Dubes An Kwang Il (kanan)
Akibat pengaruh dunia Barat yang mendominasi pemberitaan media massa, mayoritas masyarakat dunia menganggap Korea Utara sebagai biang keladi ketegangan Semenanjung Korea.
Asumsi negatif terhadap Korea Utara juga terasa di dalam negeri Indonesia. Padahal, akar masalah konflik Semenanjung Korea adalah kebijakan Amerika Serikat yang menempatkan kekuatan militer dan nuklirnya di kawasan selatan.
Isu tersebut menjadi salah satu topik yang dibahas Duta Besar Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) untuk Indonesia, An Kwang Il, saat berdialog dengan awak redaksi
Harian Rakyat Merdeka dan
Kantor Berita Politik RMOL, di Graha Pena, Jakarta, Selasa (20/2).
Dalam kesempatan tersebut, Dubes An yang sudah lebih dari dua tahun bertugas di Indonesia mengakui bahwa ketegangan Semenanjung Korea terasa makin meningkat.
"Sejak saya di Jakarta, situasi Semenanjung Korea semakin panas. Setahu saya, mayoritas media massa Indonesia tergantung suara media Barat. Jadi banyak orang di sini berpikir situasi panas di Semenanjung karena pembangunan senjata nuklir oleh Korea Utara," ungkap An Kwang Il dalam bahasa Korea, yang diterjemahkan staf Kedutaan Besar Korea Utara.
Padahal, lanjut An, jika orang mau melihat latar belakang sejarah yang lebih lengkap maka orang akan mendapatkan kesimpulan bahwa akar krisis nuklir di Semenanjung Korea adalah kebijakan militeristik AS terhadap Korea Utara.
Ia menjelaskan, AS sudah menempatkan personel militer, persenjataan berat dan kekuatan nuklirnya di wilayah Selatan pasca Perang Dunia II. Sampai sekarang pun mereka masih ada di sana.
Kehadiran militer AS di wilayah Selatan menimbulkan ancaman bagi wilayah utara. Perang Korea bermula dari kekuatan asing yang membelah Semenanjung Korea. Perang Korea dihentikan oleh gencatan senjata, bukan perdamaian permanen. Dengan begitu, situasi perang bisa meletus kapanpun.
Dubes An mengatakan, AS yang berstatus negara nuklir sebelumnya menempatkan persenjataan nuklir mereka di Jepang, negara yang pernah mereka serang dengan bom atom. Sejak banyak protes di Jepang, akhirnya persenjataan itu dipindahkan ke Korea Selatan.
"Akhir 50-an, hampir dua ribu persenjataan AS ditempatkan di Selatan. Jadi kalau dari segi penempatan nuklir, Semenanjung Korea paling padat," jelas Dubes An.
[ald]