Berdasarkan sigi yang dilakukan beberapa lembaga survei, elektabilitas Presiden Jokowi memang masih tertÂinggi, namun belum mencapai 60 persen. Elektabilitas Jokowi ini berbeda jauh dengan tingkat keterpilihan Susilo Bambang Yudhoyono saat dulu menjelang Pilpres 2009 yang mencapai 60 persen. Sehingga saat itu Yudhoyono dengan mudah sangÂgup memenangkan pilpres.
Untuk menutupi celah kekurangannya, beberapa lembaga survei menyarankan Jokowi untuk memilih bakal cawapres yang bisa menggandeng kalangan Islam, serta mampu menciptakan keamanan.
Celah sanggup merangkul umat Islam ini praktis memÂbuka peluang bagi bekas Ketua Mahkamah Konstitusi ini. Mahfud masuk radar bakal cawapres pendamping Jokowi. Lantas bersediakah Mahfud maju seÂbagai cawapres 2019? Berikut keterangan Mahfud MD kepada
Rakyat Merdeka. Anda masuk radar bakal cawapres Jokowi. Bagaimana perasaan Anda menyikapi hal tersebut? Saya senang, tapi saya menÂgatakan tidak ingin. Tidak ingin itu berbeda dengan tidak mau ya. Kalau tidak ingin itu artinya saya tidak ingin aktif melakukan lagkah-langkah seperti membuat baliho, membayar lembaga survei, dan melakukan lobi-lobi politik. Jadi saya pasif saja begitu.
Jadi belum ada kepastian Anda untuk maju sebagai bakal cawapres? Saya menyatakan tidak inginartinya tidak aktif. Kalau ada yang nanya, saya ingin menÂgusulkan secara alamiah. Nanti hanya saya yang bisa memperÂtimbangkan tidak akan melakuÂkan lobi politik, tidak akan mebuat baliho-baliho, dan tidak akan menyewa lembaga surÂvei. Artinya saya alamiah saja, tapi saya bukannya tidak mau. Nanti kalau saya katakan tidak mau saya dibilang sombong. Sedangkan kalau saya katakan ingin nanti dibilang tidak taÂhu diri. Saya siap menunggu perkembangan saja.
Sejauh ini apakah Presiden Jokowi sudah meminang Anda secara lisan? Oh tidak, sesekali diajak berÂtemu tapi tidak membicarakan soal calon wakil presiden. Hanya berbicara soal kebijakan hukum saja.
Kalau pinangan dari partai pengusung Jokowi apakah sudah ada? Hem tidak ada kalau dipikir ya.
Kalau nantinya Anda difasilÂitasi seperti pemasangan baliho dan lain-lain oleh partai penduÂkung Jokowi atau bahkan oleh Jokowinya langsung apakah Anda mau menerimanya? Itu alamiah ya, itu alamiah. Artinya kalau memang dibuÂtuhkan oleh rakyat, kemudian nantinya itu aspirasi rakyat, lalu proses politiknya wajar saya siap menyempatkan waktu untuk berdialog mempertimbangkan pengusungan nama saya sebagai cawapres. Akan tetapi intinya tidak ingin beda dengan tidak mau. Dengan demikian supaya saya tidak dibilang sombong atau tidak tahu diri. Makanya saya menggunakan kalimat tidak ingin agar saya tidak dibilang tak tahu diri karena tidak punya masa. Namun kalau saya bilang tidak mau nanti dibilang somÂbong benar Mahfud MD. Kalau begitu kan tidak bagus bagi negara. Maka saya mengalir saja perihal ini.
Apa Anda menunggu pinanÂgan langsung dari Jokowi? Tidak juga, saya kira Pak Jokowi pun tidak sembarang memilih orang dan mengeluarÂkan nama sebagai pendampingÂnya. Terlebih juga Pak Jokowi tidak sembarang bertanya keÂpada calon yang diinginkannya. Oleh sebab itu, saya juga tidak aktif bertanya. Saya tentunya menghargai keputusan Pak Jokowi lantaran banyak sekali persolan di hadapannya. Alhasil beliau memang harus memperÂtimbangkan matang-matang. Saya pribadi akan mendukung dan menghormati apapun yang diputuskan Pak Jokowi.
Banyak lembaga survei meÂnilai Anda orang yang pas untuk menutupi kekurangan Jokowi. Anda dekat dengan ulama dan santri. Bahkan surÂvei Anda pun terbilang cukup tinggi. Kenapa Anda belum memastikan kesiapan menjadi pendamping Jokowi? Saya katakan saya tidak mau aktif seperti di tahun 2014 yang melakukan lobi-lobi politik dan membuat tim pemenangan Pak Prabowo. Kalau soal hubungan saya dekat dengan ulama, baik ulama yang modern dan ulama tradisonal saya kira hubungan saya baik. Kalau saya bertemu dengan ulama atau berkunjung ke pondok pesantren selalu disÂambut dengan hangat.
Tahun 2014 Anda menjaÂdi ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta yang menjadi rival Jokowi. Apakah hal ini yang membuat Anda masih merasa canggung memutusÂkan kesiapan menjadi bakal cawapres Jokowi? Memang kalau 2014 saya aktif karena pada waktu itu memang ada tim yang saya bentuk, ada lembaga survei yang masuk sehÂingga saya relatif lebih aktif dan berkeliling. Kalau tawaran yang sekarang jadi cawapres saya inginnya pasif saja. Memang secara politik itu diperlukan dan wajar itu. Bahkan mungkin saja saya akan berdialog dan saya siap berkeliling lagi. Akan tetapi yang terpenting negara ini baiÂklah, kan sekarang tidak. Jangan membuat masalah-masalah yang serius. Kita semua yang namanÂya dijagokan tidak usah berebut. Siapa yang merasa ingin jadi cawapres jangan dirusaki.
Jadi tidak ada masalah denÂgan Prabowo Subianto bila Anda dipinang Jokowi? Oh tidak, saya sama sekai tidak ada masalah dengan Pak Prabowo. Saat Pak Prabowo kalah saya langsung pamit. Di sini sudah selesai tugas saya dan tidak punya ikatan apapun, baik secara formal ataupun secara psikologis, jadi sudah selesai. Waktu itu saya melapor ketika Pak Prabowo sudah kalah. Saya katakan ke Pak Prabowo saya kembalikan mandat dan saya tidak memegang uang apapun dari tim Pak Prabowo. ***