Zainut Tauhid Sa'adiI/Net
Kebijakan larangan bagi maÂhasiswi mengenakan cadar yang dikeluarkan rektorat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menuai protes dari berbagai kalangan.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Zainut Tauhid Sa'adi menilai, memakai cadar bagi muslimah bisa dikatakan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), bukan wujud dari tampilan radikalisme. Menurut dia, paham radikalisme tidak bisa diukur dari aksesoris yang dikenakan seseorang seperti cadar, celana cingkrang, dan jenggot.
Sekadar informasi, larangan penggunan cadar di UIN Sunan Kalijaga diterbitkan, lantaran kampus tersebut sudah dua kali kecolongan ulah mahasiswi bercadar yang melenceng dari nilai-nilai yang dianut oleh sebagian muslim Indonesia. Kepada
Rakyat Merdeka, Wakil Ketua MUI, Zainut Tauhid, menyampaikan pandangannya terkait larangan tersebut :
Apa tanggapan MUI terkait dengan adanya aturan laranÂgan penggunaan cadar di UIN Kalijaga?Jadi mengenai hal itu, MUI meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak menjadikan isu penggunaan cadar oleh mahasiswi UIN Sunan Kalijaga (SUKA) sebagai alat untuk saling mendiskreditkan dan menyalahkan antarkelomÂpok pandangan keagamaan di masyarakat. Karena dikhawatÂirkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam.
Namun terkait aturan yang diterbitkan rektorat itu baÂgaimana pandangan MUI?Pertama, MUI menilai masalah pemakaian cadar bagi seorang muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah masalah cabang dalam agama (
furu'iyyat), yang dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepaÂhaman (
mukhtalaf fihi). Karena masih terdapat perbedaan panÂdangan di kalangan ulama (
khÂilafiyah), untuk hal tersebut hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandanÂgan tersebut sebagai khazanah pemikiran Islam yang dinamis dan menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri bukan justru diingkari.
Selanjutnya...Menurut pandangan kami pemakaian cadar bagi muslimah adalah bagian dari pelaksanaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Meskipun pelaksanaan HAM menurut ketentuan konstitusi itu ada pembatasannya yaitu oleh peraturan perundangan, norma susila dan oleh HAM orang lain itu sendiri. Jadi sepanjang tidak ada larangan yang mengaturnya maka pemakaian cadar bagi mahasiswi di kampus harus dihormati karena hal itu meruÂpakan bagian dari pelaksanaan keyakinan agamanya.
Tetapi ada pihak-pihak terÂtentu yang mengaitkan pengÂgunaan cadar dengan tindaÂkan radikalisme?MUI menilai ada kesalahpaÂhaman sementara pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (
isybal) dan potongan jenggot dari seseorang.
Jadi itu tidak benar dong?Oh jelas pandangan tersebut sangat tidak tepat. Karena radikalisme itu tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesoris belaka seperti cadar, celana cingkrang (
isybal) dan potongan jenggotnya, tetapi lebih pada peÂmahaman ajaran agamanya.
Berarti secara tidak langÂsung MUI menilai aturan dilarang menggunakan cadar tidak tepat?Iya, kurang tepat jika alasanÂnya karena ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar.
Kalau penggunaan celana cingkrang dan berjenggot bagaimana itu?Nah itu justru saya nanti khaÂwatir setelah larangan (cadar) itu kemudian disusul dengan larangan berikutnya yaitu laranÂgan mahasiswa yg memakai celana cingkrang dan berjengÂgot.
Lantas apa solusi MUI unÂtuk menangkal ajaran radikaÂlisme di lingkungan kampus atau lingkungan sekolah?Seharusnya untuk menangÂkal ajaran radikalisme harus melalui pendekatan yang lebih komprehensif, baik melalui pendekatan persuasif, edukatif maupun konseling keagamaan yang intensif.
Untuk hal tersebut MUI meÂminta kepada semua pihak henÂdaknya menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Apakah MUI berniat menemui rektorat UIN Sunan Kalijaga untuk membahas hal ini?Kita menyerahkan sepenuhÂnya kepada pihak rektorat UIN SUKA (Sunan Kalijaga) yang memiliki otoritas dan kewenanÂgan mengatur kampusnya, baik melalui berbagai penerapan peraturan yang tidak bertentanÂgan dengan nilai agama, norma susila dan undang-undang yang ada. Maupun melalui berbagai pendekatan dan solusi yang komprehensif, maslahat dan bermartabat.
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah mengendus ada kampus yang terindikasi menÂjadi tempat penyebaran paÂham radikalisme. Bagaimana dengan indikasi tersebut?MUI yakin bahwa kita semuanya tidak berharap bahwa kamÂpus menjadi sarang penyebaran paham radikalisme, liberalisme, dan tempat yang menanamkan sikap phobia terhadap agama Islam. Justru kan kita semuanya berharap bahwa kampus menÂjadi tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat (
wasathiyah) dan Islam yang
rahmatan lil alamiin. ***