Berita

Ilustrasi:Net

Bisnis

Ketidakadilan Pajak Hambat Pertumbuhan Ekonomi

SENIN, 02 APRIL 2018 | 16:56 WIB | OLEH: GEDE SANDRA

KEPALA Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan memberikan tax holiday PPh (Pajak Penghasilan) selama 20 tahun bagi investasi di atas Rp 30 triliun.

Sementara dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) disebutkan akan diberikan tax holiday selama 5 tahun bagi investasi Rp 500 miliar-Rp 1 triliun; 7 tahun bagi investasi Rp 1 triliun-Rp 5 triliun; 10 tahun bagi investasi Rp 5-Rp 15 triliun; dan 15 tahun untuk investasi Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.

Ada kalangan menuding pemerintah telah menerapkan kebijakan kontraksi melalui tax amnesty. Dan kini, pemerintah akhirnya menunjukkan niat baiknya untuk serius memacu laju perekonomian dengan membebaskan pajak kalangan terkaya. Ini memang terlihat sebagai langkah yang serius untuk memacu pertumbuhan tapi masalahnya kemudian terletak pada keadilan dan keberpihakan.

Akankah percepatan ekonomi kita ke depan hanya menguntungkan kalangan terkaya?

Baik BPS maupun Oxfam sepakat bahwa masalah Indonesia adalah juga masalah ketimpangan sosial. Data terakhir BPS, ketimpangan sosial yang diukur dengan gini ratio, masih sangat buruk di kisaran 0,391. Tahun lalu Oxfam merilis laporan yang menyatakan bahwa harta empat orang terkaya di Indonesia mencapai US$ 25 miliar (setara Rp 334 triliun), sementara, harta total kekayaan 100 juta penduduk miskin Indonesia hanya US$ 24 miliar (sekitar Rp 320 triliun). Apa gunanya bertumbuh tapi tanpa keadilan ekonomi?

Mengapa keadilan? Karena ternyata pada saat bersamaan Menteri Keuangan seolah sangat bersemangat menguber pajak kalangan usahawan kecil dan menengah (UKM). Seperti dalam kasus PPh Final bagi UKM, Presiden Jokowi menginginkan turun dari 1% hingga ke angka 0,25%, Menteri Keuangan ngotot di angka 0,5%. Ini menunjukkan kebijakan pajak Menteri Keuangan tidak berpihak kepada sektor UKM, yang merupakan mayoritas usaha masyarakat kita.  Pemerintah telah bertindak tidak adil kepada kalangan usaha.

Selain masalah keadilan, dengan kebijakan melonggarkan pajak usaha besar namun tetap mengejar pajak usaha kecil seperti yang dilakukan pemerintah sekarang, memunculkan keraguan ekonomi dapat bertumbuh cepat.

Ada dua alasan yang saling berhubungan erat. Pertama. Pertumbuhan ekonomi kita ditunjang mayoritasnya oleh konsumsi masyarakat menengah ke bawah, bukan oleh kalangan atas. Kalangan menengah atas cenderung untuk menahan simpanan atau menghabiskan di luar negeri. Sementara kalangan menengah ke bawah cenderung untuk menghabiskan pengeluarannya untuk konsumsi di dalam negeri. Tanpa ada perbaikan konsumsi masyarakat dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang diwakili sektor UKM, sangat sulit ekonomi kita bertumbuh.

Kedua, akibat tidak membaiknya konsumsi masyarakat luas, maka para bankir akan tetap ragu untuk menyalurkan kredit. Tidak ada gunanya pemerintah terus mengimbau bankir untuk meningkatkan pemberian kredit karena mereka tahu apa yang harus dilakukan. Yaang harus dilakukan adalah perbaikan daya beli!

Para pengusaha pun, karena kondisi pelemahan daya beli masih terasa, menjadi tetap ragu untuk mencairkan kredit usaha mereka di perbankan. Undisbursed loan atau kredit yang belum terpakai di perbankan, selama pemerintahan Jokowi, terbukti terus membesar dari Rp 1.137 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 1.410 triliun di 2017.

Bila kredit usaha sulit cair, mana mungkin terjadi percepatan pertumbuhan ekonomi.[***]     

Penulis adalah peneliti dari Lingkar Studi Perjuangan (LSP).

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya