Perkembangan mata uang virtual (cryptocurrency) termasuk bitcoin, masih terus terjadi. Meski ada larangan di Indonesia, toh nyatanya transaksi bitcoin di Tanah Air masih berlangsung meski secara underground. Memang segera dibutuhkan regulasi, tetapi tetap memperhatikan perkembangan teknologi yang ada agar Indonesia tak ketinggalan zaman.
Chief Executive Officer BitÂcoin Indonesia Oscar Darmawan melihat, masa depan cryptocurÂrency dan teknologi blockchain (teknologi dasar mata uang digiÂtal) masih sangat terbuka luas. Hal ini lantaran teknologi yang baru mulai berkembang pada 2009 saja, faktanya hingga saat ini masih bisa berkembang.
"Sementara cryptocurrency ini bagaimana mengubah cara kerja keuangan, teknologi yang tadinya terpusat atau sentralisasi menjadi desentralisasi. Dan ini memerlukan waktu yang sangat panjang," ujar Oscar di acara diskusi bertajuk Masa Depan Cryptocurrency di Indonesia di Jakarta, kemarin.
Ia berpendapat, adalah suatu hal yang wajar jika saat ini pengÂgunaan
cryptocurrency di dunia sangat pesat. Dahulu semua orang berdebat adanya email, apakah diperlukan dan akankah populer. Nyatanya memang saat ini berkembang.
"Apalagi kalau bicara
blockÂchain, banyak hal yang bisa diÂ
blockchain-kan, mulai dari emas, tanah dan sebagainya," tuturnya.
Bagi bitcoin sendiri, lanjut OsÂcar, memang keberlangsunganÂnya di Tanah Air masih menjadi polemik. Meski pemerintah dan Bank Indonesia (BI) melarang, namun penjualan dan pembelian bitcoin masih berlangsung meski secara
underground (ilegal).
Karena itu, menurut Osccar, perlu ada aturan sebagai perÂtanggungjawaban ke konsumen, terutama dalam mengatasi saat ada masalah. Melihat Undang- Undang Mata Uang yang ada, Indonesia punya dasar hukum yang jelas.
"Saya sendiri tidak pernah meÂmandang bitcoin sebagai mata uang dan memang ilegal," imbuhnya.
Namun, kata Oscar, tak perlu ada larangan yang diatur lewat undang-undang. Karena di G20 saja, bitcoin baru dibahas. SeÂmentara yang baru meregulasi pun itu baru negara G7, di mana ekonomi di negara tersebut memang jauh lebih modern dan sistem keuangannya lebih stabil dibanding Indonesia.
"Ada baiknya kita belajar dulu dari sana, baru kemudian mengiÂkutinya. Jangan sampai aturan dibuat, tapi berbeda jauh dengan negara lain, kemudian diubah lagi. Ini yang konyol dan harus diantisipasi," ingat Oscar.
Untuk itu, pihaknya bersama perusahaan blockchain lainnya sedang membuat asosiasi blockÂchain. Nantinya, asosiasi itu meÂnaungi semua perusahaan yang bergerak di bisnis blockchain.
"Kebetulan saya ditunjuk sebagai ketuanya. Nanti asoÂsiasi ini sebagai jembatan antara industri dan pemerintah. BaÂgaimana memberikan masukan dan solusi ke pemerintah mauÂpun regulator," tuturnya.
Tak Dapat Dilarang Terkait hal ini, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Chatib Basri menilai, pemerinÂtah sebaiknya dapat menerima keberadaan bitcoin sebagai mata uang digital. Sebab, menuÂrutnya, proses pembayaran di masa depan nantinya sudah tidak lagi mengandalkan sistem perbankan. Tapi melainkan denÂgan memanfaatkan kemudahan digital lewat dunia maya.
"Jadi yang mau saya bilang, suatu hari nanti pesan barangÂnya lewat online , dan bayarnya sudah nggak pakai ATM lagi. Sistem wallet -nya lewat handÂphone kita, semuanya masuk ke dunia maya," imbuhnya.
Chatib pun menyarankan pemerintah dan BI seharusnya sudah bisa melihat fakta perkemÂbangan uang digital tersebut. Meskipun dinilai berbahaya, kehadiran bitcoin tidak dapat terus menerus dilarang.
"Bitcoin dilarang, sekarang ada nggak yang bisa yakin, bahwa bitÂcoin tetap nggak berjalan? SeharÂusnya pemerintah mengubah pola pandangnya, membuat regulasi terkait itu," sarannya.
Sebelumnya, dengan tegas, BI sebagai regulator sistem pembayaran melarang aksi jual beli bitcoin maupun jenis
crypÂtocurrency lainnya. Mengingat mata uang tersebut memiliki sejumlah risiko.
Gubernur BI Agus MarÂtowardojo mengatakan, telah melakukan penilaian terhadap perkembangan mata uang digital tersebut. Dia menuturkan, mata uang digital berisiko karena tidak ada regulator atau adminisÂtrator yang mengatur mata uang digital tersebut. BI juga meÂnilai, mata uang digital tersebut berisiko dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"BI menyampaikan dan mengÂingatkan kepada publik untuk tidak melakukan perdagangan, membeli, ataupun menjual bitÂcoin karena kami tidak ingin nanti masyarakat yang tranÂsaksi dengan bitcoin melanggar aturan," tegas Agus. ***