TAMPILNYA Rizal Ramli (RR) sebagai Capres 2019-2024 bisa dianggap sebagai sosok alternatif di tengah minimnya figur yang berani tampil sebagai penantang Jokowi. Langkanya kontestan capres menjadikan rakyat dipaksa untuk memilih itu lagi itu lagi.
Setahun menjelang Pemilu 2019 ternyata hanya ada 2 orang yang siap digadang-gadang sebagai capres, yaitu Jokowi dan Prabowo. Untuk Jokowi sudah ada 5 parpol yang siap mengusungnya yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP, semantara Prabowo baru mendapat 1 parpol, yaitu Partai Gerindra.
Dan 4 parpol lainnya, yaitu Partai Demokrat, PKS, PKB dan PAN, hingga kini belum menyatakan sikap. Melihat petanya, keempat parpol tersebut diprediksi juga akan mendukung salah satu pihak, yaitu antara Jokowi dan Prabowo. Jika itu yang terjadi maka Pilpres 2019 hanya akan mengulangi petarungan di Pilpres 2014 yaitu Jokowi Vs Prabowo, hanya cawapres saja yang berbeda.
Mendapati kenyataan bahwa peta pencapresan ternyata tidak berubah dari Pilpres 2014 maka muncullah sejumlah pihak yang mengusulkan duet Jokowi-Prabowo. Itu artinya mau diarahkan hanya ada satu pasangan capres dan cawapres saja. Jika itu yang terjadi maka demokrasi yang sudah disemai selama 20 tahun reformasi menemui jalan buntu.
Ternyata kran demokrasi yang sudah dibuka lebar-lebar sejak reformasi 1998 telah tersumbat oleh ketakutan elit parpol menghadapi capres petahana Jokowi. Jelas sekali, semuanya ingin mencari kenyamanan dan keselamatan agar bisa tetap terangkut dalam gerbong kekuasaan.
Para elit parpol tidak berpikir panjang bahwa selama kepemimpinan Jokowi kondisi bangsa Indonesia makin terpuruk. Indikasinya, utang makin menumpuk hingga mencapai Rp. 4.636 triliun, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 5 persen, rupiah makin terpuruk hampir mencapai Rp. 14.000 per dollar AS.
Selain itu, proyek-proyek ambisius infrastruktur juga banyak yang ambruk.
Bahkan, proyek listrik yang ditargetkan mampu terbangun 35.000 mega watt ternyata yang terealisasi baru 3,8 persen saja. Belum lagi seabrek kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat misalnya menaikkan harga BBM, mencabut subsidi, dan membuka kran impor secara massif.
Kondisi yang demikian memprihatinkan mestinya menggugah andrenalin para elit parpol untuk berani menawarkan figur alternatif. Karena jika kondisi demikian diteruskan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan terperosok dalam kubangan krisis ekonomi dan krisis kebangsaan lainnya.
Oleh karena itu, munculnya sosok RR harusnya dianggap sebagai berkah karena masih ada figur yang berani menantang capres petahana. Apalagi RR tidak hanya sekedar berbekal keberanian saja. Seabrek konsep dan agenda telah disiapkan untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan. Misalnya akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi hingga 10 persen.
RR juga bukan tipe yang sempit pergaulannya. RR adalah sesosok tipe yang mudah bergaul dengan siapa pun. Misalnya minggu lalu RR bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Keduanya sangat antusias mendiskusikan problem-problem kebangsaan.
Komunikasi politik antar sesama penantang Jokowi perlu diintensifkan dalam rangka untuk menolak adanya capres tunggal. Tidak boleh syahwat politik segelintir orang, membunuh pohon demokrasi yang sudah 20 tahun disemai. Indonesia memiliki banyak figur hebat. Diantaranya adalah RR yang dengan tegas sudah siap mewakafkan dirinya untuk kebangkitan bangsa Indonesia.
Tidak pantas, rakyat yang berjumlah 250 juta orang hanya akan disuguhkan satu capres saja. Ini namanya penghinaan akal sehat. Elit parpol jangan egois, hanya demi mengamankan kepentingan politiknya rela mengorbankan kebebasan rakyat dalam memilih pemimpinnya. Suguhkanlah sebanyak-banyak capres untuk rakyat. Biarkanlah rakyat yang memilih sendiri pemimpinnya. Rakyat Indonesia sudah cerdas, jangan dibodoh-bodohi.
[***]
Penulis adalah Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA)