Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusivisme Islam Indonesia (26)

Santrinisasi Kaum Priyayi

JUMAT, 23 FEBRUARI 2018 | 09:50 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

PERKEMBANGAN me­narik terjadi selama dua dasawarsa terakhir ialah fenomena santrinisasi kaum priyayi. Bukan raha­sia lagi bahwa kaum elite birokrasi yang dahulu per­nah menyandang gelar kaum priyayi, kini semakin lebur dengan nilai-nilai kesantrian. Perilaku dan identitas kesehar­ian mereka sudah tidak bisa lagi dibedakan dengan kaum santri. Bahkan di antara mer­eka lebih sering menunaikan haji dan umrah dari pada kaum santri karena kemampuan ekonominya yang lebih baik. Kantor-kantor pemerintahan sekarang sudah sangat ber­beda dengan zaman Clifford Geertz men­emukan tiga pola komunitas masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa yaitu kaum Abangan, Santri, dan Priyayi. Fenomena ke­tiga kelompok ini kini semakin cair satu sama lain. Karakter dan peradaban Abangan yang pernah diasumsikan kelompok masyarakat yang beragama Islam tetapi tetap menjalank­an kebiasaan nenek moyangnya yang cend­erung syinkretik. Kini mereka sudah berubah setelah menikmati kemerdekaan yang me­mungkinkan mereka mengecap pendidikan tinggi dan mengakses pekerjaan lebih baik. Di antara keluarga abangan ada yang men­jadi kiai dan pejabat. Sebaliknya ada yang orangtuanya dahulu priyayi dan tuan tanah tetapi hidup berfoya-foya dan tidak memedu­likan pendidikan, akhirnya menjadi terlantar menirukan suasana kehidupan Abangan di masa lalu. Yang jelas, kaum Abangan dan Priyayi sudah mengalami proses santrinisasi seiring dengan perbaikan kualitas pembinaan keagamaan, baik yang dilakukan oleh pe­merintah melalui Kementerian Agama mau­pun oleh ormas-ormas Islam, terutama per­baikan standar mutu di lingkungan Pondok Pesantren. Generasi di bawah 20 tahun saat ini sudah sulit menyaksikan secara skematis ketiga fenomena kelompok masyarakat tadi.

Kaum santri kini berekstensi keluar ling­kungan space Pondok Pesantren. Para sant­ri kini merambah ke dunia luas di luar habi­tatnya di Pondok Pesantren. Di antara santri tidak sedikit jumlahnya menjadi jenderal TNI atau Kepolisian. Ada juga berkiprah di dunia diplomat. Sudah banyak santri menjadi Duta Besar yang dahulu sulit diakses. Ada juga yang memilih menjadi saudagar dan sudah sukses membangun jaringan bisnis yang beromset besar. Apalagi di dalam dunia poli­tik, sudah banyak sekali yang sukses seba­gai anggota legislatif dan pejabat birokrasi. Bahkan sudah pernah ada yang menjadi Kepala Negara (Gus Dur). Tidak sedikit juga jumlahnya memilih dunia hiburandan kes­enian. Sederet nama-nama artis yang ber­backgroud Pondok Pesantren. Bahkan dunia Pendidikan tinggi umum banyak sekali para Rektornya dipimpin oleh orang yang berlatar belakang santri.

Kata santri tidak bisa lagi dikonotasikan dengan komunitas masyarakat sarungan yang di tangannya melingkar tasbih, yang sering dijumpai di belakang kiai di lingkun­gan Pondok Pesantren atau di masjid. 'Sant­ri zaman now' sudah menggunakan mobil dengan menenteng laptop, HP, dan tas yang branded, duduk di belakang stir, kemeja ber­dasi, namun mulutnya terus dihiasi kalimat-kalimat suci. Prilaku dan tutur katanya tetap santun, bisnisnya amanah, bahkan sesung­guhnya dari tangannya lahir apa yang dis­ebut sekarang dengan "ekonomi syari'ah." Mereka tidak lagi hanya menguasai vocab Arab atau dunia Timur Tengah tetapi juga Bahasa-bahasa Eropa seperti Bahasa In­ggris, Perancis, Belanda, Jerman, Spany­ol, dll. Mereka lihai bermain di pasar modal dan dengan segudang keterampilan. Jan­gan kaget kalau di antara mereka meno­lak jika disuguhi makanan atau minuman di siang hari karena mereka rajin puasa sunah Senin-Kamis. Bagi kaum perempuannya sama sekali tidak terbebani dengan jilbab yang melilit tubuhnya karena di manapun ia berada sangat percaya diri dengan identitas syari’ah-nya. Di sinilah keajaiban Islam, se­makin dipelajari semakin asyik dan memberi rasa percaya diri. Kini sudah terbukti, santri menjadi trend setter masa depan. 

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Promosi Doktor Bahlil Lahadalia dan Kegaduhan Publik: Perspektif Co-Promotor

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:56

UPDATE

Badan Intelijen Pertahanan Bisa Dipertimbangkan Hadapi Ancaman Siber

Jumat, 01 November 2024 | 00:02

Pakar Hukum: Kerugian Suap Menyuap Jauh Lebih Besar

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:50

PNM Sukses Sabet Penghargaan Lewat Pemberdayaan Ultra Mikro

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:30

Ridwan Kamil Senang Ditraktir Makan Malam Prabowo

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:19

Ugal-Ugalan dan Tabrak Warga, Sopir Truk Diamuk Massa Di Tangerang Kota

Kamis, 31 Oktober 2024 | 23:00

Erni Aryanti Ditunjuk Jadi Ketua DPRD Sumut 2024-2029

Kamis, 31 Oktober 2024 | 22:22

Mendag Sebelumnya Juga Impor Gula, Kejagung Jelaskan Kenapa Era Tom Lembong Diusut

Kamis, 31 Oktober 2024 | 22:02

Jadi Tersangka Pembunuh Wanita Dalam Koper, Pengusaha Ini Sudah Sering Dilaporkan

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:39

Giant Sea Wall Penting untuk Perlindungan dan Peningkatan Ekonomi

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:16

AHY Dorong Akselerasi Program 3 Juta Rumah untuk Rakyat

Kamis, 31 Oktober 2024 | 21:02

Selengkapnya