Berita

Komaruddin Hidayat/Net

Bisnis

Langkah Pemerintah Sudah Tepat Jawab Kekhawatiran Investor

RABU, 21 MARET 2018 | 09:18 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Cendekiawan muslim Prof. Komaruddin Hidayat menilai wajar jika ada investor asing yang khawatir untuk berinvestasi di Indonesia akibat adanya paham radikalisme dan ekstremisme yang dapat mengguncang stabilitas politik dan keamanan.

Namun, katanya, kekhawatiran itu tidak perlu berlebihan, karena langkah pemerintah sudah on the right track (di jalur yang benar), antara lain dengan membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) berpaham radikal, membatalkan ratusan peraturan daerah (perda) yang tidak pro investasi, dan membangun komunikasi secara intensif dengan ormas-ormas Islam moderat.

"Kekhawatiran itu wajar karena mereka hendak menanamkan modal yang tidak kecil, ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Tapi tak boleh berlebihan, karena langkah pemerintah sudah on the right track," kata Komaruddin yang juga mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (21/3).


Selama ini investor asing lebih tertarik berinvestasi ke negara jiran Malaysia atau Vietnam yang iklim investasinya lebih kondusif di satu sisi, dan di sisi lain stabilitas politik dan keamanannya relatif stabil. "Bayangan mereka, kalau sampai di Indonesia berdiri negara khilafah, maka segala aturan akan dirombak, dan itu ancaman bagi investor," ujarnya.

Sebab itu, jelas Komaruddin, langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo meredam gerakan-gerakan radikal dan ekstrem, serta membubarkan ormas yang mengusung paham negara khilafah dan anti Pancasila, sudah tepat.

"Pemerintah juga menghapus ratusan perda yang tak pro investasi. Ini harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret supaya tenaga kerja dan biaya produksi di Indonesia lebih kompetitif, sehingga menarik minat investor," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof. Nasaruddin Umar berpendapat, tidak ada alasan bagi investor, baik domestik maupun asing, untuk mengkhawatirkan stabilitas politik dan keamanan di Indonesia terkait paham radikal.

"Penganut paham radikal jumlahnya sangat kecil. Paham khilafah juga tidak laku dan tidak akan laku di Indonesa, meskipun beberapa gelintir itu ada. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia itu kompak, dan mendukung negara kebangsaan yang berdasarkan Pancasila. Namun, pemerintah juga tak boleh lengah. Sekecil apapun gerakan dan paham radikal yang tumbuh, harus diantisipasi, jangan sampai membesar," lanjut Nasaruddin yang juga mantan Wakil Menteri Agama.

Tidak itu saja, baik Komaruddin maupun Nasaruddin menilai pemerintah juga kian intensif membangun dialog dengan ormas-ormas Islam mainstream yang berpaham moderat serta pro Pancasila, kebinekaan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, demi mengcounter ormas-ormas berpaham radikal.

"Selama NU dan Muhammadiyah berada di garda terdepan dalam menjaga NKRI, dan menebarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, bahu-membahu bersama aparatur negara seperti TNI dan Polri, insyaAllah negara ini akan aman," kata Nasaruddin.

Pada 10 Juli 2017, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu 2/2017 sebagai pengganti UU 17/2013 tentang Ormas. DPR RI kemudian mengesahkan Perppu Ormas tersebut menjadi UU pada 24 Oktober 2017. Dengan Perppu Ormas inilah pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai bertentangan dengan Pancasila karena mengusung paham negara khilafah. Eks HTI pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Namun, Komaruddin dan Nasaruddin berpendapat, langkah pemerintah tersebut belum cukup. "Pemerintah harus mengatasi akar permasalahannya, yakni dengan memberantas kemiskinan dan ketidakadilan ekonomi dan hukum. Dengan demikian, paham radikal dan ekstrem akan hilang dari bumi Indonesia. Investor pun akan dibuat lebih tenang dan nyaman," demikian Komaruddin. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya