Warga Indonesia keturunan Tionghoa mesti lebih menunjukan kewarganegaraannya dengan cara terlibat dalam aksi-aksi sosial maupun politik.
"Saya kira mereka harus menonjol, selama ini kegiatan mereka tidak terlihat atau kurang terlihat," ujar pemerhati etnis Tionghoa, Profesor Dhana, saat menjadi pembicara dalam diskusi "Tiongkok, Etnik Tionghoa dan Tahun Politik Indonesia" di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (20/2).
Ia berpandangan, yang harus ditonjolkan oleh warga keturunan Tionghoa terutama anak mudanya adalah partispasi dalam dunia politik. Dengan cara itulah warga keturunan bisa membuktikan kepada masyarakat luas bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia.
"Karena selama ini kan selalu ditonjolkan ke-Tionghoaannya. Itu yang saya ketahui, juga stereotip yang menyamakan Tionghoa Indonesia dengan Tiongkok," ucapnya.
Menurut dia, istilah Huaqiao dan Huaren sudah tidak perlu digunakan lagi karena orang-orang Tionghoa yang ada di Indonesia hanyalah keturunan.
"Mereka sudah besar dan lahir di Indonesia, bahkan mereka ada yang fasih berbahasa Jawa," ujar Dhana.
Huaqiao yakni istilah untuk menyebut seluruh Warga Negara China baik yang memegang paspor Republik Rakyat Tiongkok, Hong Kong, Macau maupun Taiwan, yang tinggal di luar negeri. Sedangkan istilah Huaren untuk menyebut seluruh orang keturunan Tionghoa di manapun mereka berada, tidak memandang kewarganegaraan.
Dhana melanjutkan, kelompok Huaren di Indonesia belakangan mengkritk Tiongkok karena terlalu ikut campur di urusan dalam negeri Indonesia. Meski begitu, sebagian elite orang Tionghoa menyambut undangan Tiongkok untuk membuat Indonesia-Tiongkok sebagai satu jembatan yang dinamakan "Beautiful Brigde".
"Namun, sebagian ada yang tidak ingin disebut sebagai aset Tiongkok," pungkas Dhana.
[ald]