Berita

Anhar Gonggong/RMOL

Politik

​Anhar Gonggong: Keislaman dan Kebangsaan Bung Karno Tak Bisa Dipisahkan

JUMAT, 16 MARET 2018 | 07:45 WIB | LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI

​Bung Karno merupakan seorang perjuang dan pemikir. Bersama pemimpin pergerakan lainnya, Bung Karno melakukan perjuangan secara fisik, tetapi di saat yang sama juga masih sempat menulis.

Untuk melawan kolonialisme misalnya, dalam tulisan Bung Karno pada tahun 1926, dapat dilakukan dengan tiga kekuatan besar yaitu nasionalis, agama, dan marxisme.

"Pada tahun 1938 Bung Karno tercatat dalam sejarah ikut Muhammadiyah sebagai ketua bidang pendidikan di Bengkulu. Karena itu, keIslaman dan kebangsaan Bung Karno tidak dapat dipisahkan. Dalam Dekrit Presiden dituliskan bahwa Piagam Jakarta dan UUD 1945 adalah satu kesatuan, dan Bung Karno adalah orang pertama yang menolak mengganti Piagam Jakarta," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi "Bung Karno dan Islam"  di kantor DPP Taruna Merah Putih, Jalan Cik Ditiro Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/3).

Anhar melanjutkan bahwa pada tahun 1933, Bung Karno menolak demokrasi liberal dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi karena demokrasi liberal hanya mementingkan demokrasi politik dan mengorbankan demokrasi ekonomi. Hal tersebut diulangi lagi dalam pidato 1 Juni 1945 dengan pernyataan jangan mengikuti demokrasi barat, sebab tidak ada gunanya demokrasi tanpa kesejahteraan.

"Prinsip kesejahteraan menurut Bung Karno adalah ketika tidak ada kemiskinan dalam Indonesia yang merdeka. Apabila masih ada kelaparan berarti belum merdeka. Jika orang Islam ingin menguasai Islam dengan menguasai DPR, padahal mayoritas penduduk tidak sama dengan mayoritas politik," kata Anhar.

Anhar menambahkan, Panitia Sembilan dibentuk oleh Bung Karno supaya ada keseimbangan antara tokoh kebangsaan dan tokoh Islam, yaitu masing-masing empat orang. Bung Karno juga pernah mendapat gelar DR HC di Universitas Muhammadiyah.

Anhar menjelaskan bahwa Bung Karno tercatat dalam sejarah merumuskan tiga ideologi. Yaitu 1926 ideologi nasakom, tahun 1936 ideologi marhaen, dan tahun 1945 ideologi Pancasila. Di dalam kesemua ideologi tadi tidak ada yang menunjukkan Bung Karno anti Islam, bahkan membuka ruang dalam Islam.

"Kesalahan besar kita adalah menghilangkan sejarah. Selama Orde Baru sejarah digunakan untuk kepentingan kekuasaan dan terjadi manipulasi sejarah. Generasi berikutnya menjadi kehilangan tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Tan Malaka, Syahrir, dan lain-lain. Kita harus selalu belajar sejarah dan menafsirkan dengan baik. Tempatkan Bung Karno di masanya  dalam perjalanan di masa itu," jelas Anhar Gonggong.[wid]


Populer

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Budi Arie Setiadi Ketar-ketir Gegara Dugaan Korupsi PDNS

Sabtu, 15 Maret 2025 | 01:35

Dugaan Korupsi PDNS Kominfo Diusut

Sabtu, 15 Maret 2025 | 01:28

Kader Gerindra Ajak Warga Manfaatkan Mudik Gratis

Sabtu, 15 Maret 2025 | 01:10

Penerima Bansos Minimal 10 Tahun Ber-KTP Jakarta

Sabtu, 15 Maret 2025 | 00:43

Ini Perjalanan Kasus Korupsi Abdul Ghani Kasuba

Sabtu, 15 Maret 2025 | 00:23

Mantan Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba Meninggal Dunia

Sabtu, 15 Maret 2025 | 00:02

Menko Airlangga Luncurkan Program Belanja di Indonesia Aja

Jumat, 14 Maret 2025 | 23:43

Jokowi Bisa Bernasib Sama seperti Duterte

Jumat, 14 Maret 2025 | 23:27

Sosok Brigjen Eko Hadi, Reserse yang Dipercaya Jabat Dirtipid Narkoba Bareskrim

Jumat, 14 Maret 2025 | 23:01

Tak Ada Operasi Yustisi Pendatang di Jakarta Usai Lebaran

Jumat, 14 Maret 2025 | 23:00

Selengkapnya