Lebih dari 2.000 orang luka-luka dan 560 tewas di Ghouta, Suriah sepanjang 19-27 Februari 2018. Ironisnya gencatan senjata berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB gagal.
Dewan Keamanan (DK) PBB pada Rabu (28/2) menyampaikan kekecewaan sehubungan dengan kegagalan untuk melaksanakan resolusi yang menyerukan genÂcatan senjata di seluruh Suriah.
Pada Sabtu (24/2), DK PBB mensahkan Resolusi 2401, yang menyerukan gencatan senjaÂta "tanpa penundaan" selama setidaknya 30 hari di seluruh Suriah. Langkah itu guna menÂgirim bantuan kemanusiaan dan mengungsikan orang yang sakit parah dan cedera. Namun resolusi itu tak berguna.
"Kami berada di sini lagi hari ini karena jeda singkat yang seÂcara bulat anda tuntut baru dua hari lalu di dalam Resolusi 2401 belum terwujud," kata Jeffrey Feltman, Wakil Sekretaris JenÂderal PBB bagi Urusan Politik, kepada DK PBB.
"Tak ada kata-kata untuk meÂnyampaikan kekecewaan kami sehubungan dengan kegagalan kolektif masyarakat internaÂsional guna mengakhiri perang ini. Tapi kekecewaan bukan apa-apa dibandingkan dengan penderitaan dan kehancuran yang datang tanpa henti kepada rakyat Suriah," kata Feltman.
Setelah gencatan senjata diuÂmumkan pada 25 Februari keÂmarin, 68 orang tewas, termasuk 17 anak, 11 perempuan dan 40 laki-laki, sementara lebih dari 200 pria, wanita dan anak-anak terluka.
Dua puluh empat barel peledak digunakan di satu area selama waktu ini, serta 726 peluncur roket ganda, 137 rudal darat dan darat dan 182 serangan udara, saksi menambahkan.
Serangan udara terjadi di HaÂrasta, Duma, Arbin, Kafr Batna, dan Beit Sawa. Seorang anggota Helm Putih juga tewas dalam serangan di Awtaya, kemarin.
"Apa yang kami perlukan ialah pelaksanaan (Resolusi) 2401, dan itu tidak terjadi," kata Feltman.
Mahmoud Serag, jurnalis Suriah di daerah kantong yang terkepung mengatakan, 600 dari mereka yang terluka adalah anak-anak, sementara lebih dari 500 adalah wanita.
Selain korban luka, 560 orang meninggal dunia dalam serangan tersebut termasuk 107 anak-anak, 67 wanita, 377 pria dan dua anggota White Helmets atau Pertahanan Sipil Suriah.
Kelompok Medecins Sans Frontieres (MSF) atau dikenal sebagai kelompok Dokter Lintas-Batas menyatakan perang di Ghouta Timur, menurut MSF, semakin sengit. Banyak serangan bom menargetkan bangunan medis, dan para dokter di fasilitas yang tersisa berjuang keras seiring membengkaknya jumlah pasien yang mengalami luka parah.
Selain serangan bom berpreÂsisi, wilayah Ghouta Timur juga dihujani rudal. Tim penyelamat kesulitan menghitung maupun menemukan korban tewas karÂena banyak bangunan hancur.
Layanan pertolongan pertahanan sipil, yang dikenal dengan nama White Helmets (Helm Putih), mengaku telah mendokumentasikan setidaknya 350 kematian dalam empat hari pertama serangan tersebut.
"Mungkin masih banyak lagi," kata juru bicara MSF Siraj MahÂmoud kepada
Reuters. Sedangkan kebanyakan orang yang telah lolos dari kematian atau cedera memilih bersembunyi di bunker bawah tanah dengan sedikit atau tanpa listrik. Mereka juga krisis makanan. ***