Dalam dua tahun terakhir, telah terjadi setidaknya 14 kecelakaan yang menelan korban jiwa dalam pengerjaan proyek infrastruktur. Di balik fakta menyedihkan itu, bisa diambil kesimpulan bahwa pemerintahan Joko Widodo terlalu sibuk dalam pembangunan fisik namun lupa membangun kualitas sumber daya manusia.
"Pemerintahan Jokowi sejak awal menggenjot pembangunan infrastruktur, tapi terkesan menomorduakan aspek manusianya. Pernyataan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, tempo hari yang akan membuat roadmap pembangunan manusia semakin memperjelas hal tersebut," kata Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta, dalam keterangan pers, Rabu (21/2).
Menurut dia, logika pemerintah terbalik. Seharusnya, pembuatan roadmap pembangunan manusia dilakukan pertama kali sejak tahun pertama pemerintah menjabat. Yang terjadi malah lebih dulu fokus pada pembangunan infrastruktur, baru kemudian membuat roadmap pembangunan manusia di tahun ke-4 saat masa jabatan presiden akan berakhir.
"Jangan sampai pemerintah sibuk membangun infrastruktur, tapi lalai dalam membangun manusia yang tangguh dan mandiri, yang mampu memproduksi sesuatu yang dapat menopang dan meningkatkan perekonomian lokal dan nasional, sehingga kita bisa menekan angka impor kita," terangnya.
Sukamta menjabarkan bahwa anggaran pembangunan infrastruktur dalam RPJMN 2014-2019 adalah sebesar Rp 5000 triliun. Tentu, dapat meningkatkan indeks daya saing Indonesia di kancah global. Yang unik, sejak periode 1990-an, tren Human Development Index Indonesia terus mengalami peningkatan rata-rata 1,07 persen tiap tahun, tapi angka tersebut masih menempatkan Indonesia di bawah beberapa negara di Asia Tenggara.
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI ini meyakini bahwa logika terbalik itu telah memakan korban, baik korban jiwa seperti dalam kecelakaan-kecelakaan pembangunan infrastruktur, maupun korban dalam arti rakyat menanggung beban hidup yang semakin berat akibat kenaikan harga-harga kebutuhan hidup.
Pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara tergesa-gesa hingga memakan korban jelas tidak bisa dibanggakan. Rata-rata tenggat waktu pembangunan infrastruktur ditargetkan selesai tahun 2019, bersamaan dengan tahun Pemilu. Tapi intensitas kecelakaan dalam proyek infrastruktur tersebut malah menurunkan kredibilitas pemerintah di mata publik.
"UUD 1945 jelas mengamanatkan negara harus melindungi dan menjamin keselamatan jiwa warga negaranya. Menggenjot infrastruktur dengan segera itu memang perlu, tapi tidak dengan tergesa-gesa. Para korban kecelakaan proyek pembangunan infrastruktur seolah menjadi tumbal bagi ambisi pemerintah," jelasnya.
Ditambahkannya, persepsi publik menilai pembangunan infrastruktur yang ada telah mengesampingkan aspek kesejahteraan masyarakat dengan beberapa program pemerintah yang tidak pro rakyat. Publik masih sangat merasakan imbas kebijakan kenaikan atrif dasar listrik, pencabutan subsidi listrik, kenaikan harga bahan bakar minyak dan lainnya. Belum lagi persepsi publik yang menganggap pembangunan infrastruktur berakibat pada pembengkakan utang pemerintah dalam waktu beberapa tahun. Terakhir, utang pemerintah sudah menyentuh angka Rp 3.958 triliun atau sekitar 29,1 persen dari PDB.
"Yang perlu saya garis bawahi di sini bahwa evaluasi dan audit yang dilakukan harus secara menyeluruh, tidak hanya dalam aspek keselamatan dan kelayakan proyek infrastruktur. Tapi juga, apakah desain kebijakan pemerintah secara nasional, yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur sampai seolah menomorduakan aspek pembangunan manusia dan kesejahteraannya perlu dipertahankan?" tuturnya.
[ald]