Kapolsek Tambora Kompol Iver Manossoh.
Iver menambahkan, Stefanus merasa direndahkan mengenai hal itu, sampai akhirnya terjadi cekcok antar keduanya. Dia kaÂlap membunuh Laura, lalu memÂbakarnya di Tangerang.
"Setiap berantem, tersinggung, seolah-olah dia tidak berharga di depan calon istrinya. Selalu diungkit, seolah-olah dia tidak punya apa-apa. Itu yang bikin dia marah sampai nggak bisa kendalikan marah," papar Iver.
Saat ini, sambung Iver, Stefanus tidak mempunyai pekerjaantetap. Dia disebut bekerja serabutan. "Dia kerja angkutan online, kadang dia narik penumpang, kadang dia jual barang online. Serabutan, kadang-kadang dia jual beli online. Belum ada pekerjaan tetap, dia masih muda," terangnya.
Dalam aksinya membuang jasad Laura, Stefanus meminta bantuan empat karyawan pabrik konveksi milik pamannya. Kamis (3/5) jam 10 malam, dia tiba di pabrik konveksi pamannya di Pekojan, Tambora, Jakarta Barat. Dia mengajak empat karyawan, yaitu AZ, YD, EB, dan AR.
Stefanus, lanjut Iver, meminta bantuan mereka dengan dalih untuk membuang tumpukan kain konveksi. Namun, seorang karyawan merasa curiga karena meÂlihat seperti ada kaki manusia di balik tumpukan kain tersebut.
"Ada salah satu karyawan, AZ, pelapor juga, curiga kok ada seperti kaki manusia di daÂlam mobil. Makanya, dia nggak ikut berdua sama AR. Yang dua orang lagi ikut," terang Iver.
Akhirnya, hanya dua karyawanyang ikut dengan ST di mobil, yaitu EB dan YD. Mereka dibawamenuju Desa Karang Serang, Tangerang, Banten. Keduanya diminta tidak menginjak tumÂpukan kain yang diletakkan di bangku tengah mobil.
Sebelum sampai di lokasi, merÂeka juga sempat mampir di sebuah warung untuk membeli bensin eceran sebanyak tujuh liter. Hal ini membuat karyawan tersebut curiga dan ketakutan. Sesampainya di Tangerang, kedua karyawan itu diminta menurunkan mayat calon yang disebutnya sebagai tumpukan kain bekas koveksi dari mobil.
"Dari keterangan, EB dan YD ketakutan saat diminta bantuan nurunin mayat dari mobil ke pinggir pantai. Akhirnya, mereka pergi melarikan diri," ucap Iver.
Polisi menangkap Stefanus di rumahnya, Sabtu (5/5) dini hari. Polsek Tambora telah meÂlimpahkan penanganan kasus ini ke Polres Jakarta Pusat. Saat ini, pelaku telah ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat setelah kasus dilimpahkan ke sana. Stefanus dikenai Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Terencana dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. ***