Pelaku industri tembakau berharap pemerintah tidak membatasi impor. Pasalnya, pasokan di dalam negeri belum cukup dan tidak dapat meÂmenuhi kebutuhan industri.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau IndoÂnesia (AMTI) Budidoyo SisÂwoyo mengatakan, seharusnya pemerintah menjamin bahan baku industri. Bukan justru ikut campur dengan membatasi kuota impor tembakau. "DibuÂkanya keran impor ini untuk memenuhi kebutuhan bahan baku rokok dalam negeri," ujarnya, kemarin.
Budidoyo mengungkapkan, saat ini kebutuhan industri mencapai 300 ribu ton. SedanÂgkan pasokan tembakau yang bisa dipenuhi petani lokal hanya 200 ribu ton. Dengan data tersebut mencerminkan bahan baku industri rokok kekurangan.
"Dibutuhkan impor antara 100 ribu ton atau lebih. TemÂbakau ini sangat tergantung pada cuaca. Di 2016 produksi tembakau rendah karena curah hutan, maka keutuhan impor naik," katanya.
Dengan kondisi tersebut, Budidoyo mengaku, industri terpaksa melakukan impor. Jika bahan baku kurang, jumÂlah produksi rokok pun akan berkurang. Alhasil, peneriÂmaan negara dari sektor cukai berkurang. Belum lagi berÂmunculan rokok ilegal.
"Jadi kenapa kita harus imÂpor? Karena antara kebutuhan dan suplai memang tidak seimÂbang. Di Indonesia itu probÂlemnya karena produktivitas kita rendah, tata niaga kurang baik. Jadi itu satu keniscayaan untuk tembakau," jelasnya.
Dia menambahkan, impor yang dilakukan oleh industri juga menghasilkan ekspor produk rokok Indonesia yang setiap tahunnya meningkat 10 persen dalam periode 5 tahun belakangan. Pada tahun 2017 saja, total nilai ekspor produk rokok Indonesia mencapai 1 miliar dolar AS.
"Neraca ekspor tembakau, orang sering mengatakan bahÂwa di Indonesia ini impornya gede. Impor ini gede, tapi perlu dipahami bahwa impor kita ini berupa bahan menÂtah, sementara ekspor berupa produk olahan. Secara volume memang impor itu besar, tapi secara nilai ekspor kita jauh lebih banyak, sebagian besar ke Asia tapi juga ada yang ke Eropa," jelasnya.
Selain dari penerimaan negara, Budidoyo juga menÂgatakan, peran industri rokok menyerap tenaga kerja juga besar. Berdasarkan catatan AMTI, sampai saat ini indusÂtrinya menyerap sekitar 6 juta orang. Serapan tenaga kerja terbagi tenaga kerja di hilir 4,28 juta, dan hulu 1,7 juta.
Dengan capaian tersebut, industri tembakau tengah daÂlam perkembangannya. Petani tembakau juga berupaya menÂerapkan sistem budidaya perÂtanian yang baik dan sesuai arah sasaran pembangunan berkelanjutan.
"Mengingat pertanian temÂbakau lebih memiliki surplus ekonomi, sehingga menjamin kesinambungan investasi pada budidaya tanaman selanjutÂnya," kata Budidoyo
Menurut dia, pembangunan berkesinambungan adalah prosÂes pembangunan baik lahan, kota, bisnis, masyarakat dan lain sebagainya yang berprinsip mencukupi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuÂhan generasi masa depan.
Data pada 2015, penerimaan negara dari cukai rokok 11,3 persen dari total penerimaan negara dari pajak atau 9,5 persen dari total penerimaan negara.
Proses pembangunan berkeÂsinambungan ini mengoptiÂmalkan penggunaan sumber energi alam, sumber energi manusia dan iptek. Dengan menserasikan ketiga komÂponen pembangunan berkeÂsinambungan. "Indonesia nanti akan jadi tuan rumah musyawarah petani tembakau se Asia di Lombok 27 Maret 2018," pungkasnya. ***